Page

Total Tayangan Halaman

Kamis, 05 Januari 2012

WAJIB SEKOLAH KOK MAHAL! (Contoh Penelitian)

WAJIB SEKOLAH KOK MAHAL!


Di sma negeri 8 bogor
PROFIL SEKOLAH
Nama Sekolah
:
SMA Negeri 8 Bogor
NSS
:
301026101002
Alamat


Jalan
:
BTN Ciparigi No 60
Kelurahan
:
Ciparigi
Kecamatan
:
Bogor Utara
Kota
:
Bogor
Propinsi
:
Jawa Barat
Telepon
:
0251 8652927
Kode Pos
:
16157



Profil Kepala Sekolah


Nama
:
Drs. Budhi Rahman, M.Pd
NIP
:
130932665
Pendidikan
:
Pascasarjana (S2)



VISI, MISI DAN TUJUAN SEKOLAH
SMA Negeri 8 Bogor memiliki visi, misi dan tujuan pendidikan berorientasi pada perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta berpedoman pada perkembangan sikap keimanan dan ketaqwaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa, dengan melibatkan segala kemampuan yang ada, juga lingkungan sekitar yakni:

Visi Sekolah
Menjadi Sekolah yang Nyaman dengan Sumber Daya Manusia Berkualitas dan Berwawasan Teknologi Berdasarkan Iman dan Takwa

Indikator:



Misi Sekolah


1. Mewujudkan keimanan dan ketakwaan kepada Tuhan Yang Maha Esa;
2. Membina Akhlak dan Budipekerti yang luhur;
3. Mempersiapkan peserta didik untuk melajutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi;
4. Menumbuhkembangkan jiwa kepemimpinan, kemandirian dan mau bersaing;
5. Mengembangkan diri sesuai dengan kemajuan IPTEK;
6. Mewujudkan sekolah sebagai wawasan Wyata Mandala;

Tujuan Sekolah
1. Meningkatkan kecerdasan
2. Meningkatkan Pengetahuan
3. Meningkatkan Kepribadian
4. Meningkatkan Ahlak Mulia
5. Meningkatkan Keterampilan untuk hidup mandiri dan mengikuti pendidikan lebih lanjut

  • Lab bahasa
  • Kantin
  • Mesjid
  • Majalah dinding
  • Ruang kepala sekolah
  • Ruang guru
  • Ruang tata usaha
  • Perpustakaan
  • Ruang multhimedia
  • Ruang ekstrakulikuler
  • Koperasi sekolah
  • Ruang kesiswaan
  • Ruang UKS
  • Sarana olahraga
  • Ruang Kurikulum
  • Aula sekolah
  • Ruang BP


ANALISIS SITUASI
          Sekolah yang akan saya amati adalah sekolah sma negeri 8 bogor, tentang sekolah iyalah:

RUANG BELAJAR
Ruang belajar yang tersedia dalam kondisi baik dan terawat, dengan rincian sebagai berikut:
1. Ruang belajar : 15 ruang.
2. Lab Komputer : 1 ruang
3. Lab IPA : 1 ruang Lab computer

PERUMUSAN MASALAH:

Hasil wawancara dengan salah satu wakil kepala sekolah, dengan saya memberikan pertanyaan tentang komersialisasi pendidikan dan masalah yang berdampak bagi pembelajaran ialah:

            Pertanyaan1:

