Page

Total Tayangan Halaman

Kamis, 05 Januari 2012

Estetika Tari

Estetika Tari
Rangkuman




Disusun oleh :
Arfini Puja Dwi Putri
2525096378
Jurusan Seni Tari
Fakultas Bahasa dan Seni
Universitas Negeri Jakarta
2011


1. CITRA DINAMIS

Yang dimaksud dengan citra dinamis adalah apa yang diciptakan oleh penari adaah tari, dan tari itu adalah perwujudan dari kekuatan-kekuatan aktif, yaitu sebuah citra dinamis. Semua yang dilakukan oleh penari sesungguhnya membantu dalam menciptakan apa yang sebenarnya kita lihat.

 namun apa yang kita lihat ssebenarnya adalah sebuah entitas virtual. Realita fisik yang tersaji: tempat, gravitasi, tubuh, kekuatan, dan pengendalian otot, serta benda-benda sekunder seperti cahaya, bunyi. Namun dalam tari, semuanya luluh, semakin sempurna tariannya, semakin sedikit kenampakan fisiknya. Apa yang kita lihat, dengar serta kita rasakan adalah kenyataan virtual, kekuatan gerak dalam tari, adanya konflik serta resolusinya, serta kehidupaan ritmiknya. Ini merupakan elemen-elemen perwujudan yang tercipta, dan tidak semata-mata bersifat fisik, namun tercipta secara artistik.

Yang diciptakan koreografer dalam tari yaitu citra dinamis berupa tari.

Menurut saya, citra dinamis adalah bagaimana memanfaatkan tenaga, ruang, dan waktu untuk membuat sebuah karya tari, karena apa yang terkandung dalam karya. Sedangkan Virtual adalah efek yang ditimbulkan dari gerak tari.

2. EKSPRESI

Ekspresi dalam pengertiannya yang terbatas dan memadai, merupakan sesuatu yang sama dalam setiap jenis karya seni. Apa yang tercipta pada dua macam karya seni misalnya, tindaklah akan sama adanya-inilah kenyataanya, yang membuatnya berbeda-kecuali dalam prinsip ciptaannya yang sama.

Karya seni adalah suatu bentuk ekspresi yang diciptakan bagi persepsi kita lewat indra atau pencitraan, dan apa yang diekspresikannya adalah perasaan insane. Kata “perasaan” mesti digunakan disini dalam pengertian yang lebih luas, maksudnya sesuatu yang bias dirasakan, dari sensasi fisik, derita hati maupun kesenangan, kegairahan dan ketenangan, sebagian emosi yang kompleks, tekanan pikiran ataupun sifat-sifat perasaan yang tetap terkait dalam kehidupan manusia. Dalam menetapkan apa karya seni itu, saya menggunakan kata-kata: “bentuk”,”ekspresi,” dan “kreasi.” Inilah kata-kata kuncinya. Kata-kata tersebut akan terus terkait.

Bentuk mempunyai banyak arti, seperti: struktur-struktur khas yang dikenal sebagai bentuk sonata,sestina, atau bentuk balada pada puisi, madrigal, atau simponi pada music, bentuk berhadap-hadapan dari dua baris penari pada tarian rakyat ataupun balet klasik, dan sebagainya.

Bentuk dalam pengertiannya yang paling abstrak berarti struktur, artikulasi, hasil menyeluruh dari hubungan berbagai factor yang saling bergayutan, atau lebih tepatnya cara dikaitnya keseluruhan aspek.

Pengertian abstrak, yang kadang-kadang disebut “bentuk logis”, melibatkan pengertian ekspresi, setidaknya sejenis ekspresi yang membuat seni itu memiliki sifatnya yang unik. Itulah yang menyebabkan bila seniman itu bicara tentang ‘bentuk,’ menggunakan konotasi abstrak, demikian pula bila berbicara tentang objek seni yang kasat mata dan bias diraba dimana bentuk itu terwujud.

Konsepsi bentuk yang sulit di mengerti tentunya diturunkan dari sesuatu yang naïf, yaitu dari wujud materinya. Mungkin cara yang paling mudah untuk memegang cita “bentuk logis” ini adalah dengan menelusuri asal-muasalnya.

