Page

Total Tayangan Halaman

Senin, 13 Desember 2010

Mari kita menyadari realitas disekitar

Filsafat Timur

Adam Azano Satrio

Dalam Samkhya, kehidupan alam semesta terjadi karena ada dua hal yang saling bersinggungan yaitu Prakiti (semesta materi) dan Purusha (semesta kesadaran yang menyadari semesta materi) yang menghasilkan kesengsaraan dan penderitaan, walaupun dalam Samkhya juga ada konsep mengenai kebahagian namun konsep kebahagiaan ini bercampur dengan kekecewaan yang merupakan dasar dari kesengsaraan. Hal yang seperti inilah yang menyebabkan pada akhirnya kebahagianpun menjadi sebuah kesengsaraan. Dari peristiwa yang terjadi inilah timbul rasa dari manusia untuk lepas dari kesengsaraan yang terjadi dalam Samkhya ini, maka dari itu untuk menghilangkan kesengsaraan tersebut haruslah semuanya itu dilewati melalui pengetahuan yang benar mengenai seluruh realitas yang terjadi tersebut. kesengsaraan atau penderitaan terjadi, karena purusa dan prakrti tidak dapat dihentikan, jika keduanya purusa dan prakrti dihentikan maka ini akan menghentikan dharma (kebaikan, keteraturan dan peraturan) dan adharma (kejahatan, ketidakteraturan dan ketidakpatuhan peraturan) yang dianggap sebagai kenyataan kehidupan. Dalam usaha manusia melepaskan kesengsaraan dan bisa mendapatkan pengetahuan lebih yang dihasilkan itu, maka ada cara lain yaitu dengan yoga, dalam hal ini yoga memiliki tahapan – tahapan untuk membuat kesengsaraan yang ditimbulkan dari kehidupan ini dapat lepas dari diri kita. Dalam kaitannya dengan hal ini terlihat jelas bahwa proses perkembangan terjadi dalam penalaran samkhya yang menghasilkan berbagai macam penderitaan dapat teratasi dengan melakukan yoga.

Yoga menjadi suatu pembebasan yang dialami oleh manusia karena penderitaan – penderitan atau kesengsaraan yang ditimbulkan dari kebersinggungan purusa dan prakrti. Yoga memiliki delapan tahap dalam caranya menuju keterbebasan dalam kesengsaraan dan harus dilewati secara bertahap. Berbeda dengan pemahaman umum yang menganggap bahwa yoga hanyalah melatih gerak dan pernafasan, yoga sebenarnya juga melatih proses mental dan kesadaran. Yoga ini memberikan kesadaran hidup dalam kehidupan ini. Pada akhirnya Yoga ini dianggap jalan yang tidak bertentangan dengan sistem Samkhya untuk melepaskan penderitaan dengan cara “menyatu” pada realitas kehidupan ini.

Kesimpulan yang saya peroleh adalah, filsafat Samkhya yang memikirkan realitas didunia dan menyadari bahwa realitas ini pasti menghasilkan kesengsaraan yang dihasilkan oleh kebersinggungan purusa dan prakrti, maka relitas yang di hasilkan oleh filsafat Samkhya terutama tentang kesengsaraan diatasi dengan cara melakukan yoga yang merupakan praktik untuk melepaskan kesengsaraan tersebut.

Bercengkrama Dengan Sang Liong

Nilai Utama Pemerintahan, Melalui Nasihat Confucius
Adam Azano Satrio



Jika saya memperhatikan keadaan tanah air saat ini, terutama dengan berbagai fenomena yang terjadi, seperti kasus penggelapan pajak, bencana alam, dan lain sebagainya. Saya melihat keadaan seperti ini bisa menyebabkan sikap kekecewaan rakyat yang pada akhirnya akan menimbulkan satu hal yang paling berbahaya untuk keutuhan suatu pemerintahan. Yaitu kehilangan kepercayaan pada pemerintahan. Walaupun rakyat pada saat itu memiliki harta yang melimpah, hal tersebut tidaklah menjamin adanya suatu persatuan dalam pemerintahan tersebut, malah bisa jadi menghasilkan pemberontakan dari rakyat yang merasa pemerintahannya tidak kompeten. Karena sesungguhnya nilai dari kepercayaan adalah nilai terbesar dan fondasi utama dalam pemerintahan. Confucius yang hidup dalam dunia politik pada zamannya, menyadari betapa besarnya dan bernilainya suatu kepercayaan. Hal tersebut dapat diketahui dari cerita dibawah ini.
Zi Gong, murid Confucius menanyakan bagaimana cara untuk memerintah. Sang Guru menjawab, “Perlu ada makanan yang cukup, senjata yang memadai, dan kepercayaan rakyat kepada pemerintahannya.” Sang murid bertanya, “Jika kita terpaksa menyerahkan salah satu dari ketiga hal tersebut, apa yang harus didahulukan?” “Serahkan senjatanya.” jawab Sang Guru, kembali murid itu bertanya, “Jika kita tak mempunyai pilihan selain menyerahkan salah satu dari kedua itu, mana yang harus didahulukan?” Confucius menjawab “Serahkan makanannya”, “Sejak dahulu kematian takbisa dihindarkan, namun bila rakyat tidak mempunyai kepercayaan pada pemerintahannya, tidak ada apa-apa lagi yang bisa mereka pegang.”
Confucius sangat percaya bahwa pemerintahan harus dilandasi pada kepercayaan rakyat pada pemerintahannya tersebut. Landasan inilah yang luntur didalam praktik pemerintahan negeri ini. Kita bisa menyadari dan sadar bahwa rasa kepercayaan masyarakat pada pemerintahan baik yang bergerak dalam bidang eksekutif, legislatif, maupun aparatur pemerintahan berada pada titik rendah. Kita bisa melihat banyak rakyat yang kecewa dengan kemampuan dan tanggapan beberapa pemerintahan eksekutif dalam menghadapi bencana kemarin, rasa emosi yang dipancing oleh kelakuan lembaga eksekutif pemerintahan untuk menghabiskan anggaran negara dengan tidak efisien, dan pandangan negatif terhadap aparat negara seperti polisi dan lainnya.
Saya membayangkan, jika Confucius hidup dan menjadi penasihat dalam negeri ini. Confucius akan memilih untuk membangun fondasi kepercayaan rakyat kepada pemerintahan, sehingga pemerintahan ini bisa berjalan harmonis dan tentram. Tetapi akan ada pertanyakan lagi, apakah bentuk pembentukan kepercayaan itu dibangun dalam kata – kata seperti janji dalam kampanye, dan kemampuan retorika saja? Saya beranggapan tidak. Kembali meminjam nasihat Confucius, bahwa :
Orang berbudi itu akan berhati - hati, karena tidak berbuat dengan kata – kata melainkan dengan perbuatan.
Maka orang yang diamanatkan untuk terjun dalam pemerintahan akan berusaha sebaik mungkin dalam tindakan serta memproduksi dari kemampuan dirinya untuk melaksanakan tanggung jawabnya. Tidak seperti keadaan sekarang ini yang kekurangan tindakan dan produktifitas yang bisa dikatakana rendah.
Oleh karena itu, merupakan suatu keuntungan bagi kita merenungkan teori yang “sederhana” ini, dan yang paling penting, mempraktekan nasihat dari filsuf timur ini walaupun sulit. Dengan harapan kita yang bisa merubah keadaan di Tanah Air tercinta ini menjadi lebih baik.

"Berbicara" dengan Nietzsche

Refleksi Tentang Pemikiran Moral Nietzsche

Adam Azano Satrio

Jika kita mencari filsuf yang mempunyai pemikiran yang kontroversial, radikal, frontal, dan ateistik, maka kita akan menemukannya dalam Nietzsche.

Nietzsche sangat menentang nilai-nilai moral yang dikemukakan oleh Kant dan Hegel, Kant mengakui adanya nilai-nilai moral. Pandangannya ini dibangun atas dasar teori rasio praktis yang menunjukkan adanya imperatif kategoris dan atas dasar ketiga postulatnya: kebebasan kehendak, imoralitas jiwa dan adanya Allah. Walaupun ini dibantah oleh Hegel dengan teori dialektikanya dimana Hegel mengangkat seni kedalam Roh Absolut dan moralitas ke dalam roh Obyektif. Namun menurut Nietzche Hegel pun sama saja dengan Kant karena keduanya menyajikan filsafat yang bertujuan untuk membenarkan moralitas. Nietzsche juga menyerang moralitas yang berdasarkan pada nilai-nilai dan sangsi-sangsi ilahi. Moralitas ini berakar pada iman seperti yang diajarkan oleh agama wahyu. Nietzche mengkritik bahwa aliran ini gagal mempertanyakan premis dasarnya, melainkan juga menyerahkan filsafat pada Agama. Ia menyelidiki nilai-nilai moral dengan bertolak dari nilai-nilai seni.

Selain itu Nietzsche juga menggunakan dasar moral yang berbeda secara radikal dengan kebanyan filsuf lainnya yaitu dengan memasukkan kehendak untuk berkuasa. Melalui konsepsinya tentang kehendak untuk berkuasa ini tentu saja tak terbatas hanya pada diri dari manusia itu sendiri sebagai individu, melainkan juga di dalam seluruh realitas dunianya. Oleh karenanya, dalam tatanan ini Nietzsche kemudian menarik satu kesimpulan bahwasanya kehendak untuk berkuasa merupakan sebuah kegairahan global terhadap hidup yang paling dasar yakni tidak datang sebagai daya tunggal melainkan datang sebagai energi-energi vital yang demikian heterogen yang mencakup suasana psikis, gerak fisis (alam), dan seluruh proses ‘menjadi’ dari kosmos itu sendiri.

Dengan kehendak untuk berkuasa itulah menurut Nietzsche manusia tak boleh lagi memandang hidupnya sebagai semata pemberian dari yang Maha memberi jatah, melainkan juga harus dibarengi dengan berbagai tindakan-tindakan esensial yang membuat manusia menjadi sebuah gerak yang dinamis, penuh proses dan sama sekali tak boleh tunduk pada apapun (termasuk Tuhan) yang pada gilirannya akan mematikan daya hidupnya demi mencapai satu tujuan akan kegairahan hidup yang hakiki yakni menjadi manusia unggul. Kehendak untuk berkuasa pada diri manusia ini di mata Nietzsche bisa sedemikian pentingnya karena menurutnya, manusia tanpa memiliki daya kehendak untuk berkuasa cenderung berpotensi menjadi manusia yang lemah, terpinggirkan, serba takut, tanpa daya tending mumpuni dan sebagainya yang pada gilirannya akan memicu terciptanya sosok manusia yang pasrah pada nasib dan menyerahkan hajat hidupnya pada pedoman fiktif-eksternal. Dan inilah yang berbahaya, ketika seorang manusia menyerahkan segala persoalan hidupnya kepada sosok pedoman fiktif-eksternal itu akan dengan sendirinya melahirkan mental asketisme ideal.

Konsep kehendak berkuasa ini merupakan hal yang bersifat paradoksal dalam realitas kehidupan kita sendiri. Jika kita melihat binatang yang kuat memangsa binatang lain yang lemah? Maka kita menyebutnya itu hal yang alamiah dan wajar. Tapi apa yang terjadi jika kita melihat manusia yang kuat menindas manusia yang lemah? Maka kita akan menyebut orang itu manusia yang armoral, dan dianggap memiliki keanehan. Padahal menurut Nietzche, manusia itu hanya menyalurkan mentalitas alamiahnya. Berdasarkan pengamatnnya mental manusia terbagi menjadi dualisme , yang pertama bermental budak. Yaitu orang yang merasa dirinya kecil, baik dikarenakan agama, maupun merasakan tak berdaya jika tak ada orang lain, dan ini biasanya mental kebanyakan orang yang kedua adalah bermental Tuan, yaitu orang yang hebat, mampu menjadi dirinya sendiri tanpa ketakutan akan Otoritas yang ada diatasnya. Karena itu serangan terbesar Nietzsche adalah Tuhan dan Agama, yang dikatakan sebagai penyebab manusia takut menjadi Ubermansch tersebut.

Pada akhirnya Nietszche merubah moral yang kita ketahui seperti pada umumnya seperti kebaikan alturisme menjadi moral yang mementingkan harga diri dan kemampuan dirinya sendiri untuk menjadi Ubermansch, yang dikatakan manusia yang mampu menembus moral budak yang dianut kebanyakan orang dan menjadi manusia yang bermental tuan. Memang tidak salah jika kebanyakan orang menganggap bahwa Nietsczhe itu mengajarkan amoral. Karena jika berdasarkan faham alturisme hal itu tepat, tapi bagi penulis, Nietsczhe tetap memiliki nilai moralnya sendiri hanya berbeda landasan.

DUA PERTANYAAN


Soal

1. Lakukan penelusuran pemikiran tentang hubungan individu dengan negara, kemudian sajikan hasil penelusuran anda tersebut dalam 3 paragraph dengan Bahasa Indonesia yang baik dan benar.

2. Apakah masih relevan mempelajari sejarah filsafat Yunani pada situasi perkembangan indonesia masa kini

Jawab

Kita semenjak lahir dan mati sebagai individu yang bebas pada akhirnya pasti tinggal dan terikat pada suatu negara ataupun kekuasaan tertentu. Lalu apakah kita pernah bertanya – tanya, bagaimana hubungan antara tiap – tiap individu dengan suatu negara dan sebaliknya? Sebelum melanjutkan pertanyaan tersebut penulis akan membahas definisi Negara dan Individu dengan maksud mempermudah menjelaskan hubungan dari keduanya. Negara adalah suatu organisasi masyarakat yang bertujuan dengan kekuasaannya mengatur serta menyelenggarakan suatu masyarakat. Sedangkan menurut Max Weber, Negara adalah suatu struktur masyarakat yang mempunyai monopoli dalam menggunakan kekerasan fisik secara sah dalam suatu wilayah. Sedangkan Individu, yang berasal dari bahasa latin individum, yang tak terbagi, diartikan lebih jauh lagi sebagai manusia yang ,hidup, bertindak, berfikir secara mandiri dan sendiri. Dengan dua definisi diatas, kita bisa menyadari, bahwa negara adalah otoritas legal yang memiliki kekuasaan untuk mengontrol masyarakat, sedangkan masyarakat itu sendiri pastilah terdiri dari individu. Dari benang merah tersebut kita bisa melanjutkan dengan pertanyan – pertanyaan filosofis dalam ranah ontologi dan epistemologi dari bagaimana proses terjadinya negara? Lalu bagaimana individu bisa terikat dengan dengan negara? Apakah individu yang membutuhkan keberadaan negara untuk menjaga mereka? Jika iya maka akan ada pertanyaan selanjutnya, yang akan bersinggungan dengan nilai etika suatu negara. Apakah tugas suatu negara itu hanya mengamankan kestabilitas dan keamanan negaranya saja, dengan konsekuensi memiliki legitimasi untuk mengontrol penuh kehidupan individu dari ruang publik hingga ruang privat? Atau negara hanya bertugas sebagai “Pembantu Rakyat”? Yang kewenangannya terbatas pada kehendak rakyatnya dan cukup berurusan pada ruang publik. Jika kita setuju dengan pernyataan kedua maka akan ada persoalan yang lainnya. Dengan diakuinya bahwa negara harus mengikuti kehendak rakyat, maka kemungkinan besar setiap keputusan negara akan berpola pikir mayoritas, sehingga memungkinkan pendiskriminasian terhadap kaum minoritas. Maka terjadilah pembahasan tentang masalah keadilan, dalam segala aspek. Selain itu pada realitas sekarang ini terjadi keberagaman baik dalam hal nilai, budaya, kebiasaan, hingga agama. Karena perbedaan itulah diperlukan suatu pandangan yang menyadari dan menghormati adanya perbedaan di negeri ini. Pandangan ini diperlukan bagi siapa saja dengan tujuan menumbuhkan rasa hormat dan terhadap manusia lain yang berbeda secara kebudayaan dan mempertahankan keunikan kelompoknya.

Teori Kontrak Sosial

Saya akan mencoba menjawab tiga pertanyaan utama berkaitan dengan individu dangan negara,yaitu, mengapa individu membutuhkan negara? Bagaimana individu bisa terikat dengan sesuatu kekuasan yang disebut dengan negara? Bagaimana negara itu ada? Semua permasalahan tentang ini, telah dibahas oleh tiga filsuf besar ,yang sering disebut filsuf social contractism. yaitu, Thomas Hobbes, John Locke, dan J.J Rousseau. Mereka bertiga setuju jika terjadinya suatu negara melewati tiga tahap yaitu keadaan alamiah, keadaan perang, dan yang terakhir adalah keadaan negara atau persemakmuran. Jika Hobbes berpendapat bahwa pada saat keadaan alamiah manusia itu bebas dan selalu berkompetisi. Karena manusia selalu mementingkan keegoisan dirinya sendiri dan menjadi musuh dengan orang lain dengan tujuan untuk memperoleh kebutuhan dirinya, dan kesadaran yang dimiliki manusia pada saat itu adalah hak manusia untuk hidup dan memenuhi kebutuhannya masing-masing, maka Locke dan Rousseau mengajukan teori berbeda. Locke berpendapat, pada keadaan alamiah manusia hidup secara independen dan damai dengan memiliki hak hakiki, yaitu hak hidup, hak kebebasan, hak properti, dan manusia saling menghargai dan tidak mengganggu hak individu lainnya. Rousseau memiliki paham yang sama dengan Locke tentang keadaan asali manusia yang bebas dan damai, karena keadaan alam pada saat itu berkelimpahan sumber daya, tapi perbedaannya adalah dia mengganggap manusia tidak memiliki hak properti secara mutlak, dan tidak bersifat indipenden tetapi bersifat komunal, dengan alasan agar bisa bertahan hidup di alam. Lalu keadaan alamiah berubah menjadi keadaan perang dimana keadaan tersebut, mulai terjadi aksi kebrutalan manusia yang bersifat luas, yang pada akhirnya akan menghasilkan keadaan negara atau civil society. Menurut Hobbes, keadaan perang adalah keadaan dimana manusia mulai melakukan kompetisi dengan cara yang apapun juga, bahkan cara kekerasan. Ini dikarenakan sumberdaya untuk memenuhi kebutuhan manusia sudah terbatas. Pada Locke dan Rousseu, keadaan perang dimulai ketika manusia sudah mulai menginginkan suatu hal lebih dari yang dibutuhkan oleh dirinya sendiri, sehingga manusia merampas hak orang lain, dan orang yang dirampas tersebut memiliki kesadaran untuk menjaga hak pribadinya dengan cara apapun juga, salah satunya adalah dengan cara menggunakan senjata. Lalu terjadilah persekutuan yang menghasilkan negara. Yang jika pada Hobbes lebih memilih bentuk pemerintahan absolut, sedangkan pada Locke dan Rousseau memilih demokrasi.

Teori Keadilan dan Multikulturalisme

Pembahasan kita selanjutnya adalah mengkaji hubungan antara individu dan negara dengan menyinggung masalah etika suatu negara. Jika kita membicarakan negara, pastilah kita akan bersinggungan dengan dua hal yaitu kekuasaan, dan keadilan. Hal tersebut akan tergambar dari peraturan dan kebijakan, yang diterapkan negara kepada rakyat yang terikat kepadanya. Setelah kita mengetahui bahwa negara bisa berkuasa atas individu, baik secara mutlak maupun terbatas, maka salah satu pertanyaan yang bisa muncul adalah, bagaimana kekuasaan yang diberikan kepada negara bisa menjamin keadilan rakyatnya? Jika kita mengikuti faham Hobbes dengan bentuk negara totaliter miliknya, maka kita tidak bisa memaksa negara untuk memperdulikan aspirasi rakyatnya. Karena pada negara tersebut kekuatan negara adalah keadilan, dan penguasa pemerintahan mau tidak mau lebih memikirkan bagaimana cara mempertahankan kekuasaanya. Lalu bagaimana dengan bentuk negara demokrasi, dimana tidak boleh ada kekuatan yang melebihi hukum? Maka persoalan dasar adalah, bagaimana kebijakan yang diciptakan negara harus memiliki keadilan yang menyeluruh terhadap setiap individu didalamnya, baik keadilan ekonomi, keadilan politik, keadilan sosial, keadilan ekonomi dan lain sebagainya. Salah satu jawabannya adalah dengan merefleksikan theory of justice karya John Rawls. Secara singkat karya Rawls merupakan pandangan baru tentang liberalisme dan egaliterian, terutama tentang masalah hak kepemilikan. Kita telah mengetahui, bahwa dalam hak kepemilikan, semua orang berhak untuk memiliki hasil dari usaha dirinya sendiri. Lalu terjadi pertanyaan apakah semua orang terlahir sama dan setara dalam hal kesempatan untuk mendapat hasil jerih payahnya sendiri? Berdasarkan Rawls kita memang terlahir secara secara sama dalam hak yang hakiki, tetapi kita lahir memiliki perbedaan, dan konsep keadilan miliknya bukanlah keadilan yang bersifat sama rata tetapi keadilan yang berdasarkan kesadaran adanya perbedaan terutama kesempatan. Sebab pada kenyataannya, ada sebagian orang yang terlahir dari keluarga yang kaya bisa memperoleh akses yang lebih luas pada semua hal baik, pendidikan, kehidupan sosial, dan lainnya. Namun jika kita melihat orang lain yang terlahir pada keluarga miskin, memiliki cacat tubuh, apakah bisa memiliki akses seperti orang kaya? Maka John Rawls merancang suatu sistem keadilan, dimana bisa diciptakan suatu keadilan dalam payung liberalisme dan egalitarian yang memungkinkan semua orang, baik yang paling beruntung, hingga yang paling menderita, agar mendapat keadilan dalam hal kesempatan yang sepantasnya. Asumsi pertama yang digunakan adalah hasrat alami manusia untuk mencapai kepentingannya terlebih dahulu baru kemudian kepentingan umum. Hasrat ini adalah untuk mencapai kebahagiaan yang juga merupakan ukuran pencapaian keadilan. Maka harus ada kebebasan untuk memenuhi kepentingan ini. Namun realitas masyarakat menunjukan bahwa kebebasan tidak dapat sepenuhnya terwujud karena adanya perbedaan kondisi dalam masyarakat. Perbedaan ini menjadi dasar untuk memberikan keuntungan bagi mereka yang lemah. Apabila sudah ada persamaan derajat, maka semua harus memperoleh kesempatan yang sama untuk memenuhi kepentingannya. Walaupun nantinya memunculkan perbedaan, bukan suatu masalah, asalkan dicapai berdasarkan kesepakatan dan titik berangkat yang sama. Dari teori keadilan miliknya, menyiratkan pemerintahan berhak untuk campur tangan dalam kehidupan warganegaranya agar terjadi adanya keadilan dalam hal kesempatan tersebut, sebab segala keuntungan yang dimiliki kita sekarang sebenarnya hanya keberuntungan saja dan kita memiliki tanggung jawab moral untuk memberikan kesempatan pada orang yang kurang beruntung. Kemudian rekan sejawatnya, Robert Nozik memberikan kritik keras terhadap dirinya. Secara garis besar kritik utmana Nozick terhadap Rawls adalah yaitu moral principles. Nozik menekankan pada self ownership, dimana segara sumber daya yang dimiliki individu adalah hak sepenuhnya bagi individu itu termasuk apa yang dihasilkan dari sumber daya yang ia miliki. Nozick mengatakan bahwa sesuatu perbuatan disebut adil jika memenuhi dalam arti akusisi atau individu dapat menggunakan sumber daya tanpa merugikan keuntungan orang lain, kemudian bagi Nozick sebuah distribusi adalah legal, jika beranjak dari klaim yang sah atas barang/ talenta (bisa diserahkan, dipertukarkan, diperdagangkan). Lalu hadir seorang filsuf India yang mendobrak pemikiran keadilan terutama dalam bidang ekonomi yaitu Amartya Sen. Sebagai murid John Rawls, dia memiliki keyakinan bahwa kebebasan dan keadilan merupakan syarat penting untuk mencapai kebahagiaan. Gagasan Sen sesungguhnya ingin menyelesaikan tiga hal pada tiga problem dunia, kekerasan sebagai akibat dari kemiskinan, kemiskinan sebagai buah pembangunan ekonomi yang salah, dan ekonomi berkeadilan sebagai solusi dalam menyelesaikan kemiskinan dan kekerasan. di masa lalu para ekonom dan ahli-ahli politik beranggapan, “kelaparan adalah kondisi di mana tidak punya makanan (sebab manusia lebih banyak dari makanan).” Dengan melewati pikiran itu, Sen ingin mengatakan bahwa “kelaparan adalah kondisi di mana orang tidak memiliki akses pada makanan akibat adanya ketidaksetaraan dalam bangunan mekanisme distribusi makanan.” Atau ada yang salah dalam pengelolaan pangan. Dalam keadaan yang globalisasi ini individu yang hidup dalam kebiasaan dari masyaraktnya akan banyak terintervensi, dan terpengaruh oleh kebudayaan diluar mereka. Hal ini menimbulkan adanya keinginan untuk mempertahankan keunikan dari masyarakat tersebut. Maka paham yang masih berhubungan dengan hubungan sekelompok individu atau masyarakat dengan negara, yaitu multikulturalisme. Multikulturalisme adalah istilah yang digunakan untuk menjelaskan pandangan seseorang tentang ragam kehidupan di dunia, ataupun kebijakan kebudayaan yang menekankan tentang penerimaan terhadap realitas keragaman, dan berbagai macam budaya (multikultural) yang ada dalam kehidupan masyarakat menyangkut nilai-nilai, sistem, budaya, kebiasaan, dan politik yang mereka anut. Will Kymlicka membedakan dua kategori keragaman yaitu negara multi bangsa dan negara polietnis, yang kedua hal tersebut bertujuan untuk mempertahankan keunikan kebudayaannya.

2. sebelum menjawab pertanyaan apakah masih relevan mempelajari sejarah filsafat yunani dengan kehidupan di Indonesia. Mari kita bandingkan terlebih dahulu keadaan di yunani pada saat itu dengan kehidupan di indonesia pada saat ini. Keadaan yunani pada awalnya adalah kehidupan yang dipenuhi dengan pemikiran mitos yang selalu mengandaikan adanya dewa dewi sebagai alasan dari suatu kejadian. Lalu lahirlah pemikir pertama yang bersifat anti dogmatik dalam pemikirannya yaitu thales yang mengatakan bahwa realitas didunia ini sebenarnya berdasarkan air, disinilah pemikiran tentang alam mulai berubah dan banyak filsuf sejamannya mulai membahas hal serupa. selanjutn Sokrates menyumbangkan teknik kebidanan (maieutika tekhne) dalam berfilsafat. Bertolak dari pengalaman konkrit, melalui dialog seseorang diajak Sokrates (sebagai sang bidan) untuk "melahirkan" pengetahuan akan kebenaran yang dikandung dalam batin orang itu. Dengan demikian Sokrates meletakkan dasar bagi pendekatan deduktif. -- Pemikiran Sokrates dibukukan oleh Plato, muridnya Hidup pada masa yang sama dengan mereka yang menamakan diri sebagai "sophis" ("yang bijaksana dan berapengetahuan"), Plato menyumbangkan ajaran tentang "idea". Menurut Plato, hanya idea-lah realitas sejati. Semua fenomena alam hanya bayang-bayang dari bentuknya (idea) yang kekal. Dalam wawasan Plato, pada awal mula ada idea-kuda, nun disana di dunia idea. Dunia idea mengatasi realitas yang tampak, bersifat matematis, dan keberadaannya terlepas dari dunia inderawi. Dari idea-kuda itu muncul semua kuda yang kasat-mata. Karena itu keberadaan bunga, pohon, burung, bisa berubah dan berakhir, tetapi idea bunga, pohon, burung, kekal adanya. Itulah sebabnya yang Satu dapat menjadi yang Banyak. Plato berpendapat, bahwa pengalaman hanya merupakan ingatan (bersifat intuitif, bawaan, dalam diri) seseorang terhadap apa yang sebenarnya telah diketahuinya dari dunia idea, konon sebelum manusia itu masuk dalam dunia inderawi ini. Menurut Plato, tanpa melalui pengalaman (pengamatan), apabila manusia sudah terlatih dalam hal intuisi, maka ia pasti sanggup menatap ke dunia idea dan karenanya lalu memiliki sejumlah gagasan tentang semua hal, termasuk tentang kebaikan, kebenaran, keadilan, dan sebagainya.

Aristoteles menganggap Plato telah menjungkir-balikkan segalanya. Dia setuju dengan gurunya bahwa realitas tertentu "berubah" (menjadi besar dan tegap, misalnya), dan bahwa tidak ada realitas didunia ini yang kekal selamanya. Tetapi idea - idea adalah konsep yang dibentuk manusia sesudah melihat banyak realitas didunia ini. Pola pemikiran Aristoteles ini merupakan perubahan yang radikal. Menurut Plato, realitas tertinggi adalah yang kita pikirkan dengan akal kita, sedang menurut Aristoteles realitas tertinggi adalah yang kita lihat dengan indera-mata kita. Aristoteles tidak menyangkal bahwa bahwa manusia memiliki akal yang sifatnya bawaan, dan bukan sekedar akal yang masuk dalam kesadarannya oleh pendengaran dan penglihatannya. Namun justru akal itulah yang merupakan ciri khas yang membedakan manusia dari makhluk-makhluk lain. Akal dan kesadaran manusia kosong sampai ia mengalami sesuatu. Karena itu, menurut Aristoteles, pada manusia tidak ada idea inheren. Aristoteles menegaskan bahwa ada dua cara untuk mendapatkan kesimpulan demi memperoleh pengetahuan dan kebenaran baru, yaitu metode rasional-deduktif dan metode empiris-induktif. Dalam metode rasional-deduktif dari premis dua pernyataan yang benar, dibuat konklusi yang berupa pernyataan ketiga yang mengandung unsur-unsur dalam kedua premis itu. Inilah silogisme, yang merupakan fondasi penting dalam logika, yaitu cabang filsafat yang secara khusus menguji keabsahan cara berfikir. Logika dibentuk dari kata logikoz, dan logoz berarti sesuatu yang diutarakan. Daripadanya logika berarti pertimbangan pikiran atau akal yang dinyatakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa. Dalam metode empiris-induktif pengamatan-pengamatan indrawi yang sifatnya partikular dipakai sebagai basis untuk berabstraksi menyusun pernyataan yang berlaku universal. Aristoteles mengandalkan pengamatan inderawi sebagai basis untuk mencapai pengetahuan yang sempurna. Itu berbeda dari Plato. Berbeda dari Plato pula, Aristoteles menolak dualisme tentang manusia dan memilih "hylemorfisme": apa saja yang dijumpai di dunia secara terpadu merupakan pengejawantahan material ("hyle") sana-sini dari bentuk ("morphe") yang sama. Bentuk memberi aktualitas atas materi dalam individu yang bersangkutan. Materi memberi potensi untuk aktualitas bentuk dalam setiap individu dengan cara berbeda-beda. Maka ada banyak individu yang berbeda-beda dalam jenis yang sama. Kedua hal ini disebabkan Pertentangan Herakleitos dan Parmendides dan diatasi oleh Aristotales dan Plato dengan menekankan kesatuan dasar antara kedua gejala yang "tetap" dan yang "berubah".

Dalam sejarah yunani tersebugt, kita bisa mengambil suatu kesimpulan bahwa pada masa itu telah melahirkan peningkatan tingkat rasional manusia, dan menyebabkan barat telah sampai pada masa Renaissance, dan maju dalam hal sains dan penmuan teknologi. Namun jika melihat di Indonesia , masih terdapat kebiasaan untuk mempertahankan tradisi sebagai landasan rasional, bukan mentradisikan rasional manusia. Banyak contoh yang bisa kita lihat, seperti pernyataan seorang penjabat negara pada saat kejadian bencana alam, yang mengatakan bahwa bencana alam tersebut dikarenakan keadaan moral kita yang bobrok. Sedangkan kita telah mengetahui secara sains bahwa kejadian gunung meletus, banjir, gempa, dan lain sebagainya adalah siklus alam yang lumrah dan wajar, serta tidak ada urusannya dengan keadaan moral manusia. Lalu sering kita temukan dalam kehidupan kita terdapat hal yang rasional lainnya, seperti dalam pergelaran wayang, yang mengadakan ritual “penyucian” wilayah agar kegiatan berjalan dengan lancar. Jika kita menggunakan alasan untuk menjaga tradisi itu adalah hal yang wajar, tetapi jika menjadi kebiasaan hal tersebut akan membuat pemikiran bangsa kita tidak akan maju, dan tidak bisa bersaing dalam era global ini. Keunikan lain di Indonesia adalah pengaburan permasalahan moral yang sebenarnya cukup bersandaran pada nilai kebaikan dan keburukan digabungkan dengan pemikiran sopan santun. Hal ini menyebabkan penilaian kita dalam hal etika lebih kepada lahan sopan santun, dan menjadikan paradigma, bahwa orang yang baik adalah orang yang santun, padahal berapa banyak penipu yang memiliki sifat santun, yang baik dalam hal pakaian tapi buruk dalam moralitas.

Karena itulah saya mengatakan bahwa mempelajari sejarah filsafat yunani sebagai tonggak pemikiran rasional yang berusaha meninggalkan mitos, masih relevan untuk dipelajari saat ini di Indonesia. Karena tidak bisa dipungkiri lagi bahwa negeri ini masih di cengkram oleh mitos yang tidak disadari dengan menggunakan banyak penyesatan akal sehat, dan mengakibatkan esensi etika dan moralitas sebenarnya telah berubah jadi alat pendukung para penipu untuk membodohi orang lainnya.

Kamis, 11 November 2010

Resensi Buku Sejarah Nasional Indonesia Jilid 2 Jaman Kuna

Eksotisme Kerajaan Hindu Buddha Di Tanah Nusantara


Judul buku : Sejarah Nasional Indonesia II
Penulis : Marwati Djoened Poesponegoro

Nugroho Notosusanto
Penyunting : Bambang Sumadio
Penerbit : BALAI PUSTAKA
Cetakan : 1993
Tebal : xxii+553 Halaman

Jangan sekali – sekali melupakan sejarah, begitulah wejangan Presiden Soekarno kepada rakyat Indonesia. Dalam pembentukan kebudayaan manusia sendiri, sejarah merupakan pembeda manusia dengan mahluk lainnya. Karena kitalah mahluk yang menyadari ruang dan waktu. Berbeda dengan hewan yang tidak menyadari “keterlemparannya” sendiri dalam ruang dan waktu. Sebagai manusia, kita adalah mahluk yang menyadari bahwa kita “terlempar” kepada ruang dan waktu tersebut, sesuai dengan pemikiran Martin Heidegger. Untuk membuktikan kesadaran manusia tersebut, dibutuhkan, sebuah aktifitas, dan salah satunya adalah penulisan sejarah.

Jika kita menengok tentang keadaan sejarah manusia itu sendiri, terutama di Indonesia, kita bias mengetahui bahwa pada mulanya kepedulian tentang sejarah di Indonesia ini secara sistematis dan penjagaan dokumen, dimulai oleh bangsa eropa yang mengadakan kontak dengan wilayah kita, baik era pra-nasionalis maupun era nasionalis. Disini sudah wajar akan terlihat analisa yang menggunakan landasan berfikir yang orientalis, yang terkadang bersifat arogansi barat. Karena itulah dibutuhkan suatu analisa yang menjadi antitesis dari analisa mereka, yaitu penulisan sejarah yang bersifat nasionalis, atau dalam kasus ini penulis lebih menyukai dengan kata “Indonesia Sentris”. Penulisan sejarah yang bersifat “Indonesia Sentris” ini, saya definisikan sebagai upaya rekonstruksi sejarah yang mengacu pada semangat nasionalis Indonesia, dengan berlandaskan metode sejarah pada umumnya, dengan tambahan kemandirian penulisan sejarah Indonesia , dengan pemahaman dan pemikiran yang sesuai dengan sudut pandang banga yang merasakan sejarahnya sendiri.

Kenapa saya anggap hal diatas itu penting? Ada dua alasan saya. Pertama, saya merasa, jika bangsa ini jika tak dilatih untuk berani menulis sejarahnya sendiri, ditambah dengan mempercayai, serta mengidolakan secara sepenuhnya pada pemikiran asing, akan menyebabkan pemujaan dan pengidolaan terhadap pemikiran asing tersebut. Hal tersebut bagi saya menyedihkan. Kedua, mengikuti prinsip dialektika Hegel yang menekankan pencarian sintesa. Dimana sejarah Indonesia yang bersifat “Indonesia Sentris” ini, merupakan antitesis dari tesis sejarah Indonesia yang di rekonsturksi pandangan orientalis. Diharapkan dapat menemukan suatu sintesa tersendiri. Sintesa ini diharapkan mendapatkan suatu versi dari sejarah yang lebih baik dari sebelumnya.

Sejarah Nasional Indonesia, bisa dikatakan sebagai buku “standar wajib” dalam pemahaman pertama untuk memulai kajian terhadap sejarah bangsa Indonesia ini. Buku Sejarah Nasional Indonesia ini dibuat oleh sejarawan Indonesia yang menyadari pentingnya menyadarkan manusia Indonesia tentang sejarah bangsanya sendiri, yang berdasarkan semangat kebangsaan Indonesia. Buku Sejarah Nasional Indonesia itu sendiri dibagi menjadi enam jilid. Jilid pertama membahas pada jaman prasejarah di Indonesia, jilid kedua membahas jaman kuna, jilid ke tiga membahas jaman pertumbuhan dan perkembangan kerajaan – kerajaan Islam di Indonesia, jilid keempat membahas abad ke Sembilan belas, jilid ke lima tentang jaman kebangkitan nasional dan masa akhir Hindia Belanda, dan jilid terakhir adalah jaman Jepang dan jaman Republik Indonesia. Yang penulis akan bahas saat ini adalah sejarah nasinal Indonesia jilid kedua dan edisi ke-4 cetakan kedelapan terbitan tahun1993.

Tebal, teoritis, dan komperhensif. Kira - kira itulah tanggapan pertama saya saat membaca buku tersebut. Buku yang menerangkan keadaan di Indonesia pada saat jaman kerajaan Hindu Buddha ini (awal masehi – 1500 masehi), memang sangat menarik. Hanya jika anda benar - benar tertarik uuntuk mengkaji keadaan peradaban pra-nasionalisme Indonesia. Beberapa teori dan fakta yang unik bisa kita temukan disini, salah satunya tentang keaslian tokoh Ken Arok, pemerintahan di Jawa yang bersifat kosmologinya sendiri. Selain itu buku ini juga memenceritakan sebagian perseteruan teori sejarah yang bersifat asing dan teori sejarah yang bersifat nasionalis. Seperti Wangsa Sailandra yang dipertanyakan asal usulnya. Selain itu pada beberapa halaman halaman akhir disediakan foto- foto prasasti, candi serta peta keadaan maritim nusantara pada saat itu.

Saya akan membahas buku ini secara sederhana dan menyertakan fakta–fakta yang unik, dengan tujuan menambah rasa keingintahuan agar memperdalam buku tersebut. Buku ini dibagi menjadi delapan bab. Bab pertama adalah berupa pendahuluan yang menceritakan keadaan nusantara baik hal geografis, ekonomi, dan politik internasionalnya. Bab kedua membahas kerajaan–kerajaan tertua yang ada di Indonesia, yaitu Kutai dan Tarumanegara. Bab ketiga menceritakan dua kerajaan di Sumatra, yaitu Sriwijaya dan Melayu, bab keempat menyinggung kerajaan Mataram yang berpusat di Jawa Tengah. Bab kelima membahas kerajaan Mataram yang berpusat di Jawa Timur. Bab keenam membahas kerajaan di pulau dewata Bali. Bab ketujuh membahas kerajaan Sunda. Dan bab terakhir membahas kerajaan terakhir sebelum masuknya kesultanan Islam yaitu Singhasari dan Majapahit.

Pada bab pertama diceritakan bagaimana kehidupan di Nusantara kita. Sebagaimana yang kita ketahui, kepulauan Indonesia terletak antara dua benua yaitu benua Asia dan benua Australia, sering diumpamakan sebagai jembatan di antara kedua benua tersebut. Bahkan penelitian prasejarah menunjukan, bahwa dimasa lampau berbagai suku bangsa telah memasuki kepualauan ini. Dari daratan asia tenggara, ada yang berasal dari indocina yang menyebar ke Indonesia bagaian barat, dan ada juga yang datang dari kepulauan Filipina dan menyebar di Indonesia di bagian timur. Lalu sebagian bangsa-bangsa itu kemudian menyebar di kepulauan Pasifik dan Australia, bahkan ada yang mencapai kepulauaan Madagaskar. Selain itu kelebihan lainya dari Nusantara adalah letaknya yang berada di jalur perdagangan jaman kuna, yaitu jalur antara India dan China.

Kedua negeri tersebut dikatakan sebagai negeri yang memiliki hubungan erat dengan keadan nusantara pada jamannya. Hubungan dengan peradaban India sendiri dapat diketahui dari kerajaan di Indonesia yang mengenal sistem kasta, bahasa dan tulisan yang bercorak Sansekerta. Selain itu dalam hal perdagangan, mereka memperdagangkan kayu gaharu dan cendana yang berfungsi sebagai pengharum, sedangkan rempah–rempah sendiri yang menjadi barang incaran Eropa di Indonesia tak begitu menjadi komoditas penting di India, karena India sudah terkenal dengan pertanian rempah-rempahnya. Sedangkan dengan cina, hubungan internasionalnya lebih dikenal dengan hubungan internasional dengan alasan perdagangan. Hal ini menurut Wolters dapat diketahui dengan adanya pengiriman delegasi kerajaan Indonesia ke negri Cina dan sebaliknya. Selain itu dokumen tentang keadaan Nusantara pada jaman itu sering ditulis oleh penjelajah Cina. Dari hal tersebut kita dapat mengetahui bahwa nusantara pada jaman dahulu sudah dikenal oleh bangsa lainnya dan kekuatan maritimnya bisa menjadi pertimbangan.

Selanjutnya diceritakan tentang dua kerajaan yang dianggap tua di Nusantara ini, yaitu Kutai dan Tarumanegara. Kutai , kerajaan yang bercorak Hindu Buddha yang telah diakui di Indonesia sebagai kerajaan tertua di Indonesia, memiliki keunikannya sendiri. Yaitu penemuan kerajaan itu sendiri tidak terekam oleh para penulis tambo di daratan Cina, mengingat bahwa penulis Tambo Cina memiliki kebiasaan untuk mencatat hal unik yang ditemui dalam perjalanannya. Kerajaan yang terletak di Kalimantan timur ini memiliki peninggalan berupa arca Buddha dan prasasti atau yupa yang menceritakan silsilah keluarga kerajaannya tersebut.

Keunikan lainnya adalah dalam prasati tersebut dikatakkan bahwa raja pertama sebagai pendiri kerjaan Kutai itu sendiri bukanlah Kudunga yang memiliki nama tanpa usur india, melainkan Aswawarman. Apakah hal itu dikarenakan Kudunga tidak secara total memasukkan peradaban India dalam sistem kerajaannya, atau mungkin karena dia sendiri tidak berasal dari golongan Hindu murni (yang lahir dari orang tua beraga hindu)?

Kerajaan selanjutanya adalah Tarumanegara. Keberadaan kerajaan yang berada barat Jawa ini, dikatakan telah ditulis oleh ahli bumi Yunani kuno yaitu Claudius Ptolemaeus. Dengan mengatakan ada sebuah kota yang terletak di pulau Iabadiou, yang disesuaikan dengan bahasa sansekerta menjadi Yawadipa, yang berarti pulau Jelai, dan menurut para sarjana besar kemungkinan pulau yang disebutkan ini adalah pulau Jawa. Tarumanegara sendiri meninggalkan banyak prasasti, seperti prasasti Muara Cianten, prasasti Kebon Kopi, prasasti Jambu, prasasti Tugu, prasasti Pasir Awi.

Hal menarik tentang kerajaan ini adalah, ada kemungkinan bahwa kerajaan ini memiliki agama selain Hindu dan Buddha. Bersumber dari Fa Hsien, seorang pengembara Cina, dengan mengatakan dia menemukan ada suatu agama kotor di dalam perjalanannya. Para sarjana sendiri berpendapat, bahwa agama yang dimaksud adalah agama Siwa Pasupata tapi yang lebih menarik adalah pendapat yang mengatakan agama yang kotor itu adalah agama orang Parsi (= Majusi/Zoroaster). Karena melihat mayat diletakan begitu saja di dalam hutan, seperti dalam kebudayaan Zoroaster, yang menaruh mayat dalam bangunan tinggi yang disebut dekhmeh dan dibiarkan begitu saja. Jika benar, maka hubungan internasional taraumanegara bisa saja sampai dengan Persia.

Cerita pun beralih ke dua kerajaan Sumatra, Sriwijaya dan Melayu. Sriwijaya, adalah kerajaan di Sumatra yang dijumpai pertama kali dalam prasasti Kota Kapur di pulau Bangka. Prasasti yang ditinggalkan hanya 6 buah. Prasasti ini ada yang menceritakan ekspansi kerajaan seperti prasasti Kedukan Bukit, dan ada juga prasasti yang menceritakan keadaan sosial di kerajaan tersebut, seperti yang ditulis oleh prasasti Talang Tuo.

Kerajaan ini merupakan kerajaan yang ekspansinya bisa dibilang luas. Dari bagian barat pulau Jawa, sebagian besar pulau Sumatra hingga Malaya. Dikarenakan Sriwijaya berhasil menguasai selat perdagangan di selat Malaka maka krajaan tersebut bisa mendapatkan kekayaan dari pajak perdagangannya tersebut. Tapi yang menarik adalah hubungan politik kerajaan ini dengan Cina dan bagaimana mereka bisa mengamankan wilayah perdagangannya dari serangan para bajak laut. Dikatakan bahwa hubungan antara sriwijaya dengan Cina berjalan dengan erat, hal ini disebabkan perdagangan. Bahkan dikatakan Sriwijaya sampai mengirimkan upeti ke Kaisaran Cina dengan tujuan , agar Cina tidak berdagang di derah Asia Tenggara yang lain. Lalu dengan dikuasainya wilayah selat malaka maka Sriwijaya menyusun strategi yang unik untuk mengamankan wilayahnya dari perompak, yaitu dengan bekerja sama dengan sebagian perompak agar mengamankan wilayahnya itu sendiri dari perompak yang lain. Jadi Sriwijaya tidak perlu membuat divisi sendiri yang bertugas mengamankan jalur perdagangan tersebut.

Kerajaan lainnya adalah kerajaan Melayu. Kerajaan ini pertama kali dikatakan berada di Jambi tapi sumber- sumber selanjutnya mengatakan bahwa negeri ini di semenanjung tanah Melayu. Wilayah ini pertama kali dikuasai oleh Sriwijaya, namun pada akhirnya negeri ini memiliki kekuatannya sendiri. Sumber yang mengatakan keberadaan kerajaan tersebut berdasarkan Kisah Pamelayu, yang menceritakan ekspansi Negara Singhasari. Dan dikisah tersebut Melayu dikatakan sebagai suatu kerajaan yang berdiri sendiri.

Di pulau Jawa sendiri memiliki kerajaan yang unik yaitu kerajaan Mataram .Kerajaan ini mula-mula terletak di pulau Jawa bagian tengah yang kemudian ke Timur dan berdiri sekitar abad ke 8 dan ke 9 M. Kerajaan itu dikatakan didirikan Wangsa Syailandara. Hal ini diketahui dari prasasti Kalasan. Terdapat hal menarik dalam mencari darimana Wangsa Syailandara itu berasal. J.L. Moens memberikan teori bahwa Wangsa Syailandra itu berasal dari India selatan, yang semula berkuasa di Palembang, tetapi melarikan diri ke Jawa karena serangan Sriwijaya. Ada juga pendapat yang mengatakan bahwa Wangsa Syailandra itu berasal dari Kambodja, pendapat itu dikatakan oleh G. Coedes. Tapi pernyataan tersebut dibantah oleh R.Ng. Poerbatjaraka, yang merasa tersinggung dengan anggapan bahwa bangsa Indonesia hanya bisa didipimpin oleh bangsa asing. Dalam kerajaan Mataram ini terdapat dua kekuatan dinasti yang pernah memimpin kerajaan ini, yaitu wangsa Syailandra dan wangsa Sanjaya.

Kerajaan Mataram berpindah di Jawa Timur. Kerajaan ini dipimpin oleh Wangsa Isyana, dan ditemukan dalam prasasti Pucangan, yang dikeluarkan oleh raja Airlangga. Dinasti ini dimulai dari Mpu Sindok, yang dikatakan memindahkan kerajaan Mataram ke timur. Alasan kenapa kerajaan ini dipindahkan karena meletusnya gunung merapi yang luar biasa.

Dari era ini bisa kita prediksi, bahwa ada sistem birokrasi dalam pemerintahannya. Dengan menyebutkan ada jabatan dalam kerajaannya, seperti gusti, kalang, winkas, tuha wanua, parujar, hulair, hulu wras dan lain – lain. Memang belum ada bukti secara pasti, pekerjaan apa yang dilakukan dengan jabatan tertentu. Tapi berdasarkan arti katanya kita bias memperkirakan pekerjaan apa yang dilakukan. Seperti hulair, yang berarti hulu air, bisa dianggap sebagai orang yang berurusan dengan perairan atau irigasi desa. Tuha wanua, yang berarti orang yang dituakan bias diartikan sebgai orang yang memimpin suatu desa tersebut.

Bali Juga memiliki perannya dalam sejarah era kuna di Indonesia. Kerajaan ini tidak terdokumentasikan oleh kitab kitab sejarah cina. Sumber tersebut hanya dapat ditemukan di Bali sendiri. Raja yang pertmakali dikenal adalah Sri Kesariwarmmadewa, yang bersumber dari prasasti Belanjong.

Walaupun ajaran hindu sangat kental di Bali, tapi tidak serta merta melenyapkan kebudayaan keagaaman lokal, hal ini dapat dilihat dengan peti mayat (sarchophagus) yang dianggap leteh(kotor) malah disimpan dalam beberapa pura yang di anggap suci.

Kerajaan Sunda

Kembali kepualau Jawa, kerajaan yang dibahas buku ini adalah kerajaan Sunda. Sumber utama kisah kerajaan di tanah Sunda adalah Carita Parahiyangan. Cerita itu sendiri merupakan nama suatu naskah Sunda kuna yang dibuat pada akhir abad ke-16, yang menceritakan sejarah Tanah Sunda, utamanya mengenai kekuasaan didua ibukota kerajaan Sunda yaitu keraton Galuh dan keraton Pakuan. Naskah ini merupakan bagian dari naskah yang ada pada koleksi Museum Nasional Jakarta dengan nomor register Kropak 406. Naskah ini terdiri dari 47 lembar daun lontar ukuran 21 x 3 cm, yang dalam tiap lembarnya diisi tulisan 4 baris. Aksara yang digunakan dalam penulisan naskah ini adalah aksara Sunda.

Kerajaan di tanah Sunda ini bisa dibilang berada di tepian jaman peralihan kerajaan yang bersifat Hindu Buddha keera kesultanan Islam. Di kerajaan ini pulalah hubungan dengan bangsa Eropa telah masuk. Portugis diktahui pernah menjalin hubungan dengan kerajaan sunda yang diketahui bernama ratu samiam dengan tujuan menahan dari ekspansi dari Islam yang dipimpin oleh Maulana Hasanuddin yang dibantu anaknya maulana yusuf. Dari kejadian ini bias diketahui bahwa wilayah jawa terutama sunda kelapa telah menjadi pusat perdagangan yang metropolitan, dengan masuknya pengaruh agama islam dan Intervensi dari bangsa portugis dalam keadaan sosialnya.

Pada bab terakhir buku sejarah nasional Indonesia membahas tentang kerajaan Singhasari dan Majapahit.Kedua kerajaan tersebut adalah kerajaan terakhir era hindu Buddha dan juga yang terhebat pada masa sebelum Kesultanan Islam didirikan. Pada akhir masa kerajaam Kediri daerah Tumapel akan melahirkan kerajaan yang hebat yaitu kerajaan Singhasari. Siapa yang mendirikan kerajaan itu sendiri memiliki dua versi, yang pertama berdasarkan Kitab Pararaton dikatakan kerajaan itu didirikan oleh Ken Arok, pada saat itu Tumapel yang masih dibawah kekuasaan kerajaan Kediri memiliki seorang akuwu (pemimpin daerah) yang bernama Tunggul Ametung. Setelah berhasil membunuhnya, Ken Arok juga memperistri istri akuwu tersebut, yaitu ken dedes, dan juga berusaha membuat daerah Tumapel terpisah dari kekuasaan Kediri. Tapi menurut Kakawin Negarakretagama yang menjadi pendirinya adalah Rangga Rajasa Sang Girinathaputra, sebab dalam Kekawin tersebut tidak diceritakan kisah tentang Ken Arok.

Diceritakan bahwa Kertanagara adalah raja terakhir dan raja terbesar dalam sejarah Singhasari (1268 - 1292). Ia adalah raja pertama yang mengalihkan kawasannya ke luar Jawa. Pada tahun 1275. Ia mengirim pasukan Ekspedisi Pamalayu untuk menjadikan Sumatra sebagai benteng pertahanan dalam menghadapi ekspansi bangsa Mongol. Saat itu penguasa Sumatra adalah Kerajaan Dharmasraya (kelanjutan dari Kerajaan Malayu). Pada tahun 1284, Kertanagara juga mengadakan ekspedisi menaklukkan Bali. Pada tahun 1289 Kaisar Kubilai Khan mengirim utusan ke Singhasari meminta agar Jawa mengakui kedaulatan Mongol. Namun permintaan itu ditolak tegas oleh Kertanagara. Nagarakretagama menyebutkan daerah-daerah bawahan Singhasari di luar Jawa pada masa Kertanagaraantara lain, Melayu, Bali, Pahang, Gurun, dan Bakulapura.

Singhasari memilliki hubungan dengan kerajaan selanjutnya yaitu Majapahit . literatur Pararaton, Nagarakretagama,dan prasastiKudadu mengisahkan RadenWijaya cucu Narasingamurti yang menjadi menantuKertanagara lolos dari maut. Berkat bantuan Aria Wiraraja (penentang politik Kertanagara), ia kemudian diampuni oleh Jayakatwang dan diberi hak mendirikan desa Majapahit.Pada tahun 1293 datang pasukan Mongol yang dipimpin Ike Mese untuk menaklukkan Jawa. Setelah Kadiri runtuh, Raden Wijaya dengan siasat cerdik ganti mengusir tentara Mongol keluar dari tanah Jawa. Raden Wijaya kemudian mendirikan Kerajaan Majapahit sebagai kelanjutan Singhasari, dan menyatakan dirinya sebagai anggota Wangsa Rajasa, yaitu dinasti yang didirikan oleh Ken Arok.

Kerajaan Majapahit mencapai Punncaknya berada dalam masa kekuasaan Hayam Wuruk yang juga menghasilkan tokoh yang terkenal yaitu Gajah Mada.

Hayam Wuruk, juga disebut Rajasanagara, memerintah Majapahit dari tahun 1350 hingga 1389. Pada masanya Majapahit mencapai puncak kejayaannya dengan bantuan mahapatihnya, Gajah Mada. Di bawah perintah Gajah Mada (1313-1364), Majapahit menguasai lebih banyak wilayah.

Kekuasaan Majapahit meliputi Sumatra, semenanjung Malaya, Kalimantan, Sulawesi, kepulauan Nusa Tenggara, Maluku, Papua, dan sebagian kepulauan Filipina. Namun demikian, batasan alam dan ekonomi menunjukkan bahwa daerah-daerah kekuasaan tersebut tampaknya tidaklah berada di bawah kekuasaan terpusat Majapahit, tetapi terhubungkan satu sama lain oleh perdagangan yang mungkin berupa monopoli oleh raja. Majapahit juga memiliki hubungan dengan Campa,Kamboja, Siam, Birma bagian selatan, dan Vietnam, dan bahkan mengirim duta-dutanya ke Tiongkok.

Selain melancarkan serangan dan ekspedisi militer, Majapahit juga menempuh jalan diplomasi dan menjalin persekutuan. Kemungkinan karena didorong alasan politik, Hayam Wuruk memiliki keinginan untuk mempersunting Citraresmi (Pitaloka), putri Kerajaan Sunda sebagai permaisuri untuk rajanya. Pihak Sunda menganggap lamaran ini sebagai perjanjian persekutuan. Pada 1357 rombongan raja Sunda beserta keluarga dan pengawalnya bertolak ke Majapahit mengantarkan sang putri untuk dinikahkan dengan Hayam Wuruk. Akan tetapi Gajah Mada melihat hal ini sebagai peluang untuk memaksa kerajaan Sunda takluk di bawah Majapahit. Pertarungan antara keluarga kerajaan Sunda dengan tentara Majapahit di lapangan Bubat tidak terelakkan. Meski dengan gagah berani memberikan perlawanan, keluarga kerajaan Sunda kewalahan dan akhirnya dikalahkan. Hampir seluruh rombongan keluarga kerajaan Sunda dapat dibinasakan. Tradisi menyebutkan bahwa sang putri yang kecewa, dengan hati remuk redam melakukan "bela pati", bunuh diri untuk membela kehormatan negaranya. Kisah Pasunda Bubat menjadi tema utama dalam naskah Kidung Sunda yang disusun pada zaman kemudian di Bali. Kisah ini disinggung dalam Pararaton tetapi sama sekali tidak disebutkan dalam Nagarakretagama.

Meskipun penguasa Majapahit memperluas kekuasaannya pada berbagai pulau dan kadang-kadang menyerang kerajaan tetangga, perhatian utama Majapahit nampaknya adalah mendapatkan porsi terbesar dan mengendalikan perdagangan di kepulauan Nusantara. Pada saat inilah pedagang muslim dan penyebar agama Islam mulai memasuki kawasan ini.

Setelah saya membaca dan merangkum secara garis besar buku sejarah nasional Indonesia tersebut saya mengambil beberapa kesimpulan tentang keunggulan dan kekurangan buku tersebut.

Buku ini tergolong lengkap dalam penjelasan sejarah nusantara pada era kuna. Banyak hal yang detail yang jarang dibahas dalam buku sejarah pada umumnya dijelaskan disini. Seperti kerajaan di Bali yang jarang diketahui orang banyak, dan inilah yang menjadi perhatian saya. Saya sendiri yang baru menggeluti bidang sejarah sering terkejut dengan fakta sejarah, teori-teori dan rekonstruksi sejarah yang ditulis dalam buku ini. Seperti permasalahan asal usul Wangsa Syailandara.Karena yang saya ketahui masih berdasarkan satu sudut pandang, dan buku ini membuka sudut pandang saya lebih luas lagi. Buku yang ditulis oleh Marwati Djoened Poesponegoro, Nugroho Notosusanto, dkk ini, memang komferhensif dan mendetail, dan wajar saja menjadi buku sejarah standar yang harus dipelajari untuk memulai pemahaman tentang Indonesia. Selain membaca tulisan, di halaman terakhir buku ini, dimasukan juga gambar–gambar sebagai penghibur mata kita.

Tak ada gading yang tak retak, seperti juga buku ini. Menurut saya ada dua kelemahan buku ini.

Pertama, dalam hal judul buku secara umum, saya sendiri merasa bingung, jika kita membahas sejarah Indonesia secara nasional, kenapa memasukan kerajaan yang bersifat tribal atu kesukuan? Bukankah nasionalisme Indonesia dimulai dari era Boedi Oetomo yang sudah memisahkan semangat kesukuan? Lebih masuk akal menurut saya jika buku ini diberikan judul sejarah peradaban didaerah Indonesia dari keadaan pra-nasionalis hinggap pasca nasionalis.

Kedua, dalam segi pembahasaan buku ini sangat kaku dan baku. Sehingga orang yang tidak memiliki satu antara kedua hal ini, yaitu kegemaran atau tugas tentang sejarah, akan memilih untuk berhenti membaca setelah beberapa halaman. Menurut saya jika suatu buku yang teoritis bisa dibahasakan dengan cara ringan dan menarik tanpa menghilangkan teori – teori pentingnnya, itu adalah buku yang baik, sebab membuat semua kalangan tertarik untuk menambah pengetahuan tentang sejarah bangsanya sendiri. Karena salah satu kegunaan dari sejarah bangsa adalah menumbuhkan jiwa nasionalis dan patriotisme, dan bagaimana seseorang bisa mentalitas itu dibentuk? Jika saat membaca tentang sejarah bangsa sendiri, tidak bersemangat karena tak paham dan bosan.

Saya akui bahwa, buku ini memang pantas di anggap buku standar pemahaman sejarah Indonesia secara teoritis. Buku ini memang berguna jika anda sangat tertarik dengan sejarah kerajaan Hindu Buddha yang pernah ada di Indonesia, yang sangat kental dengan peperangan dan keeksotisan budaya Nusantara kita. Tetapi saya secara pribadi tidak akan menyarankan, bagi orang yang tidak suka membaca buku yang rijid dan kompleks untuk membaca buku ini.