1. Apa sudah mengetahui/ membaca/ mempeajari pp no 76/77 tahun 2007 dan undang-undang BHP?

Jawab: sudah, tentang jaminan social tenaga kerja dan  BHP Salah satu perkembangan mutakhir pendidikan Indonesia adalah pengesahan Rancangan Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (RUU BHP) menjadi Undang-Undang Badan Hukum Pendidikan (UU BHP) (17/12/2008) oleh DPR RI. UU BHP menempatkan satuan pendidikan sebagai subjek hukum yang memiliki otonomi luas, akademik maupun non akademik, tanpa khawatir lagi dengan kooptasi birokrasi. Otonomi yang diberikan dikunci oleh Undang Undang BHP harus dilandasi oleh prinsip-prinsip seperti nirlaba, akuntabilitas, transparan, jaminan mutu dan seterusnya yang memastikan tidak boleh ada komersialisasi dalam BHP. BHP memastikan bahwa komitmen pemerintah untuk membantu lembaga pendidikan tidak pernah berkurang bahkan bertambah besar.
Namun dibalik idealisme dan tujuan Undang-Undang BHP itu dibuat, muncul kritik-kritik dari beberapa kalangan yang mengatakan bahwa BHP adalah sebuah produk undang-undang yang digerakkan oleh mitos otonomi. BHP tidak lebih dari sebuah bentuk lepas tangan Negara atas pembiayaan pendidikan nasional. Lembaga Pendidikan akan mengarah pada tujuan pragmatis komersil ketimbang pada tujuan kritis dan blok histories yang mencerdaskan bangsa dan melahirkan putra-putra  terbaik yang bisa membaca tanda-tanda zaman. Pada akhirnya BHP melegasisasi suatu kesempatan kepada satuan pendidikan untuk memberi peluang bagi calon mahasiswa berkapasitas intelegensia rendah untuk mengambil kursi mahasiswa lain yang berkualitas tinggi jika mampu memberi imbalan tertentu.

Itu adalah wacana pemikiran yang lazim dalam sebuah Negara demokratis. Pembentukan Undang-Undang BHP ini adalah merupakan amanah dari Undang-Undang Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003 pasal 53 ayat (1) bahwa “penyelenggara dan/atau satuan pendidikan formal yang didirikan oleh pemerintah atau masyarakat berbentuk badan hukum”.  Pembentukan BHP ini adalah merupakan bentuk koreksi atas pelaksanaan BHMN yang telah berjalan selama ini dan bukan replika dari BHMN.

Undang-Undang BHP menempatkan satuan pendidikan bukan sebagai Unit Pelaksana Teknis (UPT) dari Departemen Pendidikan Nasional, tapi sebagai suatu unit yang otonom. Rantai birokrasi diputus habis diserahkan ke dalam organ badan hukum pendidikan yang menjalankan fungsi badan hukum: penentuan kebijakan umum dan pengelolaan pendidikan. Misalnya di dalam satuan pendidikan perguruan tinggi, praktek selama ini bahwa untuk memilih seorang rektor harus melewati tujuh lapis birokrasi (tingkat senat, Dirjen Dikti, Inspektora Jenderal, Sekjen Depdiknas, Menteri Pendidikan Nasional, Tim penilai akhir Sekretariat Negara dan akhirnya sampai ke Presiden). Saat ini, dengan BHP hal itu tidak lagi terjadi, rektor dipilih dan ditetapkan oleh organ representasi pemangku kepentingan.

UU BHP menjamin bahwa peserta didik hanya membayar biaya pendidikan paling banyak 1/3 dari biaya operasional satu satuan pendidikan, bukan biaya investasi. Selama ini satuan pendidikan sangat tergantung dari pendanaan dari peserta didik bahkan sampai sembilan puluh persen. Saat ini, BHP membatasi menjadi 1/3 maksimal dari biaya operasional. Ini adalah jaminan Undang-Undang BHP bahwa kenaikan SPP seperti yang banyak dikhawatirkan rasanya tidak mungkin terjadi.

UU BHP menjamin secara khusus warga negara Indonesia yang tidak mampu secara ekonomi tapi berpotensi secara akademik, terutama yang ada di quintil lima termiskin, dimana sampai saat ini hanya 3 Persen dari kategori ini yang menikmati pendidikan tinggi. Satuan Pendidikan BHP wajib menjaring dan menerima warga Negara Indonesia yang memiliki potensi akademik tinggi dan kurang mampu paling sedikit 20 persen dari keseluruhan peserta didik yang baru. Satuan Pendidikan BHP harus menunjukkan kepada publik bahwa mereka menerima dan menyediakan paling sedikti 20 persen beasiswa atau bantuan biaya pendidikan untuk mereka yang kurang mampu dan/atau peserta didik yang memiliki potensi akademiki tinggi.

Undang-Undang BHP mengikat tanggungjawab pemerintah dalam pendanaan pendidikan. Misalnya Pemerintah menanggung seluruh biaya pendidikan untuk BHPP dan BHPPD dalam menyelenggarakan pendidikan dasar untuk biaya operasional, investasi, beasiswa dan bantuan biaya pendidikan bagi peserta didik. Pemerintah bersama-sama dengan BHPP menanggung seluruh biaya investasi, beasiswa, dan bantuan biaya pendidikan pada BHPP yang menyelenggarakan pendidikan tinggi. menurut Dirjen Dikti, dr. Fasli Jalal, Ph.D dalam konferensi Pers (18/12) justru pemerintah yang akan pontang-panting mencarikan dana untuk tanggung jawab yang sangat besar ini.