Bentuk logis sendiri bukanlah sesuatu yang berbeda, tetapi sebuah konsepsi abstrak, atau lebih tepatnya konsepsi yang bias diabstraksikan. Biasanya kita tidak mengabstraksikannya dengan sengaja, tetapi hanya menggunakannya, seperti halnya kita menggunakan seperti halnya kita menggunakan pita suara untuk berbicara tanpa harus mempelajari cara kerja operasionalnya serta menerapkannya dalam pengetahuan kita.
Suatu bentuk ekspresi adalah apa saja yang bias dipahami dan dicitrakan secara menyeluruh, yang menunjukan tata-hubungan bagian-bagiannya, atau maksud yang dikandungnya, ataupun juga kualitas maupun keseluruhan aspek yang ada di dalamnya, sehingga mungkin bias menggambarkan secara analogis.

Transfigurasi(perubahan bentuk). Seluruh elemen-elemen yang tak terpisahkan dari realita subjektif ini membentuk apa yang kita sebut dengan “kehidupan batin’ insaniah. Perbandingan yang lazimatas unsure-unsur dari urut-urutan kehidupan ke dalam mental, emosi, dan unit inderawi kita merupakan skema simplifikasi perubahan tabiat yang membuat perlakuan ilmiah ini memungkinkan untuk bias dipikirkan perluasanya, namun mungkin kegunaannya menjadi terbatas, yaitu mendekati sebuah permasalahan dimana penyederhanaannya menjadi rintangan untuk pertanyaan dan penemuan lebih jauh ketimbang pengungkapannya, yang perkiraan logisnya bahkan cocok dengan apa yang diharapkan semula.

3. KREASI

Kreasi bukanlah selayaknya sebuah konsepsi nilai, seperti yang digunakan oleh pengusaha topi wanita atau pengusaha catering yang menyebutkan bahwa produk yang dihasikan adalah”ciptaannya.” Beberapa seniman yang berbakat pas-pasan menciptakan gambar yang sentimental yang vugar, nyanyian yang yang dangkal, tarian yang kekanak-kanakan, ataupun puisi yang sangat jelek, namun tokoh mereka disebut menciptakan karya-karya di atas.

Perbedaan antara kreasi dengan karya produk yang lain adalah sebagai berikut: pada objek sehari-hari, katakanlah sepatu misalnya, dibuat dengan menggabungkan bagian-bagian kulitnya menjadi satu; bagian kulit ini sudah ada sebelumnya. Sepatu ini merupakan sebuah konstruksi dari kulit. Ia memiliki keistimewaan wujud, guna, dan nama, namun masih berupa bahan dari kulit, dan masih dianggap seperti itu. Suatu lukisan dibuat dengan menebarkan cat di atas sebuah kanvas, namun gambar yang ada bukanlah merupakan struktur kesatuan dari wrna dan kanvas. Gambar yang muncul dari proses ini merupakan struktur ruang, dan ruangannya sendiri secara menyeluruh memunculkan berbagai perwujudan, serta berisi warna-warna yang kasat mata. Ruang maupun benda-benda yang terdapat pada gambar tersebut tidaklah ada sebelumnya di ruangan di mana gambar tersebut diletakan. Cat dan kanvas di atas tidak berada dalam ruang pictorial; keduanya berada dalam ruangan, sebagaimana keberadaan sebelumnya, walau tanpa perhatian khusus pun, kita bias menemukannya. Karena dengan sentuhan kita merasakannya masih ada disitu. Tetapi karena sentuhan itu ruang piktorialnya tidaklah ada.

Jelasnya, gambar adalah sebuah perwujudan Nampak oleh mata kita namun bukan untuk tangan kita, juga tidak bagi ruangnya yang kasat mata, betapa pun besarnya, yang juga tak memiliki kelengkapan akustik bagi telinga kita.

Ada objek-objek tertentu yang Nampak jelas di alam semesta ini, antara lain: bianglala, fatamogana, dan cermin di atas air yang tenang atau pada permukaan yang mengkilat. Contoh yang paling akrab adalah citra, yaitu di dalam cermin yang kita konstruksikan untuk mendapatkan refleksinya. Di dalam cermin inilah telah didapatkan pengenalan fisik dan deskripsi ruang seperti ini, yang menurut patokan umum dalam pengalaman praktis disebut dengan ilusi; ruang seperti ini disebut ruang virtual. Istilah “virtual” ini kita pinjam dari istilah teknik.

Sebuah gambar adalah perwujudan dari objek-objek virtual ( apakah itu berupa “benda” dalam pengertian biasa atau hanya gumpalan warna), yang ada dalam ruang virtual. Ruang di belakang kaca adalah fenomena tak langsung dari ruang yang sebenarnya. Tetapi ruang virtual dari sebuah lukisan adalah ruang yang diciptakan.

Ada semacam ruang virtual di dalam music, tetapi kedudukannya tidak dapat bertahan terhadap kepentingan utamanya seperti halnya pada seni visual. Tetapi kita memiliki pokok pemikiran yang cocok; music juga merupakan sesuatu yang tak nyata,”substansi” yang tercipta didapatkan dari bentuknya yang dibuat.

Dalam lukisan, ruang virtual bias saja disebut sebagai ilusi dasar, bukan karena dibuat pertama-tama oleh senimannya, sebelum ia menciptakan bentuk didalamnya-ruanganya muncul dalam garis dan warna, dan bukan sebelumnya- namun karena hal ini adalah apa yang selalu diciptakan dalam karya seni pictorial.

Musik juga memiliki ilusi utama, yang tercipta mana kala materi-materi nadanya mengakibatkan adanya sebuah impresi musikal. Keseluruhan teori seni ini berasal dari permasalahan”makna” di dalam musik.

Musik juga menyajikan sebuah ilusi yang jelas bagi kita, yang begitu kuatnya sehingga meskipun memiliki kejelasan, kadang-kadang tak dapat dikenali, karena dipetik untuk sesuatu yang nyata, yang berupa fenomena fisik, yakni fenomena gerak. Musik mengalun; melodinya bergerak, rangkaian nada-nadanya terdengar sebagai sebuah progresi. Perbedaan dalam urutan nada-nadanya adalah pada langkahnya, lompatan ataupun luncurannya. Harmoninya muncul, begeser, serta bergerak untuk mencapai resolusi. Sebuah bagian yang lengkap dari sebuah nada biasanya benar-benar disebut sebagai “gerak.”

Music tidaklah terbentang dalam waktu virtual yang tercipta oleh bunyi, sebuah aliran dinamis yang disajikan secara langsung, sebagaimana kaidahnya, tercipta bagi santapan telinga semata-mata. Waktu virtual ini bukan citra waktu seperti jam, namun waktu yang hidup, yang merupakan ilusi pokok dari musik. Waktu virtual ada di dalam music sedangkan ruang virtual ada di dalam seni plastis: kandungannya yang sangat subtansial, di atur oleh bentuk nada yang tercipta.

4. BENTUK HIDUP

Metafora lain dalam studio, yang dipinjam dari ranah biologi, merupakan pernyataan yang akrab yaitu bahwa setiap karya seni haruslah bersifat organis. Sebagian besar seniman tidak akan sependapat dengan pembahasan yang sangat harfiah bahwa ini adalah sebuah metafora. “sifat organis” secara mudah dan benar menunjukan, dalam perbendaharaannya, pada sesuatu yang bersifat khas dalam lukisan ataupun patung yang baik, sajak dan lakon, balet dan bangunan, serta petikan musik. Hal ini tidaklah menunjukan fungsi-fungsi biologis seperti halnya pada masalah pencernaan dan sirkulasinya.

Karena suatu karya itu “ memuat perasaan,” seperti unkapan yang umum dipergunakan, justru membuatnya hidup, mempunyai vitalitas artistic, dalam mempertunjukan “ bentuk hidupnya.”

Sentiesa (kesadaran impresi) sebagai sesuatu yang palingmendasar dari kesadaran munkin merupakan sebuah aspek dari proses organis. Dengan tahap-tahap pengembangan fungsi yang lebih tinggi, sentiensa yang lebih khusus berkembang, juga dengan: sensasi, emosi yang terpisah dan jelas (bukan secara menyeluruh), kegembiraan yang meluap, kegairahan dari kegelisahan jasmaniah, pengendalian terarah dan naluri yang kompleks, serta dengan setiap kompleksitasnya yang serta merta lebih subyektif.

Adanya alas an kenapa sebuah kerangka kejadian yang begitu rumit seperti halnya kehidupan seseorang yang mungkin bias berlangsung dan berada pada suatu pola dinamika yang berkesinambungan, adalah bahwa pada pola kejadian ini bersifat ritmis. Kita semua tahu bahwa apa yang banyakkita lakukan, seperti berjalan, mendayung, juga membelah kayu serta menganyam permadani, lebih mudah dilakukan ketika kegiatan itu ritmis. Biasanya orang berfikir tentang ritme sebagai urutan kejadian yang sama pada waktu yang singkat, seperti halnya interval waktu, yaitu, pemikiran ritme sebagai urutan yang periodik.

Saya piker ritme adalah sesuatu yang lebih berhubungan dengan fungsi dari pada kaitannya dengan waktu. Apa yang disebut dengan kejadian bukanlah sesuatu yang berlangsung dengan sederhana dalam segmen  waktu yang berubah-ubah. Suatu kejadian adalah perubahan di alam yang memiliki awalan dan penyelesaian.
Jika seni itu merupakan ekspresi kesadaran insane dalam citra metaforisnya belaka, bagaimanapun juga citranya harus mencapai suatu kemiripan dengan bentuk hidup. Semua prinsip yang telah kita pikirkan di atas haruslah mempunyai analogi dengan bentuk hidup dalam penciptaan seni.

Menurut saya, citra metaforik lebih mudah di lakukan manusia jika bersifat ritmik dengan pengulangan dalam waktu yang singkat dari pada melakukan citra metaforik dengsn cara tidak ritmik maka manusia akan rumit untuk menumbuhkan citra tersebut.

5. Persepsi Artistik & “Cahaya Alami”

Yang di maksudkan dengan persepsi artistik adalah.pengertian ekspresi dalam karya seni. Ekspresi dimiliki oleh setiap karya seni yang berhasil. ini tidak terbatas pada lukisan, sajak atau komposisi lain yang membuat rujukan pada keberadaan insani dengan perasaan-perasaanya, yang Nampak pada wajah dan gesture atau pun muatan situasi emosionalnya. Representasi dari perasaan adalah sesuatu, sedangkan ekspresi seni yang khas darinya adalah. sesuatu yang lain lagi. Sesuatu keseluruhan desain serta guci yang indah, bisa saja berbicara persis seperti ekspresi pada sonata-cinta atau lukisan religius.
 karena hal ini selalu berkaitan dengan perasaan, pengertian, emosi dan kesabaran yang disampaikan oleh karya seni yang baik. Makna hayati adalah. Elemen dari kehidupan yang dirasakan,yang diobjektifikasikan dalam karyanya,serta membuatnya dapat diterima oleh pengertian kita. Dalam hal ini, tak lain dan tak bukan, sesuatu karya seni merupakan sebuah simbol. Pada umumnya seniman dan pecinta seni sependapat bahwa ekspresi artistik adalah. Intuitif, Mereka akan mengatakan terjadinya secara spontan dan segera, tanpa dipikirkan, serta tanpa kepentingan logika. Selanjutnya seseorang akan menyatakan, bahwa kekuatan khusus dari intuisi-lah yang menguasai ahli seni untuk mengetahui kedalaman realitas, yang bagi orang tak beradab tak pernah bisa diketahuinya. Mereka menyatakan, bahwa pengetahuan ini timbul lewat perasaan, tidak dipikirkan, hal ini adalah irasional, serta merupakan sentuhan metafisik dengan suatu yang nyata.

Persepsi artistik adalah. semacam pemikiran yang ditunjukan, sebagaimana orang-orang berkat, lewat perasaan. Seakan-akan seorang bisa menggunakan perasaan untuk menggantikan pikirannya dalam mempertahankan suatu keyakinan. ini tidak menyangkut masalah keyakinan atau pun menguasai dukungan permasalahanya saja.

Mengajukan dua alternatif devinisi yaitu:

A. intuisi adalah kesadaran yang muncul dengan segera atas sebuah subjek,tentang beberapa entitas yang  khusus, tanpa bantuan pemahaman atau pun pemikiran yang akan menyebabkan adanya kesadaran tersebut.

B.intuisi adalah sebuah metode yang subjeknya menjadi sadar atas sesuatu yang benar-benar ada tanpa bantuan pemahaman ataupun pemikiran yang menyebabkan adanya suatu kesadaran semacam itu.

Metode semacam ini tidaklah ada. kita ambil sekarang suatu devinisi  yang lebih baik dalam menetapkan konsepsi intuisi, yaitu: intuisi merupakan suatu perasaan yang luar biasa serta kesadaran irasional dari apa yang ia sebut sebagai “hal yang khusus tersendiri “benda, fakta, atau macam-macam lainnya, namun keberadaanya selalu kongkrit.

“intuisi”dalam pengertian ini adalah sebuah peristiwa yang penuh misteri, pengalaman yang mengejutkan bila agaknya hal ini terjadi.

Tambahan lagi intuisi pada pengertian ini bertentangan dengan segala hal yang bisa di sebut pemikiran-pengamatan, memori, bukti, dan barangkali dugaan.

Penalaran adalah. alat yang sistematis untuk menemukan intuisi yang satu menuju intuisi yang lainnya. serta dalam mendapatkan intuisi-intuisi yang kompleks dan komulatif.

Apa yang saya maksudkan dengan intuisi pada dasarnya adalah. seperti yang disebut locke sebagai”cahaya alami”(barangkali dengan syarat dari pengetahuan intuisinya sendiri)saya piker intuisi adalah. dasar dari aktivitas intelektual, yang menghasilkan pengertian logika atau samantika.

6. ANALOGI YANG MENYESATKAN

Interelasi di antara semua cabang seni-lukis, patung, arsitektur, musik, drama, fiksi, tari, film dan lain-lainya yang mungkin anda kenal-telah menjadi topic lama yang patut dihargai dalam estetika. Doktrin-doktrin yang berlaku terhadap pertalian di atas, dengan cepat pula menjadi kuno atau ketingalan jaman. Dewasa ini doktrin tersebut telah diterima kembali untuk menegaskan bahwa semua seni itu sebenarnya hanya satu”Art”dengan huruf besar A.bahwa ada perbedaankarena hanya dibedakan atas materinya.

Tari adalah. bahasa gesture, drama sesungguhnya”merupakan suatu dithyramb (peryataan yangtentunya) adalah. musik yang beku.

Apakah perbedaan seni itu lama atau baru dalam teori estetika, pada kenyataannya memang kuno.

Jawaban dari pertanyaan ini biasanya adalah. apa saja yang dikerjakan seniman dengan menggunakan banyak sekali materi, karena itu tekniknya haruslah dibedakan, ini yang Nampak menjadikannya sungguh-sungguh berbedah. semua seni itu dalam esensinya satu, namun berbeda dalam variasi atributnya. dari situlah kita dapat menemukan sendiri pada jejak atributnya, dan semua kenyataan menarik yang muncul hanyalah mengantarkan kita semakin jauh meninggalkan paduan dasar Art(Seni) menuju pada perbedan-perbedaannya.

Kesulitan dengan pendekatan ini terhadap interelasi seni adalah. bahwa ini dibenarkan sebagai kenyataan untuk di mengerti, tetapi apakah telah yang dianggap benar terletak di belakangnya, dan karena itu tidak bisa sebagai objek penelitian yang terletak di hadapannya.

Kita mempelajarinya tidak lebih dari seputar kesamaan itu. kita sebaiknya hanya melewati atau menghindari setiap problematika yang Nampak, dengan tidak berfikir panjang lagi, untuk menyinggung beberapa yang lainnya. sebab hal ini tidak bisa benar-benar merupakan problematika seni, sehingga dengan ini kita terpaksa membatasi diri kita sendiri untuk memudahkan generalisasi yang bisa di nyatakan dengan aman (sebagaimana biasanya)” dari suatu sajak, subuah sonata, seoarang Raphael Madonna, sebuah tari yang indah”dan sebagainya.

Pendekatan saya terhadap problematika dari interelasi di antara seni telah dihadapkan secara tepat: yaitu dengan menggambil masing-masing seni sebagai suatu wilayah tersendiri dan mempertanyakan apa yang di ciptakannya, apa prinsip-prinsip kreasi seninya. seberapa jauh teba yang dimiliki serta kemungkinan materi-materi yang di kandungnya. perlakukan seperti ini memperlihatkan  perbedaan-perbedaan di antara  sebagai besar seni, baik yang bersifat plastis, mustikal, baletis, maupun puitis. dalam mengejar perbedaan ini lebih dari pada mengingkari kepentingannya dengan lantang, seseorang mendapatkannya lebih dalam dari pada yang di harapkannya.

Tetapi bila anda telusuri perbedaan-perbedaan yang ada di antara seni tersebut dengan lebih rinci lagi, sampailah pada suatu wilayah di mana tidak ada lagi perbedaan yang bisa diketemukan. ini adalah suatu titik di mana  perangkat strukturalnya lebih dalam citra ambivalen (citra perasaan yang berbedah) tekanannya yang bersilang, ritme-ritmenya yang kuat serta anologinya secara rinci, variasi, kesesuaian, pendek kata: seluruh pengaturan perangkatnya-mengungkapkan prinsip-prinsip bentuk dinamis yang kita pelajari dari sifat-sifat dasarnya sebagaimana secara pontan kita bisa belajar bahasa dari orang tua kita.

Kita tidak mengatakan bahwa suatu operasi bedah yang ceroboh adalah non-artistik (walaupun barangkali kita dapatkan tidak estetik). kemudian pengunaan”seni”dalam pengertian terbatas, saya definisikan: Semua seni adalah. kreasi dari bentuk ekspresi perasaan insani.

Lalu pada hakikatnya semua seni itu menciptakan bentuk yang mengekspresikan kehidupan perasaan (kehidupan perasaan ini, bukan saja perasaan yang terjadi pada seorang seniman) dan semuanya berlaku dalam prinsip dasar yang sama. Namun di situlah kesamaan yang mendasar itu berhenti. bila kita mengamati apa yang tercipta dalam berbagai seni di atas, kita sampai pada sunber perbedaan yang di turunkan oleh masing-masing seni dalam otonomi dan problematikanya sendiri.

Masing-masing seni menurunkan dimensi pengalaman yang khusus berupa semacam citra kenyataan yang khas. waktu virtual ini adalah perwujudan yang utama dimensinya, disitu bentuk yang di ciptakannya bergerak. disini saya tidak dapat menjelaskan lebih lanjut, kecuali hanya menunjukan penemuannya atas suatu penelitian yang dimulai dengan perlakukan masing-masing seni dalam istilahnya sendiri yang kemudian menjadi umum oleh tahapan generalisasinya.

Sebenarnya, perbandingan langsung adalah. metode penilaian yang terlalu tinggi dalam menemukan hubungan antar seni. jauh sebelum anda bisa membuat generalisasi dengan perbandingan atas proses keterlibatan actual dalam seni plastis, musik, puisi, dan semua macam kreasi yang lainnya. sehingga mengaitkan semua seni.

Impersonal adalah baletis (kata ”baletis” di sini menunjukan pada tari, bukan pengertian balet secara khusus. lainnya lagi, yang lebih menyolok (walaupun mungkin tidak lebih penting) adalah hubungan antar dua seni menjadi nyata dimana karya seni yang satu menyajikan pembentukannya dari karya seni milik ayng lainnya,suatu hal dimana dua seni biasanya dikatakan berkaitan.

Sebagai analogi yang berhasil tidaklah kemudian berhenti pada kecocokannya dari faktor-faktor materinya. begitupun hal tersebut di atas tidaklah bisa di perbandingkan konstruksinya. kesamaan-kesamaan yang membenarkan peminjaman kata judul di atas tertahan di natra masing-masing perumusan perasaannya, dan bila di raih dengan cara yang berbedah pada seni-seni yang berlainan.

Menurut saya, saya setuju dengan pendapat dalam buku ini yaitu: apa yang tercipta dalam berbagai seni diatas, kita sampai pada sumber perbedaan yang diturunkan oleh masing-masing seni dalam otonomi dan problematikanya.

7. IMITASI DAN TRANSFORMASI

Segala sesuatu tentang kenyataan, yaitu yang diekspresikan dan dibawakannya, harus diabstraksikan dari kenyataan tersebut. tidak ada artinya mencoba membawakan kenyataan secara murni dan bersahaja. Kehebatan dalam kemampuan pengucapannya di pergunakan pertama-tama dalam mengekspresikan pemikiran kita secara ilmiah.

Diabstraksikan dengan mandegnya suatu eksistensi dalam symbol-simbol misti,sebelum abstraksinya tumbuh cukup akrab menjadi pengertian umum yang membosankan dan didefinisikan dalam seluruh kaidah deskripsi geometri.

Bagaimana, dan oleh siapa abstraksi itu semula dibuat? oleh orang-orang yang memilik kedalaman piker pada setiap jaman, oleh kebanyakan pemakai yang punya kusa atas bahasa atau simbolisme yang lain, yang bisa memaksa kita untuk melihatnya lebih dari pada makna yang diterima pada umumnya dalam simbol-simbol yang akrab. abstraksi bahasa, yang menguasai sebagian besar pemikiran kita sehari harus muncul dari dasar itu juga.menyebarkan luas, namun fenomena yang sedikit dikenal ini dalam metafora.

Jadi inspirasi yang biasanya datang bagi intuisi semacam ini dalam objek yang di lihat seniman dengan kemungkinan bentuknya seperti yang di bayangkan dan di inginkan untuk kreasiny, dan dorongan hati pada seni primitif adalah imitasi bentuk alami yang bersifat ekspresif.

Hal ini membawa saya pada kasus tersendiri, dimana teknik di curahkan untuk pencapaian efek yang dimikiki signifikansi emosiaonal, melebihi seluruh imitasinya dan mencapai efeknya agar bisa dibicarakan dalam abstraksinya. tipe yang exstrem dari perlakukan ini mungkin lebih di tetapkan sebagai transfomasi ketimbang sebagai imitasi. ini di lakukan dengan membawakan penampilan yang di inginkannya tanpa representasi yang sebenarnya dengan kesamaan impresi inderawi pada suatu yang secara harafiah sama berkenaan dengan keterbatasan dan materinya yang masuk akal, yang tidak dapat meniru seperti apa adanya dari properti yang di inginkan pada modelnya.

Untuk mendapatkan efek spatial medium bunyi atau pemahaman atas cahaya yang sebenarnya dari sinar yang gemerlapan atau menyilaukan dengan warna ataupun bentuk tidak dengan penyinaran apapun yang khusus itulah yang saya maksudkan dengan mentranformasikan rupa suatu model ke dalam struktur inderawi dari jenisnya yang lain.

Penyampaian bentuk dengan perangkat selain dari garis bentuknya namun berkenan dengan tinta di atas merupakan pencapaian dari efek yang saya sebut ”transforrmasi”.

Menurut saya, konsep imitasi dapat kita lihat dari koreografer yang ingin menciptakan gerak melalui rangsang dengar ataupun penglihatan dan di imitasikan dalam gerak, dan di transformasi ke dalam kaidah-kaidah dalam seni tari tanpa melenceng dari alur budaya yang sudah ada, juga kita dapat mengabstraksikan gerak untuk menciptakan makna yang mendorong penikmat tari untuk memaknainya, semua akan bermuara pada efek penciptaan seni tari tersebut, bagus, jelek atau abstrakkah karya tari tersebut.

8. PRINSIP-PRINSIP SENI

Seni adalah. perihal keterampilan namun untuk suatu tujuan yang khusus yang menciptakan bentuk ekspresi secara visual, auditif atau bisa juga bentuknya dirasakan secara citrawi menyajikan sifat-sifat dasar perasan  insani.

Namun sesuatu yang membangkitkan minta seputar konsep dasar seni ini adalah. seluruh sebagian besar problematika seni yang muncul terkait denganya, bukan satu persatu namun terkait langsung atau tidak langsung satu dengan yang lainnya. otonomi dari beberapa seni serta kaitannya yang rumit satu dengan yang lainnya, yang lebih banyak ketimbang kandungan ciri-ciri umumnya ataupun elemen-elemennya yang sepadan orisinalitas maupun arti penting dari gayanya, kesinambungan sejarahnya tradisi dan perubahannya motivasi dan maksud yang disadarinya serta tujuannya yang tak berkaitan, peryataan diri, reprensentasi, anstraksi, pengaruh social, fungsi religinya, merubah selera dan problematika dalam kritik seni. pertentangan yang usang seputar kaidah-kaidah seni. dan celaannya pada ”teknik semata-mata.”

Penciptaan bentuk ekspresi yang dapat dirasakan adalah suatu prinsip seni namun pengunaanya penggambarannya tidak menjadi soal betapapun pentingnya. merupakan prinsip kreasi seni, Saya pikir adanya keyakinan bahwa konsepsi seni itu berubah dari masa ke masa berhenti pada sebuah pikiran yang keluar dari prinsip-prinsip yang paling umum pada pelaksanaan teknik artistiknya, yang berlaku pada periode dan kebudayaan tertentu seperti halnya prinsip seni itu sendiri.

Teori normatif yang ketiga sepertinya  muncul secara alami dalam benak kita, karena walaupun teori ini muncul lebih kemudian dari karangan poe .ini menyajikan salah satu dari norma-norma Poe yang itu-itu aja. yang menentanganya sebagai suatu yang memalukan. yaitu, pada sifat-sifat puisi dari Matthew Arnold.

Di dalam kajian seni tari banyak sekali prinsip-prinsip seni yang tidak bisa di rubah seperti pakaian, gerak seperti mendak dan mempunyai cirri khas masing-masing. Saya pikir adanya keyakinan bahwa konsepsi seni itu berubah dari masa ke masa berhenti pada sebuah pikiran yang keluar dari prinsip-prinsip yang paling umum pada pelaksanaan teknik artistiknya, yang berlaku pada periode dan kebudayaan tertentu seperti halnya prinsip seni itu sendiri.

9. SIMBOL SENI DAN SIMBOL DI DALAM SENI

Setiap konstruksi teoritis membutuhkan model. Khususnya jika anda ingin mendapatkan struktur yang terperinci anda harus memiliki sebuah model.

Perlakuan seni sebagai bahasa murni atau simbolisme, atau kerancuan yang lain antara symbol seni dengan symbol di dalam seni, seperti yang dikenal oleh para ikonolog ataupun psikolog masa kini. Menyadarkan adanya dasar serta luasnya perbedaan antara symbol asli dan karya seninya. Perbedaan yang ada jauh lebih besar dari pada yang telah kita sadari sebelum ini. Karena itu apa yang fungsinya saya sebut “symbol seni” yang setiap kasus, karya seni sebagai cangkupan keseluruhan, dan apa adanya lebih menyerupai sebuah fungsi simbolik dari pada suatu yang lain. Perasaan diekspresikan dengan baik atau jelek, dan dengan demikian karyanya menjadi baik, lemah ataupun jelek-perhatikanbahwa pada kasus yang terakhir ini seorang seniman akan memotifasinya sebagai sesuatu yang salah.

Makna dari sebuah bentuk ekspresi. Ini terasa lebih memadai karena karya itu bisa saja memiliki arti tambahan.

Beberapa fungsi simbolik, walaupun tidak seluruhan; khusus, bukan arti sesuatu yang lain, atau menunjuk pada sesuatu yang terpisah dengannya. Menurut definisi “symbol” yang biasa berlaku, suatu karya seni sebaiknya tidak digolongkan sebagai symbol semata-mata. Tetapi definisi yang umum tersebut merupakan nilai intelektual yang paling pokok dan saya  kita merupakan fungsi utama dari symbol- kekuatan perumusan pengalaman, dan penyajiannya secara objektif bagi suatu perenungan, intuisi logis, pengenalan, dan pengertiannya. Itu adalah artikulasi, atau ekspresi logis.

Menurut saya, beberapa symbol di dalam gerak seni tari mempunyai makna yang harus dapat disampaikan kepada penonton atau pengamat seni, symbol dalam seni tari pun juga terdapat dari alur cerita, judul, gerak, dan sebagainya.

10. KREASI PUITIS

Dalam membaca macam telaah semantika dari puisi mungkin seseorang tetap ingin tahu, kenapa bahasa puitis begitu sering ditunjukan sebagai “kreatif”, dan produknya sebagai  “kreasi puitis.” Dirangsang seperti mereka berkomunikasi sehari-hari di dalam masyarakatnya. Penamaan semacam sugesti serta ulasan “kreasi” sepertinya agak berbau pretensius, seperti kalau menunjuk pada semua karya seni sebagai “masterpiece.”
Dalam sebuah lukisan, esensi kreatifnya adalah pemunculan sebuah ruang, dalam pengertiannya bukan ruang dimana lukisan itu tergantung atau tempat penontonnyaa berdiri.

Sebuah factor yang tercipta dalam karya seni adalah elemen-elemen dari karya tersebut. Elemen-elemennya adalah apa yang kita temukan, bili kita menganalisisnya, baik secara kebetulan ataupun bila kita menganalisisnya, baik secara kebetulan ataupun bila dilakukan dengan seksama. Latar belakang serta bagian depannya, penonjolannya, langitnya yang kosong, gerak, aksentuasi, intensitas warna, kedalamanya yang Nampak gelap, serta objek-objek yang berkaitan satu dengan yang lainnya- semua ini adalah elemen-elemen lukisan.

Musik, seperti halnya seni lukis, semata-mata adalah bentuk yang diciptakan tidak untuk ruang, namun untuk waktu; materinya adalah nada serta perubahan titinadanya, kekerasan suaranya, dan kualitas yang ada, sedangkan elemennya adalah bentuk nadanya, pergerakannya, campurannya, resolusi, kandungan arah dan energinya, dalam menuju penyelesaian lagunya yang keras ataupun saat jedanya.

Citra yang muncul adalah esensi yang dihasilkan dari pengertian kata-kata tersebut. Keseluruhan yang dihasilkan sedikit banyak lebih daripada sebuah pernyataan harfiah; yang ini adalah pernyataan yang menampilkan fakta dalam suatu kejelasan khas.

Menurut saya, begitu pula dalam seni tari mempunyai citra tesendiri seperti intensitas geraknya, ruang gerak waktu tenaga, hitungan gerak yang berhubungan pula dengan music dan mempunyai fakta tersendiri yang khas.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar