Page

Total Tayangan Halaman

Kamis, 11 November 2010

Resensi Buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid 2 Jaman Kuna

Eksotisme Kerajaan Hindu Buddha Di Tanah Nusantara


Judul buku : Sejarah Nasional Indonesia II
Penulis : Marwati Djoened Poesponegoro

Nugroho Notosusanto
Penyunting : Bambang Sumadio
Penerbit : BALAI PUSTAKA
Cetakan : 1993
Tebal : xxii+553 Halaman

Jangan sekali – sekali melupakan sejarah, begitulah wejangan Presiden Soekarno kepada rakyat Indonesia. Dalam pembentukan kebudayaan manusia sendiri, sejarah merupakan pembeda manusia dengan mahluk lainnya. Karena kitalah mahluk yang menyadari ruang dan waktu. Berbeda dengan hewan yang tidak menyadari “keterlemparannya” sendiri dalam ruang dan waktu. Sebagai manusia, kita adalah mahluk yang menyadari bahwa kita “terlempar” kepada ruang dan waktu tersebut, sesuai dengan pemikiran Martin Heidegger. Untuk membuktikan kesadaran manusia tersebut, dibutuhkan, sebuah aktifitas, dan salah satunya adalah penulisan sejarah.

Jika kita menengok tentang keadaan sejarah manusia itu sendiri, terutama di Indonesia, kita bias mengetahui bahwa pada mulanya kepedulian tentang sejarah di Indonesia ini secara sistematis dan penjagaan dokumen, dimulai oleh bangsa eropa yang mengadakan kontak dengan wilayah kita, baik era pra-nasionalis maupun era nasionalis. Disini sudah wajar akan terlihat analisa yang menggunakan landasan berfikir yang orientalis, yang terkadang bersifat arogansi barat. Karena itulah dibutuhkan suatu analisa yang menjadi antitesis dari analisa mereka, yaitu penulisan sejarah yang bersifat nasionalis, atau dalam kasus ini penulis lebih menyukai dengan kata “Indonesia Sentris”. Penulisan sejarah yang bersifat “Indonesia Sentris” ini, saya definisikan sebagai upaya rekonstruksi sejarah yang mengacu pada semangat nasionalis Indonesia, dengan berlandaskan metode sejarah pada umumnya, dengan tambahan kemandirian penulisan sejarah Indonesia , dengan pemahaman dan pemikiran yang sesuai dengan sudut pandang banga yang merasakan sejarahnya sendiri.

Kenapa saya anggap hal diatas itu penting? Ada dua alasan saya. Pertama, saya merasa, jika bangsa ini jika tak dilatih untuk berani menulis sejarahnya sendiri, ditambah dengan mempercayai, serta mengidolakan secara sepenuhnya pada pemikiran asing, akan menyebabkan pemujaan dan pengidolaan terhadap pemikiran asing tersebut. Hal tersebut bagi saya menyedihkan. Kedua, mengikuti prinsip dialektika Hegel yang menekankan pencarian sintesa. Dimana sejarah Indonesia yang bersifat “Indonesia Sentris” ini, merupakan antitesis dari tesis sejarah Indonesia yang di rekonsturksi pandangan orientalis. Diharapkan dapat menemukan suatu sintesa tersendiri. Sintesa ini diharapkan mendapatkan suatu versi dari sejarah yang lebih baik dari sebelumnya.

Sejarah Nasional Indonesia, bisa dikatakan sebagai buku “standar wajib” dalam pemahaman pertama untuk memulai kajian terhadap sejarah bangsa Indonesia ini. Buku Sejarah Nasional Indonesia ini dibuat oleh sejarawan Indonesia yang menyadari pentingnya menyadarkan manusia Indonesia tentang sejarah bangsanya sendiri, yang berdasarkan semangat kebangsaan Indonesia. Buku Sejarah Nasional Indonesia itu sendiri dibagi menjadi enam jilid. Jilid pertama membahas pada jaman prasejarah di Indonesia, jilid kedua membahas jaman kuna, jilid ke tiga membahas jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan – kerajaan Islam di Indonesia, jilid keempat membahas abad ke Sembilan belas, jilid ke lima tentang jaman kebangkitan nasional dan masa akhir Hindia Belanda, dan jilid terakhir adalah jaman Jepang dan jaman Republik Indonesia. Yang penulis akan bahas saat ini adalah sejarah nasinal Indonesia jilid kedua dan edisi ke-4 cetakan kedelapan terbitan tahun1993.

Tebal, teoritis, dan komperhensif. Kira - kira itulah tanggapan pertama saya saat membaca buku tersebut. Buku yang menerangkan keadaan di Indonesia pada saat jaman kerajaan Hindu Buddha ini (awal masehi – 1500 masehi), memang sangat menarik. Hanya jika anda benar - benar tertarik uuntuk mengkaji keadaan peradaban pra-nasionalisme Indonesia. Beberapa teori dan fakta yang unik bisa kita temukan disini, salah satunya tentang keaslian tokoh Ken Arok, pemerintahan di Jawa yang bersifat kosmologinya sendiri. Selain itu buku ini juga memenceritakan sebagian perseteruan teori sejarah yang bersifat asing dan teori sejarah yang bersifat nasionalis. Seperti Wangsa Sailandra yang dipertanyakan asal usulnya. Selain itu pada beberapa halaman halaman akhir disediakan foto- foto prasasti, candi serta peta keadaan maritim nusantara pada saat itu.

Saya akan membahas buku ini secara sederhana dan menyertakan fakta–fakta yang unik, dengan tujuan menambah rasa keingintahuan agar memperdalam buku tersebut. Buku ini dibagi menjadi delapan bab. Bab pertama adalah berupa pendahuluan yang menceritakan keadaan nusantara baik hal geografis, ekonomi, dan politik internasionalnya. Bab kedua membahas kerajaan–kerajaan tertua yang ada di Indonesia, yaitu Kutai dan Tarumanegara. Bab ketiga menceritakan dua kerajaan di Sumatra, yaitu Sriwijaya dan Melayu, bab keempat menyinggung kerajaan Mataram yang berpusat di Jawa Tengah. Bab kelima membahas kerajaan Mataram yang berpusat di Jawa Timur. Bab keenam membahas kerajaan di pulau dewata Bali. Bab ketujuh membahas kerajaan Sunda. Dan bab terakhir membahas kerajaan terakhir sebelum masuknya kesultanan Islam yaitu Singhasari dan Majapahit.

Pada bab pertama diceritakan bagaimana kehidupan di Nusantara kita. Sebagaimana yang kita ketahui, kepulauan Indonesia terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia, sering diumpamakan sebagai jembatan di antara kedua benua tersebut. Bahkan penelitian prasejarah menunjukan, bahwa dimasa lampau berbagai suku bangsa telah memasuki kepualauan ini. Dari daratan asia tenggara, ada yang berasal dari indocina yang menyebar ke Indonesia bagaian barat, dan ada juga yang datang dari kepulauan Filipina dan menyebar di Indonesia di bagian timur. Lalu sebagian bangsa-bangsa itu kemudian menyebar di kepulauan Pasifik dan Australia, bahkan ada yang mencapai kepulauaan Madagaskar. Selain itu kelebihan lainya dari Nusantara adalah letaknya yang berada di jalur perdagangan jaman kuna, yaitu jalur antara India dan China.

Kedua negeri tersebut dikatakan sebagai negeri yang memiliki hubungan erat dengan keadan nusantara pada jamannya. Hubungan dengan peradaban India sendiri dapat diketahui dari kerajaan di Indonesia yang mengenal sistem kasta, bahasa dan tulisan yang bercorak Sansekerta. Selain itu dalam hal perdagangan, mereka memperdagangkan kayu gaharu dan cendana yang berfungsi sebagai pengharum, sedangkan rempah–rempah sendiri yang menjadi barang incaran Eropa di Indonesia tak begitu menjadi komoditas penting di India, karena India sudah terkenal dengan pertanian rempah-rempahnya. Sedangkan dengan cina, hubungan internasionalnya lebih dikenal dengan hubungan internasional dengan alasan perdagangan. Hal ini menurut Wolters dapat diketahui dengan adanya pengiriman delegasi kerajaan Indonesia ke negri Cina dan sebaliknya. Selain itu dokumen tentang keadaan Nusantara pada jaman itu sering ditulis oleh penjelajah Cina. Dari hal tersebut kita dapat mengetahui bahwa nusantara pada jaman dahulu sudah dikenal oleh bangsa lainnya dan kekuatan maritimnya bisa menjadi pertimbangan.

Selanjutnya diceritakan tentang dua kerajaan yang dianggap tua di Nusantara ini, yaitu Kutai dan Tarumanegara. Kutai , kerajaan yang bercorak Hindu Buddha yang telah diakui di Indonesia sebagai kerajaan tertua di Indonesia, memiliki keunikannya sendiri. Yaitu penemuan kerajaan itu sendiri tidak terekam oleh para penulis tambo di daratan Cina, mengingat bahwa penulis Tambo Cina memiliki kebiasaan untuk mencatat hal unik yang ditemui dalam perjalanannya. Kerajaan yang terletak di Kalimantan timur ini memiliki peninggalan berupa arca Buddha dan prasasti atau yupa yang menceritakan silsilah keluarga kerajaannya tersebut.

Keunikan lainnya adalah dalam prasati tersebut dikatakkan bahwa raja pertama sebagai pendiri kerjaan Kutai itu sendiri bukanlah Kudunga yang memiliki nama tanpa usur india, melainkan Aswawarman. Apakah hal itu dikarenakan Kudunga tidak secara total memasukkan peradaban India dalam sistem kerajaannya, atau mungkin karena dia sendiri tidak berasal dari golongan Hindu murni (yang lahir dari orang tua beraga hindu)?

Kerajaan selanjutanya adalah Tarumanegara. Keberadaan kerajaan yang berada barat Jawa ini, dikatakan telah ditulis oleh ahli bumi Yunani kuno yaitu Claudius Ptolemaeus. Dengan mengatakan ada sebuah kota yang terletak di pulau Iabadiou, yang disesuaikan dengan bahasa sansekerta menjadi Yawadipa, yang berarti pulau Jelai, dan menurut para sarjana besar kemungkinan pulau yang disebutkan ini adalah pulau Jawa. Tarumanegara sendiri meninggalkan banyak prasasti, seperti prasasti Muara Cianten, prasasti Kebon Kopi, prasasti Jambu, prasasti Tugu, prasasti Pasir Awi.

Hal menarik tentang kerajaan ini adalah, ada kemungkinan bahwa kerajaan ini memiliki agama selain Hindu dan Buddha. Bersumber dari Fa Hsien, seorang pengembara Cina, dengan mengatakan dia menemukan ada suatu agama kotor di dalam perjalanannya. Para sarjana sendiri berpendapat, bahwa agama yang dimaksud adalah agama Siwa Pasupata tapi yang lebih menarik adalah pendapat yang mengatakan agama yang kotor itu adalah agama orang Parsi (= Majusi/Zoroaster). Karena melihat mayat diletakan begitu saja di dalam hutan, seperti dalam kebudayaan Zoroaster, yang menaruh mayat dalam bangunan tinggi yang disebut dekhmeh dan dibiarkan begitu saja. Jika benar, maka hubungan internasional taraumanegara bisa saja sampai dengan Persia.

Cerita pun beralih ke dua kerajaan Sumatra, Sriwijaya dan Melayu. Sriwijaya, adalah kerajaan di Sumatra yang dijumpai pertama kali dalam prasasti Kota Kapur di pulau Bangka. Prasasti yang ditinggalkan hanya 6 buah. Prasasti ini ada yang menceritakan ekspansi kerajaan seperti prasasti Kedukan Bukit, dan ada juga prasasti yang menceritakan keadaan sosial di kerajaan tersebut, seperti yang ditulis oleh prasasti Talang Tuo.

Kerajaan ini merupakan kerajaan yang ekspansinya bisa dibilang luas. Dari bagian barat pulau Jawa, sebagian besar pulau Sumatra hingga Malaya. Dikarenakan Sriwijaya berhasil menguasai selat perdagangan di selat Malaka maka krajaan tersebut bisa mendapatkan kekayaan dari pajak perdagangannya tersebut. Tapi yang menarik adalah hubungan politik kerajaan ini dengan Cina dan bagaimana mereka bisa mengamankan wilayah perdagangannya dari serangan para bajak laut. Dikatakan bahwa hubungan antara sriwijaya dengan Cina berjalan dengan erat, hal ini disebabkan perdagangan. Bahkan dikatakan Sriwijaya sampai mengirimkan upeti ke Kaisaran Cina dengan tujuan , agar Cina tidak berdagang di derah Asia Tenggara yang lain. Lalu dengan dikuasainya wilayah selat malaka maka Sriwijaya menyusun strategi yang unik untuk mengamankan wilayahnya dari perompak, yaitu dengan bekerja sama dengan sebagian perompak agar mengamankan wilayahnya itu sendiri dari perompak yang lain. Jadi Sriwijaya tidak perlu membuat divisi sendiri yang bertugas mengamankan jalur perdagangan tersebut.

Kerajaan lainnya adalah kerajaan Melayu. Kerajaan ini pertama kali dikatakan berada di Jambi tapi sumber- sumber selanjutnya mengatakan bahwa negeri ini di semenanjung tanah Melayu. Wilayah ini pertama kali dikuasai oleh Sriwijaya, namun pada akhirnya negeri ini memiliki kekuatannya sendiri. Sumber yang mengatakan keberadaan kerajaan tersebut berdasarkan Kisah Pamelayu, yang menceritakan ekspansi Negara Singhasari. Dan dikisah tersebut Melayu dikatakan sebagai suatu kerajaan yang berdiri sendiri.

Di pulau Jawa sendiri memiliki kerajaan yang unik yaitu kerajaan Mataram .Kerajaan ini mula-mula terletak di pulau Jawa bagian tengah yang kemudian ke Timur dan berdiri sekitar abad ke 8 dan ke 9 M. Kerajaan itu dikatakan didirikan Wangsa Syailandara. Hal ini diketahui dari prasasti Kalasan. Terdapat hal menarik dalam mencari darimana Wangsa Syailandara itu berasal. J.L. Moens memberikan teori bahwa Wangsa Syailandra itu berasal dari India selatan, yang semula berkuasa di Palembang, tetapi melarikan diri ke Jawa karena serangan Sriwijaya. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Wangsa Syailandra itu berasal dari Kambodja, pendapat itu dikatakan oleh G. Coedes. Tapi pernyataan tersebut dibantah oleh R.Ng. Poerbatjaraka, yang merasa tersinggung dengan anggapan bahwa bangsa Indonesia hanya bisa didipimpin oleh bangsa asing. Dalam kerajaan Mataram ini terdapat dua kekuatan dinasti yang pernah memimpin kerajaan ini, yaitu wangsa Syailandra dan wangsa Sanjaya.

Kerajaan Mataram berpindah di Jawa Timur. Kerajaan ini dipimpin oleh Wangsa Isyana, dan ditemukan dalam prasasti Pucangan, yang dikeluarkan oleh raja Airlangga. Dinasti ini dimulai dari Mpu Sindok, yang dikatakan memindahkan kerajaan Mataram ke timur. Alasan kenapa kerajaan ini dipindahkan karena meletusnya gunung merapi yang luar biasa.

Dari era ini bisa kita prediksi, bahwa ada sistem birokrasi dalam pemerintahannya. Dengan menyebutkan ada jabatan dalam kerajaannya, seperti gusti, kalang, winkas, tuha wanua, parujar, hulair, hulu wras dan lain – lain. Memang belum ada bukti secara pasti, pekerjaan apa yang dilakukan dengan jabatan tertentu. Tapi berdasarkan arti katanya kita bias memperkirakan pekerjaan apa yang dilakukan. Seperti hulair, yang berarti hulu air, bisa dianggap sebagai orang yang berurusan dengan perairan atau irigasi desa. Tuha wanua, yang berarti orang yang dituakan bias diartikan sebgai orang yang memimpin suatu desa tersebut.

Bali Juga memiliki perannya dalam sejarah era kuna di Indonesia. Kerajaan ini tidak terdokumentasikan oleh kitab kitab sejarah cina. Sumber tersebut hanya dapat ditemukan di Bali sendiri. Raja yang pertmakali dikenal adalah Sri Kesariwarmmadewa, yang bersumber dari prasasti Belanjong.

Walaupun ajaran hindu sangat kental di Bali, tapi tidak serta merta melenyapkan kebudayaan keagaaman lokal, hal ini dapat dilihat dengan peti mayat (sarchophagus) yang dianggap leteh(kotor) malah disimpan dalam beberapa pura yang di anggap suci.

Kerajaan Sunda

Kembali kepualau Jawa, kerajaan yang dibahas buku ini adalah kerajaan Sunda. Sumber utama kisah kerajaan di tanah Sunda adalah Carita Parahiyangan. Cerita itu sendiri merupakan nama suatu naskah Sunda kuna yang dibuat pada akhir abad ke-16, yang menceritakan sejarah Tanah Sunda, utamanya mengenai kekuasaan didua ibukota kerajaan Sunda yaitu keraton Galuh dan keraton Pakuan. Naskah ini merupakan bagian dari naskah yang ada pada koleksi Museum Nasional Jakarta dengan nomor register Kropak 406. Naskah ini terdiri dari 47 lembar daun lontar ukuran 21 x 3 cm, yang dalam tiap lembarnya diisi tulisan 4 baris. Aksara yang digunakan dalam penulisan naskah ini adalah aksara Sunda.

Kerajaan di tanah Sunda ini bisa dibilang berada di tepian jaman peralihan kerajaan yang bersifat Hindu Buddha keera kesultanan Islam. Di kerajaan ini pulalah hubungan dengan bangsa Eropa telah masuk. Portugis diktahui pernah menjalin hubungan dengan kerajaan sunda yang diketahui bernama ratu samiam dengan tujuan menahan dari ekspansi dari Islam yang dipimpin oleh Maulana Hasanuddin yang dibantu anaknya maulana yusuf. Dari kejadian ini bias diketahui bahwa wilayah jawa terutama sunda kelapa telah menjadi pusat perdagangan yang metropolitan, dengan masuknya pengaruh agama islam dan Intervensi dari bangsa portugis dalam keadaan sosialnya.

Pada bab terakhir buku sejarah nasional Indonesia membahas tentang kerajaan Singhasari dan Majapahit.Kedua kerajaan tersebut adalah kerajaan terakhir era hindu Buddha dan juga yang terhebat pada masa sebelum Kesultanan Islam didirikan. Pada akhir masa kerajaam Kediri daerah Tumapel akan melahirkan kerajaan yang hebat yaitu kerajaan Singhasari. Siapa yang mendirikan kerajaan itu sendiri memiliki dua versi, yang pertama berdasarkan Kitab Pararaton dikatakan kerajaan itu didirikan oleh Ken Arok, pada saat itu Tumapel yang masih dibawah kekuasaan kerajaan Kediri memiliki seorang akuwu (pemimpin daerah) yang bernama Tunggul Ametung. Setelah berhasil membunuhnya, Ken Arok juga memperistri istri akuwu tersebut, yaitu ken dedes, dan juga berusaha membuat daerah Tumapel terpisah dari kekuasaan Kediri. Tapi menurut Kakawin Negarakretagama yang menjadi pendirinya adalah Rangga Rajasa Sang Girinathaputra, sebab dalam Kekawin tersebut tidak diceritakan kisah tentang Ken Arok.

Diceritakan bahwa Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari (1268 - 1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan kawasannya ke luar Jawa. Pada tahun 1275. Ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagaraantara lain, Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.

Singhasari memilliki hubungan dengan kerajaan selanjutnya yaitu Majapahit . literatur Pararaton, Nagarakretagama,dan prasastiKudadu mengisahkan RadenWijaya cucu Narasingamurti yang menjadi menantuKertanagara lolos dari maut. Berkat bantuan Aria Wiraraja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni oleh Jayakatwang dan diberi hak mendirikan desa Majapahit.Pada tahun 1293 datang pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese untuk menaklukkan Jawa. Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari tanah Jawa. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai kelanjutan Singhasari, dan menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang didirikan oleh Ken Arok.

Kerajaan Majapahit mencapai Punncaknya berada dalam masa kekuasaan Hayam Wuruk yang juga menghasilkan tokoh yang terkenal yaitu Gajah Mada.

Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.

Kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina. Namun demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa,Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.

Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk memiliki keinginan untuk mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisuri untuk rajanya. Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan. Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan "bela pati", bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya. Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam Nagarakretagama.

Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.

Setelah saya membaca dan merangkum secara garis besar buku sejarah nasional Indonesia tersebut saya mengambil beberapa kesimpulan tentang keunggulan dan kekurangan buku tersebut.

Buku ini tergolong lengkap dalam penjelasan sejarah nusantara pada era kuna. Banyak hal yang detail yang jarang dibahas dalam buku sejarah pada umumnya dijelaskan disini. Seperti kerajaan di Bali yang jarang diketahui orang banyak, dan inilah yang menjadi perhatian saya. Saya sendiri yang baru menggeluti bidang sejarah sering terkejut dengan fakta sejarah, teori-teori dan rekonstruksi sejarah yang ditulis dalam buku ini. Seperti permasalahan asal usul Wangsa Syailandara.Karena yang saya ketahui masih berdasarkan satu sudut pandang, dan buku ini membuka sudut pandang saya lebih luas lagi. Buku yang ditulis oleh Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, dkk ini, memang komferhensif dan mendetail, dan wajar saja menjadi buku sejarah standar yang harus dipelajari untuk memulai pemahaman tentang Indonesia. Selain membaca tulisan, di halaman terakhir buku ini, dimasukan juga gambar–gambar sebagai penghibur mata kita.

Tak ada gading yang tak retak, seperti juga buku ini. Menurut saya ada dua kelemahan buku ini.

Pertama, dalam hal judul buku secara umum, saya sendiri merasa bingung, jika kita membahas sejarah Indonesia secara nasional, kenapa memasukan kerajaan yang bersifat tribal atu kesukuan? Bukankah nasionalisme Indonesia dimulai dari era Boedi Oetomo yang sudah memisahkan semangat kesukuan? Lebih masuk akal menurut saya jika buku ini diberikan judul sejarah peradaban didaerah Indonesia dari keadaan pra-nasionalis hinggap pasca nasionalis.

Kedua, dalam segi pembahasaan buku ini sangat kaku dan baku. Sehingga orang yang tidak memiliki satu antara kedua hal ini, yaitu kegemaran atau tugas tentang sejarah, akan memilih untuk berhenti membaca setelah beberapa halaman. Menurut saya jika suatu buku yang teoritis bisa dibahasakan dengan cara ringan dan menarik tanpa menghilangkan teori – teori pentingnnya, itu adalah buku yang baik, sebab membuat semua kalangan tertarik untuk menambah pengetahuan tentang sejarah bangsanya sendiri. Karena salah satu kegunaan dari sejarah bangsa adalah menumbuhkan jiwa nasionalis dan patriotisme, dan bagaimana seseorang bisa mentalitas itu dibentuk? Jika saat membaca tentang sejarah bangsa sendiri, tidak bersemangat karena tak paham dan bosan.

Saya akui bahwa, buku ini memang pantas di anggap buku standar pemahaman sejarah Indonesia secara teoritis. Buku ini memang berguna jika anda sangat tertarik dengan sejarah kerajaan Hindu Buddha yang pernah ada di Indonesia, yang sangat kental dengan peperangan dan keeksotisan budaya Nusantara kita. Tetapi saya secara pribadi tidak akan menyarankan, bagi orang yang tidak suka membaca buku yang rijid dan kompleks untuk membaca buku ini.

Rabu, 03 November 2010

Rasionalisme Vs Empirisme = Kritisisme

Rasionalisme Vs Empirisme = Kritisisme


Rene Descartes

Lahir pada 31 Maret 1596 La Hayee, Touraine dan meninggal di Swiss pada tanggal 11 Februari 1650. Seorang yang disebut sebagai Bapak filsfat modern, karena berdasarkan konsepnya filsafat bisa terlepas perlahan dari heteronom teologi dan menjadi semakin otonom.

Filsafatnya sangat kental dengan paham Rasionalis. Filsafatnya dimulai dari pencarian akan suatu kebenaran yang pasti, tetap dan tak bisa diragukan dengan metode miliknya sendiri yaitu metode keraguan, sampai berhenti di satu titik dan menghasilkan “Cogito Ergo Sum” –aku berpikir maka aku ada- yang tak akan bisa diragukan lagi karena itu sudah benar-benar Clear And Distinct. Selain itu dia juga menghasilkan paham dualisme antara tubuh dan jiwa tentang manusia yang bisa dibandingkan dualisme Plato. Refleksinya tentang substansi dan manusia tersebut menghasilkan pemahaman tentang res cogitan dan res extensa. Selain itu yang menarik dari Descartes adalah dalam penjelasannya tentang dualisme dia akan menghubungkan dengan ilmu biologi, yang menyatakan bahwa jiwa dan tubuh bisa berinteraksi, karena ada Grandula Spenalis di otak. Pada paragraph selanjutnya penulis akan menjelaskan ajaran Descartes dengan cara sesederhana mungkin dan menggunakan contoh pada kehidupan disekitar kita.


Cogito Ergo Sum


Dalam mencari kebenaran tentang pengetahuan atau epistemologi. Descartes berpendapat harus dimulai dari sesuatu yang ada, pasti, tetap dan tak bisa diragukan lagi. Karena pernyataan itulah Descartes memulai metode meragukannya. Metode yang mengajarkan kita harus bisa meragukan ssesuatu hal yang belum jelas kepastiannya, dan hal pertama yang diragukan oleh Descartes adalah dunia diluar kita dan alat untuk mendapatkannya, yaitu indra. Pernahkah kita mengalami pengalaman seperti ini? Kita melihat ada sosok lelaki atau perempuan yang kita kenal dari jarak yang jauh, tapi saat kita dekati ternyata mata kita menipu dan kita tahu bahwa itu orang yang berbeda. Itulah salah satu contoh bahwa kita bisa tertipu oleh indra kita. Selanjutnya kita juga bisa meragukan keadaan dan keberadaan kita sekarang, apakah kita benar-benar berada di situasi sekarang ? apakah kita benar-benar sedang dalam ruangan kelas ini dan belajar matakuliah PFPM? Bisa saja kita sedang bermimpi, seperti dicontohkan dalam film The Matrix, dimana kita sebenarnya berada dalam alam virtual dan semua hal yang kita rasakan tak lebih dari hal yang semu dan semua sensasi kita adalah program dari komputer Matrix. Setelah kita meragukan itu semua apalagi hal yang kita bisa ragukan? Apakah kita bisa meragukan diri kita yang ragu-ragu? Jawabannya adalah tidak, dan hal itu tak bias diragukan karena sudah benar-benar jelas dan terpisah dari pengaruh yang lain atau dengan kata lain clear and distinct. Kita telah secara sadar bahwa kita bisa meragukan sesuatu dan hanya pikiran atau Cogito kitalah yang bias melakukan hal tersebut. Hal inilah yang menghasilkan faham utama Descartes yaitu, “Cogito Ergo Sum” saya berpikir maka saya ada, dengan kata lain hanya rasio akulah suatu yang benar-benar ada dan tak bisa diragukan keberadaannya.


Sang Hantu Dalam Mesin


Berdasarka metode keraguannya yang memfokskan rasionalitas maka Descartes berpendapat ada ide-ide bawaan dalam rasio kita. Yang pertama adalah res cogitan, res extensa, dan ide tentang Allah. Saat ini penulis akan memfokuskan tentang res cogitans dan ras ekstensa milik Descartes. Res cogitans adalah kesadaran tentang rasio milik kita yang mampu memikirkan sesuatu seperti aksioma (contoh: bujursangkar adalah bangun datar yang memiliki 4 buah sisi sama panjang) dan sadar dengan dirinya sendiri, yang kedua adalah res extensa, yaitu idea bawaan yang mengatakan bahwa saya bisa menyadari keadaan diluar saya sendiri yang materi, -walaupun pada awalnya hal itu diragukan- dengan pernyataannya bahwa ada pemisahan antara aku yang bersifat nonmaterial (seperti rasio) karena memliki ide res cogitan dan aku bersifat material (seperti, tubuhku) karena memiliki res ekstensa untuk memahami hal yang ada diluar kita dan bersifat materil. Pertanyaan yang akan timbul adalah jika kedua hal tersebut berbeda bagaimana bisa saling berhubungan? Dikatakan bahwa manusia memiliki Glandula Spenalis di otak yang berfungsi sebagai penyuplai jiwa ke tubuh. Disini terlihat juga prinsip mekanistis dalam pemikirannya. Berdasarkan pernyataannya, bisa dikatakan bahwa manusia itu seperti Hantu yang menggerakkan mesin.


Gottfried Wilhem Von Leibniz


Lahir pada 1 juli 1646 di Leipzig, di Saxony dan meninggal di Hannover pada tanggal 14 november 1716. Merupakan orang yang memiliki sumbangan besar kehampir semua cabang ilmu pengetahuan seperti fisika, matematika, teologi, dan juga filsafat. Sumbangan terbesar dalam filsafat adalah ontologi, metafisika, dan epistemologi dengan ajaran tentang monad.


Kita Mustahil Berinteraksi Dengan Yang Lainnya


Leibniz berpendapat ada banyak substansi dalam realitas. Substansi itu disebut monad (monos=satu; monad=satu unit). jika terkecil dalam geometri adalah titik. Dalam fisika yang terkecil itu atom. Maka dalam metafisika yang terkecil disebut monad. Kata terkecil bukanlah suatu ukuran, melainkan sebagai tidak berkeluasan, maka monad itu bukan benda atau immaterial. Monad-monad bukanlah hal jasmaniah, melainkan kenyataan mental (mental state),yang terdiri dari persepsi dan hasrat. Leibniz membayangkan monad sebagai forces primitives, daya purba yang tidak material, melainkan spiritual. Dengan kata lain, yang ia maksud sebagai monad adalah kesadaran diri tertutup, sejajar dengan Cogito tertutup Decartes. Dalam sebuah pernyataannya yang kemudian termasyur, dia mengatakan sebagai berikut: Monad - monad tak memiliki jendela untuk keluar atau masuk. Karena itu, setiap monad memiliki sudut pandangnya sendiri dan sudut pandang ini melukiskan kenyataan yang melingkunginya. Di antara monad - monad tak ada interaksi, sebab masing-masing merupakan kenyataan mental yang sudah cukup diri (self sufficient). Monad adalah sebuah sistem tertutup yang cukup diri. Setiap monad memiliki cermin hidup alam semesta.

Penjelasan Leibniz bahwa monad-monad sudah cukup diri menimbulkan persoalan. Bagaimana aku mengetahui kenyataan di luar diriku? Jawaban Leibniz adalah sebagai berikut. Setiap monad memiliki sifat-sifat yang jumlahnya tak terhingga, sebab setiap monad mencerminkan seluruh alam semesta dari sudut pandangnya. Dengan kata lain, setiap monad mencerminkan semua monad lainnya. Misalnya, saat “Aku” menyadari selembar daun jatuh di depanku, kesadaran “Aku” itu merupakan sebuah keadaan dari monad yang mencerminkan keadaan monad-monad lain yang bersama-sama mengidentifikasikan “daun”, sedemikian rupa sehingga dari sudut pandang kesadaranku aku sadar bahwa daun itu jatuh.

Kalau dunia dan kesadaran adalah monad-monad yang terisolasi satu sama lain, bagaiman menjelaskan gejala adanya ketertaturan dan hubungan timbal balik. Leibniz menjawab adanya Allah pada saat penciptaan mengadakan keselarasan yang ditetapkan sebelumnya (Pre-established Harmony) di antara monad-monad. Jadi, meskipun monad - monad memiliki momentumnya sendiri - sendiri, mereka akan cocok satu sama lain, sehingga menimbulkan ilusi bahwa mereka berinteraksi satu sama lain. Misalnya, air yang diletakkan di atas api menjadi panas bukan karena api, melainkan monad air, api dan panas bersesuaian satu sama lain. Allah, Sang Pengharmoni, telah menetapkan bahwa peristiwa yang terjadi pada monad lain. Jadi, hubungan timbal balik di antara monad - monad hanya kelihatannya ada. Lalu apakah Allah itu? Dalam pemikiran Leibniz Allah juga monad, tetapi bukan sembarang monad, melainkan monad purba yang merupakan aktivitas murni.
Sumbangan sistem monadologi adalah penghargaan terhadap bagian-bagian alam semesta ini di mana bagian-bagian ini mempunyai keterkaitan satu sama lain, terutama dalam menciptakan suatu keadaan terhadap realitas alam semesta ini.

Memang sulit jika memahami secara literal maksud dari monad Leibniz. Kita bisa memahami dengan membuat analogi tentang orang yang berada dalam ruangan tertutup dan hanya memiliki komputer dalam ruangannya. Mari kita bayangkan jika kita terkurung dalam ruangan tersebut, dan komputer yang ada di ruangan kita telah memiliki data – data yang terinstall segala hal yang ada di dalam ruangan dan di luar ruangan kita. Setelah itu ketika orang itu ingin mengetahui keadaan diluar kita dia cukup mencari dikomputernya. Jika kita membahas tentang bagaimana kita dapat mengetahui keadaan monad lainnya, diluar saya tanpa berinteraksi dengan monad lain . Kita dapat analogikan, saya cukup melihat dari komputer saya, dan saya tak perlu keluar dari ruangan saya. Dan jika kita menanyakan bagaimana penjelasan tentang Pre-established Harmony oleh Tuhan, bisa dianalogikan dengan teknisi komputer yang telah menginstal hardware maupun software computer tersebut

Menurut pendapat saya pribadi Leibniz lebih konsekuen dengan rasionalitas yang bersifat subyektif dibandingkan pendahulunya yaitu Descartes. Dengan penjelasannya terhadap Monad yang dikatakan tak bisa berinteraksi dengan monad lainnya. Berbeda dengn Descartes yang pada akhirnya mengakui ada dunia diluar kita.


John Locke


Lahir 29 Agustus 1632 – meninggal, 28 Oktober 1704 pada umur 72 tahun adalah seorang filsuf dari Inggris yang menjadi salah satu tokoh utama empirisme modern . Selain itu, di dalam bidang filsafat politik, Locke juga dikenal sebagai filsuf negara liberal.

Kontribusi Locke dalam filsafat dapat dilihat dari sudut pandang epistemologis dan juga filsafat politik. Dalam epistemologisnya, dia mengajarkan tentang paham empirismenya yang menghasilkan konsekuensi bahwa rasio pada awalnya seperti tabula rasa atau Blank Slate dan filsafat politiknya mengedepankan tentang ajaran Liberalisme miliknya, yang mengedepankan hak dari individu manusia terutama 3 hak, hak property, hak kebebasan,dan hak hidup serta kontak sosial miliknya yang menegaskan tentang tugas dari suatu negara.


Kita lahir seperti selembar kertas putih


Sebelum memulai dengan pemahaman Locke tentang empirisme, saya akan menjelaskan secara sederhana apa itu empirisme, empirisme adalah aliran epistemologi yang mengedepankan bahwa sumber dari pengetahuan berasal dari pengalaman, dan bagaimana cara kita mendapat pengalaman tersebut menggunakan indra, sedangkan rasio itu sendiri hanya bersifat sebagai alat pengumpul data. Pernahkah kita bertanya pada diri kita sendiri? Apakah mungkin kita bisa mengetahui sensasi asinnya garam tanpa mencoba garam tersebut? Apakah mungkin kita bisa menjelaskan panasnya api, tanpa merasakan api tersebut? Apakah kita dapat mengetahui warna merah tanpa sebelumnya kita melihat benda yang dikatakan berwarna merah tersebut? Tentu saja jawaban yang cocok adalah tidak. Dengan pernyataan diatas maka John Locke dapat mengatakan bahwa tidak ada pengetahuan bawaan saat kita lahir ,seperti yang sering dikatakan oleh para rasionalis, dan hanya dengan pengalaman atau cara empiris yang berdasarkan indralah kita dapat mendapatkan pengetahuan itu. Berdasarkan pemahaman seperti itulah John Locke dapat mengatakan bahwa pemikiran (rasio) kita pada saat lahir itu kosong seperti kertas putih dengan kata lain Tabula Rasa.
Untuk memahami epistemologi empiris milik John Locke, kita bisa mengambil contoh dengan air yang dipanaskan, air itu memiliki Kualitas Primer yaitu, berwarna bening, bahan yang cair, memiliki massa dan lain sebagainya. Disini pemahaman kita masih sangat sederhana dan akhirnya menghasilkan ide dari kualitas tersebut. Kemudian jika ketiga idea tersebut di gabungkan maka terciptalah idea tentang air yang dipanaskan seperti yang kita ketahui pada umumnya. Idea komplek tersebut dibentuk dengan cara substansi (Hal yang dapat berdiri sendiri, dalam kasus ini, air), modus(ide komplek yang terjadi karena bergantung dengan keadaan substansi, dalam kasus ini air bentuk air tergantung wadahnya karena sifat air itu cair), dan relasi (hubungan timbal balik dalam kasus ini, air menjadi panas karena dipanaskan oleh api). Setelah itu kita bisa memahami kualitas sekunder dari air panas itu, seperti air yang dipanaskan itu nyaman dipakai untuk berendam. Disinilah kualitas sekunder dipahami sebagai efek dari benda itu yang dirasakan secara subyektif.
Pemahaman ini memiliki konsekuensi dalam kehidupan. Dengan paham tabula rasa, kita mau tak mau mengakui bahwa pengetahuan yang kita ketahui pastilah berasal dari luar kita, baik berupa data empiris maupun dogma, dan dalam karakteristik kita pun dibentuk dari budaya ataupun dogma yang kita terima dalam kehidupan kita, maka wajar sajalah John Locke mementingkan pendidikan karena dari pendidikan karakter manusia dibentuk.


The Reason Why Men Enter Into Society Is The Preservation Of Their Property


Kontribusi John Locke dalam filsafat politiknya terlihat dari paham liberalisme yang, yang mengatakan bahwa manusia bebas dan memiliki hak yang dimilikinya semenjak dia lahir, yaitu hak properti atau hak milik dari harta benda, hak hidup, dan hak kebebasan. Hak itu dia tunjukan dalam konsep kontrak sosial miliknya. Locke mengatakan bahwa ada suatu masa dimana manusia hidup di alam dan manusia menghargai hak manusia lain, tetapi datang suatu masa ketika manusia mulai merasa kurang dan ingin lebih, dan imbasnya manusia mulai merampas hak milik orang lain, sehingga manusia dengan segala cara berusaha mempertahankan haknya sampai dengan cara kekerasan. Oleh karena manusia merasa kehidupannya menjadi was - was dalam mempertahankan haknya pada akhirnya dibuatlah pemerintahan dengan tujuan sebagai penjaga hak pribadi masyarakat dan mencegah warganegaranya tidak saling berebut hak yang bukan miliknya.

Kita bisa membayangkan keadaan awal itu seperti awal ekspedisi Inggris yang menguasai lahan di benua Amerika, pada saat itu orang membangun dan mencari penghidupan dengan bebas, dan untuk menjaga hak milik pribadinya mengancam bahkan menembak orang lain yang masuk dalam wilayah properti miliknya di anggap hal yang wajar. Tapi karena manusia tidak merasa puas dan mau mendapatkan hal yang lebih, maka bisa terjadi konflik antara orang yang mempertahankan haknya dengan orang yang merebut hak orang lain. Persoalan akan bertambah runyam jika konfilik itu dimenangkan oleh sang perempas hak orang lain, apa yang bisa dilakukan oleh orang kehilangan haknya? Karena itulah pada akhirnya dibentuk pemerintahan untuk menjadi penjaga hak pribadi.


David Hume


Lahir 26 April, 1711 dan meninggal pada 25 Agustus, 1776 adalah filsuf Skotlandia, ekonom, dan sejarawan. Hume merupakan filusuf besar pertama dari era modern yang membuat filosofi naturalistis. Selain itu dia juga penyumbang pemikiran filsafat empiris yang lebih radikal dibandingan John Locke, dan dia akan dikenal dengan pandangan tentang skeptisime radikal yang akan menggoncang pemahaman empiris pada locke. Selain itu dia mengkritk konsep logika tentang kausalitas atau sebab akibat, dan pada akhirnya mengkritik induksi, yang pada dasarnya alat utama empirisme dalam menghasilkan pengetahuan.

Kausalitas tak lebih dari animal faith

Kausalitas adalah konsep yang menyatakan bahwa suatu kejadian pasti disebabkan oleh kejadian sebelumnya. Jika kita memahami konsep kausalitas itu, kita pada akhirnya akan bertanya, bukankah hal itu adalah yang pasti dan lumrah, bagaimana bisa David Hume skeptis dengan konsep yang sudah pasti seperti itu? Bukankah sudah pasti jika kertas yang terkena air pada akhirnya akan menjadi basah? Bukankah kertas yang terkena api pasti akan menjadi terbakar dan gosong? Jika dilakukan seratus kalipun maka hasilnya pasti akan tetap sama. Hume berpendapat, sebenarnya kita tak bisa memastikan dengan tepat bahwa satu kejadian pasti akan mempengaruhi kejadian lainnya, karena menurutnya hal yang lain bisa saja terjadi. Untuk memahami kritik kausalitas David Hume terhadap kausalitas kita bisa mencoba menganalogikan hal ini.

Jika anda yakin bahwa suatu kejadian pasti menjadi penyebab dari hal yang selanjutnya terjadi, seperti api jika menyentuh kertas akan terbakar, karena telah di observasi sebanyak seratus kali, bagaimana jika kejadiannya seperti ini? Telah diobservasi di depok, bahwa saat musim hujan, terjadi kasus pembunuhan dua kali lebih banyak dibandingkan saat musim kemarau, dan hal ini terjadi selama seratus kali musim hujan. Maka jika berpegang teguh dengan paham kausalitas dan induksi, kita harus berani menyimpulkan bahwa pembunuhan di depok disebabkan oleh musim hujan. Hal ini merupan sah jika kita menganut kausalitas dan induksi, tapi tentu saja hal yang aneh dan tak masuk diakal.

Penyebab kenapa kita memahami pemahan tentang kausalitas tersebut disebabkan kita memiliki semacam kepercayaan hewani (animal faith), kenapa dia menganalogikan dengan binatang? Jika kita memelihara anjing dan membiasakan membunyikan bel sebelum memberikan makanan pada anjing itu. Maka anjing itu akan terbiasa datang kepada majikannya untuk mendapatkan makanan, jika dia mendengar suara bel yang dibunyikan. Hal itu sama saja dengan manusia yang melihat suatu kejadian dan terbiasa melihat apa yang terjadi kejadian selanjutnya dan berkesimpulan bahwa ada hukum pasti dalam kehidupan ini.

Hal ini tentu saja menyebabkan masalah yang besar terutama dalam ilmu alam, dimana observasi dan kepastian hukum alam itu penting. Karena jika kita menganut faham skeptisisme radikal milik Hume, maka kita dapat membantah kedua hal tersebut, dan menyebabkan ilmu alam tak memiliki landasan lagi. Bisa kita bayangkan jika hukum alam itu tidak ada. maka seperti hukum gravitasi dengan mudah bisa dipatahkan dengan mudah, dan kepastian benda yang dilempar keatas dari bumi akan kembali turun kebumi bisa dibantah, dengan pernyataan, bisa saja batu yang dilempar keatas tidak turun kebumi tapi bisa saja melayang – layang di angkasa, dan itu sah menurut skeptisime Hume. Karena itulah hukum dalam ilmu pengetahuan terutama ilmu alam tak lagi bisa bersifat pasti dan hanya dapat bersifat probibilitas saja. Menurut pandangan saya Hume mengajukan kritik ini untuk menangkal induksi yang tidak hati-hati dari sistem induksi yang diajarkan Francis Bacon.


Immanuel Kant


Immanuel Kant lahir di Königsberg, 22 April 1724 dan meninggal di Königsberg, 12 Februari 1804 pada umur 79 tahun. Merupkan seorang filsuf Jerman yang filsafatnya disebut filsafat kritis dan membahas filsafat transendental. Karya Kant yang terpenting adalah Kritik der Reinen Vernunft, 1781. Dia merupakan pemikir yang menghasilkan pemikiran yang mendobrak jamannya dalam hal epistemology yang disebutnya dengan revolusi kopernikan selain itu dia juga mensistesakan empirisme dengan rasionalisme yang bersitegang dangan memberikan alternative ada dua buah dunia yaitu fenomena dan nomena, selain itu dia juga menjabarkan keputusan apa yang dapat dihasilkan manusia seperti analitis dan sintesa dari suatu kejadian dengan menggunakan kategori – kategori (model pemahaman manusia) dalam rasio manusia.


Revolusi Kopernikan


Sebelum kita memulai membahas tentang revolusi kopernikan milik Immanuel Kant, kita akan mulai membahas dengan keadaan filsafat semasa dia hidup. Pada masanya terdapat dua kutub dalam pembahasan epistemology, yang pertama adalah rasinonalisme yang mengatakan bahwa semua pengetahuan sudah pasti ada dirasio dan hanya dengan rasio kita bisa mengetahui yang ada diluar kita dan menganggap hal yang diluar kita yang diterima melalui indra merupakan hal yang tak pasti. Sedangkan yang kedua adalah empirisisme yang mengatakan bahwa pengetahuan itu sebenarnya berasal dari luar dan indralah alat yang dapat mengetahuinya, sedangkan rasio itu hanya sebagai alat pengolahan data dan tak memiliki konsep bawaan. Kedua pemikiran tersebut sebenarnya memiliki suatu kesamaan, yaitu dalam proses memperoleh pengetahuan mereka berpendapat bahwa sang subjeklah yang harus mengadaptasikan dirinya sendiri –baik itu penganut paham rasional maupun paham empirisme- dengan sang objek yang ingin diketahui. Maka Immanuel Kant merubah pemahaman itu secara radikal dengan menyatakan bahwa sang objeklah yang sebenarnya harus menyesuaikan keadaannya terhadap sang subjek. Hal ini lah yang disebut dengan revolusi kopernikan, seperti kopernikus yang merubah pemahaman bahwa planet bergerak secara geosentris menjadi heliosentris, maka kant merubah dari kita yang harus memahami sang objek untuk dapat mengetahuinya menjadi sang objeklah yang harus “menunjukan” dirinya secara tertentu agar kita dapat mengetahui objek tersebut.


Kita Selama Ini Melihat Dengan Kacamata


Setelah Kant membaca buku David Hume dia menyadari bahwa baik rasionalme maupun empirisme memiliki kelemahannya masing – masing. Jika rasionalisme menganggap apa yang diketahui rasio saja yang benar bagaimana rasio bisa meyakinkan bahwa hal yang dipikirakannya adalah sebuah kepastian? Bisa saja itu ilusi atau dogma semata, sedangkan empirisme juga mempunyai kelemahan, yaitu hal yang bisa diketahuinya masih berupa empirisme yang naïf, karena mengesampingkan kerja rasio, sebagai alat penalaran. Maka Immanuel Kant menggabungkan keduanya dalam pemahaman epistemologinya, untuk memahami konsep filsafat Immanuel Kant tentang epistemology kita bisa menggunakan contoh di bawah ini

Kita bayangkan diri kita memiliki penyakit rabun mata, dan kita tak bisa melihat segala hal secara jelas keadaan diluar kita. Lalu saya pergi ke toko kacamata dan berniat untuk membeli kacamata agar saya dapat melihat dengan jelas, sayangnya kacamata yang tersedia ternyata memiliki lapisan lensa yang berwarna biru. Karena hanya itu yang tersedia maka saya memakainya. Lalu apa yang terjadi dalam pengelihatan saya? Saya bisa melihat lebih jelas dibandingkan saat saya tidak menggunakan kacamata. Tetapi tak bisa dipungkiri bahwa yang saya lihat sekarang berwarna biru.

Sekarang saya analogikan kacamata dengan rasio dan keadaan mata saya yang rabun sebagai indra, maka ketika saya melihat suatu pengetahuan secara indrawi tentang suatu objek sebenarnya saya melihat dalam keadaan yang kabur, dan ketika menggunakan rasio saya untuk membantu indra saya dalam mengetahui objek tersebut keadaannya memang lebih jelas dibandingkan menggunakan indra saya saja, tetapi “kacamata” yang saya pakai masih memiliki keterbatasannya sendiri yaitu yang dilihat masih berupa “warna biru”, sehingga yang kita lihat masih berwarna biru. Karena itu mau tidak mau kita hanya bisa melihat gambaran atau representasi benda tersebut yang terlihat dalam “kacamata” kita, sedangkan keadaan benda sesungguhnya tanpa “kacamata” tidak bisa kita ketahui sama sekali. Dari penjelasan ini kita telah bisa membagi keadaan objek, objek bisa di bagi menjadi dua hal, yaitu objek yang bisa kita ketahui dan terlihat dengan “kacamata rasional” kita yaitu dunia fenomena, dengan objek yang berdiri sendiri yang kita tidak dapat ketahui, yaitu nomena atau Das Ding An Sich.


Apa Yang Dapat Kita Putuskan ?


Dalam hal memutuskan suatu objek pengetahuan Kant mengatakan bahwa ada dua keputusan yang bisa kita dapatkan yaitu keputusan analitis dan keputeusan sintesis. Keputusan analitis adalah keputusan yang didapatkan karena objek pengetahuan itu sendiri memiliki keterangan didalamnya, seperti contoh ini, Perawan adalah perempuan yang belum menikah, atau segitiga adalah bangun datar yang memiliki tiga sisi. Sedangkan sintesis adalah pengetahuan baru yang didapatkan karena menghasilkan sesuatu yang baru karena objeknya tidak menyimpan keterangan itu secara objektif, dengan kata lain seperti keterangan tambahan, seperti mahasiswi jurusan Jerman yang itu cantik, mobil itu bagus dan lain sebagainya. Lalu ada dua objek yang bisa diketahui berdasarkan keadaannya, yang pertama adalah secara A priori, yang bersifat rasional atau dapat dijawab oleh akal budi dan A posteriori, yang bersifat empiris atau dapat diketahui dari pengalaman. Ada empat kemungkin jenis keputusan yang bisa diambil, yaitu Analitis A priori, Sintesa A posteriori, Sintesa A priori dan Analitis A posteriori.

Contoh dari Analitis A priori dapat kita lihat dari hal yang bersifat definisi seperti “duda adalah lelaki yang pernah beristri”, disini sisi analitis bisa terlihat dengan pernyataan duda yang sudah past beristri sedangkan aspek A priorinya diketahui dengan kenyataan bahwa pasti secara rasional definisi dari duda itu tak terbatas dalam ruang dan waktu tertentu, dengan lain itu adalah hal yang niscaya dan dapat di maklumkan oleh akal. Yang kedua adalah sintesa A posteriori dimana pengetahuan itu hanya bisa didapatkan dari proses pengalaman seperti pernyataan “Kue ini enak”. Disini aspek sintesisnya dapat kita lihat, pernyataan bahwa enak dalam kue tersebut sebenarnya berdiri secara terpisah dari kue, karena keterangan enak bukan hanya “milik” kue tetapi bisa dikenakan pada hal lainnya. Sedangkan aspek aposteriori bisa dilihat dengan cara kita bisa mengatakan kue ini enak maka saya harus pernah memakan kue tersebut. Kemudian muncul sintesa dari keduanya, yang menjadi fokus Kant, yaitu sintesa a priori, di sebut sintesa karena dari sebuah pernyataan bisa menghasilkan keterangan baru dan hal ini bersifat a priori dengan kata lain niscaya dan tak perlu di uji dengan pengalaman. contoh termudah untuk menjelaskan ini adalah metematika.

“5+4=9” pernahkah kita sadari dalam sebenarnya dalam pernyataan ini terdapat unsure sintesa yang bersifat a priori. Apakah dalam “5 + 4” memiliki keterangan atau sebuah keterangan dari angka “9”. Jika kita jabarkan apakah “5” “+” “4” memiliki keterangan atau cikal bakal lahirnya angka “9”. Jawabannya adalah tidak tapi bagaimana kita tahu hasilnya “9”, karena itu pernyataan tersebut bersifat sintesa, sebab “5+4” mampu menghasilkan keterangan angka Sembilan. Selain itu hal tersebut sudah pasti bersifat A Priori dengan kata lain niscaya dan tak usah dicari pengalaman untuk membuktikannya. Ketiga keputusan itulah yang mungkin terjadi dalam proses pengetahuan manusia

Kemungkinan terakhir, yaitu Analitis A Posteriori , menurut Kant dianggap tidak mungkin. Sebab hal yang ganjil jika kita mencoba mengkaji sesuatu yang keterangannya sendiri bersifat empiris dan sifatnya tidak tetap dan subjektiv. Disini kita bisa lihat perkembangan pemikiran jamannya belum mampu menemukan hal empiris yang bisa didefiniskan secara definitive, dikemudian hari pendapat kant terbantahkan dengan pernyataan tentang unsure – unsure dalam kimia, seperti pernyataan “air adalah H2O”. Di sini kita bisa melihat, bahwa hal yang definitive (sebagai cirri dari analitik) dapat juga berasal dari pengetahuan empiris (yang bersifat A Posteriori).


“Kacamata” Itu Terbuat Dari Apa Saja?


Setelah kita mengetahui bahwa yang kita lihat dari suatu objek adalah hasil dari “saringan” rasio kita, dan segala keputusan itu sebenarnya disebabkan dari kemampuan rasio kita. Maka pertanyaan kita selanjutnya apa sajakah criteria atau kategori yang dimiliki rasio kita sehingga kita mengetahui sesuatu? Kant menjawab ada 4 bentuk kesadaran yang masing - masing bisa dicacah menjadi 12 kategori,kategori tersebut adalah :

Kuantitas Kualitas Relasi Modalitas
Kesatuan / Unitas Realitas Substansi Kemungkinan-kemustahilan
Kemajemukan / Pluralitas Negasi Kausalitas Eksistensi-Non-eksistensi
Keseluruhan / Totalitas Limitasi Komunitas Keniscayaan-Kotingensi

Kuantitas adalah segala hal yang berhubungan dengan nominal objek, kualitas adalah segala hal yang berhubungan keadaan objek, relasi adalah hubungan suatu objek dengan objek lainnya, modalitas adalah sifat keberadaan suatu objek. Dikatakan oleh Kant, jika kita memikirkan suatu hal kita pasti kita akan menggunakan kategori tersebut. Banyak hal yang kita contohkan dalam penggunaan kategori ini. Seperti yang akan saya jelaskan dibawah ini.

Dalam saya akan mengambil contoh dengan menggunakan dasar relasi dan modalitas, saya melihat dan merasakan bahwa pada suhu ruangan normal, air yang dipanaskan hingga suhu100◦c telah mendidih. Disini, secara relasi saya akan menggunakan dasar kausalitas, saya mengakui dan sadar kenapa air menjadi mendidih karena terkena api di suhu 100◦c, jika kita menggunakan modalitas, saya akan menggunakan prinsip keniscayaan – kontingensi, dan saya akan memilih niscaya, karena selama suhu ruangan normal, maka air pasti dan selalu akan memdidih pada suhu 100◦c.