Sebagai badan hukum, satuan pendidikan memiliki wewenang hokum untuk melakuka tindakan hukum dan konsekwensi hukum atas penggunaan hak itu. Pasal 63 menyebutkan “ setiap orang yang melanggar ketentuan sebagaimana dimaksud dalam pasal 4 ayat (1), pasal 38 ayat (3), dan pasal 39 dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun da dapat ditambah dengan denda paling banyak Rp 500.000.000,00 (lima ratus juta rupiah). Pasal 4 ayat (1), pasal 38 ayat (3) da pasal 39 adalah pasal yang mengatakan bahwa pendidikan itu adalah nirlaba, seluruh sisa dari hasil usaha dari kegiatan BHP harus ditanamkan kembali ke dalam BHP untuk meningkatkan kapasitas dan/atau mutu layanan pendidikan.

2. apa yang di maksud dengan komersialisasi pendidikan? Apa senantiasa berkait dengan uang dan mentalitas?

Jawab: komersialisasi pendidikan ialah penyelenggaraan pendidikan dengan dana/pembiayaan yang sudah di tentukan oleh penyelenggara pendidikan, jelas berkaitan dengan uang dan mentalitas karna penyelenggara pendidikan bertujuan meningkatkan mutu dan fasilitas dalam proses pembelajaran dan itu mmbutuhkan dana dan mentalitas dari siswa.

3. apakah ada sisi fungsionalnya? Pada apa?

Jawab: ada, yang fungsinya memperlancar dan mempercepat system pembelajaran, pada siswa, pengajar, dan lembaga.

4. apa yang perlu dikhawatirkan? Apa dampaknya? Bagi siapa? Siswakah? Guru? Penyelenggara pendidikan? Para pemimpinnya kah?

Jawab: yang perlu di khawatirkan mahalnya dana yang harus di keluarkan siswa, dampak yang paling buruk banyaknya siswa yang tak mampu putus sekolah dan sekolah hanya untuk siswa yang mampu, jelas semua siswa, guru, penylenggara pendidikan dan pemimpinnya.

5. apakah komersialisasi pendidikan membawa dampak langsung/ tidak kepada pembelajaran di sekolah anda?

Jawab: iya karena akan menimbulkan banyak dampak yang akan terjadi apa bila adanya komersialisasi pendidikan salah satunya mahalnya biaya sekolah.

6. apa yang perlu disikapi atau di tindak aksikan mengenai fenomena ini? Sasaran tindak aksi siapa? Dan siapa yang akan menggerakannya? Dalam bentuk apa?

Jawab: karna sekolah ini belum adanya komersialisasi pendidikan jadi sekolah kurang begitu tau dalam urusan seperti ini. Menurut saya adanya hokum tentang hak anak yang kurang mampu agar bisa bersekolah dengan tanpa biaya yang mahal, itu bisa di ketahui siapa yang menyelenggarakan komersial di lembaga sekolah.

7. apakah mungkin sekolah anda melakukan tindak komersialisasi? Alasannya apa? Dan apa jaminannya?

Jawab: tidak terdapat karna fasilitas di sekolah ini masih minim dan masih berpgang pada ketentuan dinas pendidikan, alasannya karna hamper 70% siswa sekolah ini berasal dari golongan yang kurang mampu.

TINJAUAN PUSTAKA:

            Saya mengambil landasan dari buku yang di tulis oleh St. kartono yang berjudul sekolah bukan pasr yaitu sekolah sebagai lading mencai keuntungan lewat paket buku pelajaran, kain seragam, alat tulis, biro wisata atau lembaga kursus, yang pada akhirnya hanya membebani masyarakat dengan berbagai pungutan, saatnya harus ditinggalkan. Mekanisme demikian mempunyai kontribusi sangat besar terhadap proses pemiskinan masyarakat yang sudah miskin. Sekolah sudah saatnya di bebaskan dari suasana bisnis yang dilakukan oleh siapapun terlebih oleh birokrat pendidikan nasional, kepala sekolah, atau guru, dengan dalih apapun.
          
 Fungsi pejabat departemen pendidikan, kepala sekolah, atau guru adalah mendidik, bukan sebagai pedagang, calo, makelar, blantik, atau rentenir bagi berbagai produk industri. Pencampuradukan peran-peran pendidik dengan calo tersebut akan merusak system pendidikan nasional dan tidak lagi terbedakan sekolah sebagai tempat mencari ilmu pengetahuan dengan pasar sebagai tempat jual-beli.
         
  Pustaka yang ditulis oleh seorang guru ini sangat cocok bagi orang tua yang anaknya sedang mengenyam pendidikan, mengambil kebijakan baik di pusat maupun daerah,guru, pengamat pendidikan, birokrat, mahasiswa, dan siapapun yang ingin mencerdaskan dan memajukan pendidikan.

Tujuan:

Tujuan dari adanya penelitian ini yaitu agar terciptanya penyelesaian masalah tentang mahalnya biaya sekolah yang harus di bayar oleh anak/ siswa yang ingin bersekolah. Karena adanya pihak-pihak yang memanfaatkan berbagai cara untuk mendapatkan keuntungan dari pembelajaran di sekolah yang kurang tegas dalam masalah komersialisasi di sekolah.

METODOLOGI:

 Metode yang saya gunakan yaitu mengumpulkan informasi dalam hal yang berkaitan dengan komersialisasi pendidikan dengan cara bertanya kepada beberapa orang yang mengetahui tentang komersialisasi itu sendiri, dengan wawancara dengan wakil kepala sekolah dalam bidang kurikulum di sekolah yang saya tuju, membeli dan mempelajari buku untuk landasan dalam menunjang penelitian ini, dan mencari dari internet akan informasi undang-undang BHP.

Program kerja untuk guru d sekolah ini yaitu:

EFISIENSI MGMP

Deskripsi

Berdasarkan hasil analisis, disebutkan bahwa jumlah guru cukup memadai, tetapi keragaman metode mengajar masih kurang bervariasi. Melalui MGMP diharapkan persoalan ini dapat diatasi, termasuk bagaimana mensiasati kurikulum yang padat dan mencari alternatif pembelajaran yang tepat, serta menemukan berbagai variasi metoda dalam mengajarkan setiap mata pelajaran yang diajarkan.

Kegiatan ini dibawah koordinasi Wakasek bidang Kurikulum dan untuk setiap mata pelajaran dipimpin oleh seorang guru sangat potensial yang ditunjuk oleh Kepala Sekolah. MGMP diadakan seminggu sekali menyusun strategi pembelajaran dan diharapkan setiap guru membawa permasalahan-permasalahan yang ada untuk dijadikan studi kasus sehingga dapat dicari pemecahan persoalan tersebut. Disamping itu MGMP dapat mengundang ahli dari luar, baik ahli substansi mata pelajaran untuk membantu guru memahami materi yang dianggap sulit atau membantu memecahkan masalah yang muncul di kelas, maupun berbagai metode pembelajaran untuk menemukan cara yang paling sesuai dengan karakteristik materi mata pelajaran atau karakteristik siswa-siswi SMA Negeri 8 Bogor.

MGMP juga menyusun dan mengevaluasi perkembangan kemajuan belajar sekolah. Evaluasi kemajuan dilakukan secara berkala dan hasilnya digunakan untuk menyempurnakan rencana berikutnya. Kegitan MGMP yang dilakukan secara intensif, dapat dijadikan sebagai tempat pengembangan diri guru serta menambah pengetahuan dan keterampilan dalam bidang yang diajarkan.

Rincian Program
                                                                                                                    
a) Menyusun strategi pembelajaran mensiasati kurikulum yang padat
b) Membahas dan mencari pemecahan dari permasalahan yang timbul.
c) Membantu guru dalam pemahaman materi ajar yang sulit.
d) Pertemuan periodik sekali setiap minggu, untuk diseminasi hasil MGMP tingkat Kota Bogor.
e) Melakukan studi kasus yang alternatif pemecahan masalahnya dapat dilakukan dengan Penelitian Tindakan Kelas (PTK).
f) Pengembangan Interaksi Pembelajaran (strategi, metode, dan teknik) yang tepat.
g) Melakukan lesson study, yaitu seorang mengobservasi kegiatan pembelajaran siswa oleh guru lain yang mengajar mata pelajaran yang sama disertai dengan tindak lanjutnya.

Penanggung Jawab
Wakasek Kurikulum

Indikator Keberhasilan
a) Terlaksananya kegiatan pertemuan rutin tiap minggu MGMP sekolah.
b) Memiliki dokumen daftar hadir, program kerja, hasil diskusi.

WORKSHOP PENYUSUNAN SILABUS, RPP, PENENTUAN KKM, SERTA METODOLOGI PEMBELAJARAN, PENILAIAN BERBASIS KELAS, DAN EVALUASI.

Deskripsi
Untuk meningkatkan kompetensi guru dalam penyusunan Silabus, RPP, penentuan KKM, metodelogi pembelajaran, teknik evaluasi, penyusunan bahan ajar, serta penilaian berbasis kelas, perlu diadakan pelatihan-pelatihan yang implikasinya terhadap proses pembelajaran akan semakin baik.
Pelaksaksanaan Workshop ini akan dilaksanakan 4 kali dalam setahun, yaitu :
- Workshop Penyusunan silabus dan penentuan KKM
- Workshop metodelogi pembelajaran
- Workshop penilaian berbasis kelas dan Teknik Evaluasi
- Workshop Penyusunan Bahan Ajar.
Rincian Program
a) Penyusunan Program kerja dan anggaran
b) Pelaksanaan Workshop Penyusunan silabus dan penentuan KKM
c) Pelaksanaan Workshop metodelogi pembelajaran
d) Pelaksanaan Workshop penilaian berbasis kelas dan Teknik Evaluasi
e) Pelaksanaan Workshop Penyusunan Bahan Ajar.
f) Evaluasi dan pelaporan.
Penanggung Jawab
Wakasek Kurikulum
Indikator Keberhasilan
1. Sekolah memiliki dokumen KTSP yang sesuai dengan kondisi dan sumber daya sekolah.
2. Sekolah memiliki Silabus untuk semua mata pelajaran.
3. Sekolah memiliki RPP untuk semua guru.
4. Sekolah memiliki KKM untuk semua mata pelajaran.
5. Semua guru mengimplementasikan penilaian berbasis kelas dalam pengajarannya.
6. Semua guru melaksanakan evaluasi pembelajaran sesuai dengan prosedur yang berlaku.
7. Semua guru mata pelajaran mampu mengimplementasikan teknik evaluasi yang efektif.

GAMBAR-GAMBAR SISWA YANG SEDANG BELAJAR:

            Gambar-gambar ini adalah gambar2 pembelajaran tidak komersil tetapi apabila komersialisasi di dalam pendidikan akan menambahkan fasilitas yang sangat jauh memadai karna apabila dana yang di keluarkan siswa lebih besar atau lebih mahal maka akan bnyak fasilitas yang akan d terima oleh siswa itu sendiri, dan akan menambah atau meningkatkan proses belajar.

SEPERTI GAMBAR-GAMBAR BERIKUT TENTANG FASILITAS TAMBAHAN BILA ADANYA KOMERSIALISASI PENDIDIKAN:

            Pada gambar ini telah tersedia ruangan yang mempunyaitu adanya LCD sound tetapi masih terlalu minim karna tidak adanya komersialisasi di sekolah ini.

            Pada ruangan ini terdapat ac dan juga masih terlalu minim tingkat komersialisasinya.




KESIMPULAN:
            Dari beberapa fakta dan wawancara di sekolah ini, memang belum terjadi komersialisasi di dalam lembaga sekolah ini, adanya iuran untuk pelajaran praktek itu tak begitu memberatkan siswa karna semua di sesuaikan dengan keadaan ekonomi yang hamper 70% di sekolah ini golongan kebawah sisanya 30% golongan menengah. Jadi pihak sekolah tidak berani mengeluarkan komersialisasi pendidikan.

SARAN:
          lebih adanya ketegasan kepada pihak-pihak yang membuat/penyelenggara komersialisasi pendidikan, agar tidak ada lagi anak yang putus sekolah.

DAFTAR PUSTAKA


Kartono,st. Sekolah Bukan Pasar. Kompas. Jakarta : juli2009.

Nara sumber:
Supeni.Spd 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar