Page

Total Tayangan Halaman

Kamis, 24 Februari 2011

Nasihat Franz Magnis Suseno Tentang kebudaya Indonesia

Rangkuman Seminar Isu – isu Kebudayaan Indonesia Mutakhir



Permasalahan yang diangkat oleh Franz Magnis Suseno pada seminar ini adalah, bagaimana kebudayaan di Indonesia bisa menghadapi modernisasi? Mengingat bahwa Indonesia memiliki kemajemukan budaya yang sangat kental, maka diperlukan sikap dari masyarakat untuk tetap mempertahankan eksistensi budaya miliknya. Berdasarkan fakta historis, Indonesia telah menjadi tujuan migrasi berbagai bangsa di dunia, seperti Cina, India, dan Arab. Hal tersebut bisa terjadi karena daerah nusantara terkenal dengan toleransi dan memiliki kesadaran tentang pluraritas. Sehingga seringkali terlihat banyak akulturasi antara budaya asing dengan budaya pribumi. Hal tersebut lebih spesifik lagi terlihat pada budaya Jawa. Bahkan Beliau mengatakan “Hampir 40% budaya Jawa mempengaruhi bangsa kita.” Hal tersebut juga berpengaruh pada proses penyebaran agama di Nusantara, salah satunya adalah agama Islam. Islam masuk tak hanya berhenti sebagai sekedar agama di Indonesia  tetapi Juga bercampur dengan politik, dan sistem sosial sehingga memiliki kekuatan yang hebat dalam kehidupan sosial masyarakat. Selain itu penyebaran agama Kristiani bisa dilihat berkembang dengan jalan yang terbilang damai. Hal tersebut terlihat dengan banyak kampung - kampung di Jawa berdiri gereja. Fakta sejarah tersebut membuat kita untuk menyadari, nilai toleransi dan nilai pluralitas sebenarnya merupakan nilai yang telah mendarah daging dalam kebudayaan Indonesia.

            Tetapi pada kehidupan abad ini kebudayaan Indonesia memiliki tantangan zaman, yaitu dengan adanya modernitas. Modernitas yang dibawa oleh barat tersebut memiliki nilai - nilai yang baru pada kebudayaan Indonesia, yaitu rasionalisasi dan individualitas. Pada era tersebut muncul permasalah toleransi dan dan pluralism, yang pada era sebelumnya tidak terjadi bahan permasalahan. Hal tersebut disebabkan modernism lebih banyak menghancurkan budaya struktural yang telah dimiliki negeri ini daripada membangun mekanisme sosial. Penghancuran tersebut disebabkan nilai kebebasan individual yang diagungkan oleh para pemikir modern, berbeda dengan keadaan masyarakat tradisional yang mementingkan sikap komunal dan kolektivitas. Walaupun ideologi modernisme tersebut pada mulanya disebabkan adanya penekanan terhadap intelektual dan kemunafikan moral oleh gereja.

            Permasalahan tentang modernitas tersebut juga terlihat pada sistem pendidikan di Indonesia. Dimana sistem kebudayaan barat mau tidak mau mengharuskan adanya pendidikan yang bersifat individualis, seperti gelar sarjana yang tidak dapat di dapatkan secara bersama-sama. Berbeda dengan sistem pendidikan lokal yang sangat mengedepankan kolektivitas dan gotong royong, seperti pada pesantren. Diskursus tersebut pada akhirnya memilih untuk tetap memasukkan kedua sistem pendidikan tersebut. Selain itu pada abad 19 terjadi akulturasi ideologi lokal dengan ideologi barat. Sehingga muncul berbagai macam ide–ide ideologi dalam pembentukan negara, seperti nasionalisme, Islam, dan sosialisme.

            Pada akhirnya keadan masyarakat di Indonesia dengan masuknya ide modernitas berimbas munculnya hukum kompetisi. Hukum kompetisi adalah hukum dimana yang kuat yang akan bisa bertahan karena kehidupan itu sendiri adalah kompetisi, sehingga yang tak bisa bertahan akan kalah. Beliau menceritakan bahwa permasalahan bisa terjadi karena masalah yang tidak masuk akal. seorang tukang parkir tega menusuk temannya sendiri karena masalah uang seribu, dan dia melakukan hal itu disebabkan ketakutan. Jika tidak dapat mengumpulkan setoran tepat waktu tukang parker tersebut akan disakiti oleh preman daerah  tersebut. contoh tersebut menunjukan, bahwa nilai individualitas yang dibawa modernisme, pada akhirnya menghasilkan sifat egoistis yang mengijinkan untuk mengorbankan orang lain demi keselamatan pribadi.

Jika kita kembali berkaca pada sejarah, Founding Father kita, yaitu Presiden Soekarno dan Wakil presiden Moh. Hatta mampu membuat semangat persatuan di Indonesia menjadi kental dan erat, bahkan konflik fisik yang terjadi dalam masyarakat Indonesia sendiri sangat sedikit. Bahkan pada era 1950 banyak partai–partai yang berdiri di Indonesia dengan berbagai Ideologi dan kubu seperti Islam, nasionalis, yang mendukung pancasila dan tidak mendukung pancasila, komunis dan lain sebagainya. Pada saat itu hanya terjadi konflik politik dan ideologi tetapi tidak sampai pada bentrok fisik, dan hanya sebatas perang argumentasi dan pengaruh. Bahkan Soekarno membuat suatu jargon yang bertujuan mempersatukan ideologi dominan yang berbeda pada saat itu, yaitu NASAKOM Nasionalis, Agama, Kommunis. Disini kita bisa melihat bahwa Soekarno telah membuat dasar yang kuat tentang persatuan.

            Masalah lainnya yang menyangkut perpecahan karena individualitas dan hukum kompetisi adalah persoalan ideologi radikalisme dan fundamentalis agama. Dengan penuh arogansi mereka menganggap dirinya paling benar sehingga merasa mereka bebas untuk menekan kelompok lain yang berbeda dengan cara apapun walaupun jalan tersebut adalah jalan kekerasan. Padahal semua agama mengajarkan tentang kedamaian, kerendahan hati, dan toleransi. Ini sesuai dengan perkataan Franz Magnis “Jangankan  berbeda suku dan agama, dalam satu suku dan agama saja asih seing konflik.”

            Menurut beliau, kita dapat menghadapi perpecahan tersebut adalah dengan cara mempelajari budaya orang lain secara menyeluruh. Dengan begitu kita bisa mengritisi semua budaya modern yang masuk ke negeri kita dan mengambil sikap untuk menerima, memodifikasi, atau menolak. Langkah yang hati – hati tersebut dimaksudkan untuk tetap mempertahankan karakter bangsa sekaligus mengambil manfaat dari budaya asing, sebab mau tidak mau pasti kita bersinggungan dengan budaya asing, sebab kita tidak hidup seorang diri.

            Kebudayaan moderen juga memiliki nilai negatif dalam budaya-sosial yaitu kosumerisme. Konsumerisme adalah budaya yang mendekatkan kita dengan hedonisme, yaitu sikap hidup yang mengutamakan kesenangan bersifat duniawi saja. Orang yang telah terkena “virus” tersebut membeli barang bukan lagi karena permasalahan kebutuhan, melainkan tak lebih dari nilai prestisius dan kesan semata. Mereka akan rendah diri dan merasa tidak eksis dalam pergaulan. Hal seperti itu bisa kita lihat dalam kehidupan di sekitar kita, dimana brand atau logo telah mendominasi kesadaran masyarakat pada umumnya, seperti pada telepon seluler bermerek tertentu. Ada pemikiran dalam masyarakat bahwa orang yang tidak memiliki telepon seluler dengan merek tersebut tidak dapat mengikuti perkembangan jaman.

            Dalam kaitan antara kebudayaan dengan ranah politik. Beliau menerangkan, kewajiban negara adalah untuk melindungi kebebasan warga negaranya. Pernyataan tersebut mensyaratkan bahwa kebebasan warga negaranya sangat luas, selama warga negara tidak saling mengganggu warga negara yang lain dalam wilayah publik dan privat. Selain untuk melindungi kebebasan, negara juga berkewajiban untuk membasmi ketidaksosialan yang terjadi di Indonesia. Salah satu contohnya adalah budaya korupsi yang dilakukan oleh anggota pemerintahan akan menghancurkan intergritas, identitas, dan moral negara. Sehingga masyarakat memerlukan sebuah pegangan yang kuat untuk melekatkan kembali nilai-nilai moral dalam tatanan kehidupannya yang bersesuaian dengan kultur asli bangsa ini, yakni kembali pada nilai–nilai Pancasila.

            Nasihat yang diberikan Beliau merupakan bentuk kepeduliannya terhadap hal yang sayangnya sering dilupakan oleh bangsanya sendiri, yaitu kesadaran untuk mempertahankan kebudayaan lokal. Ide kebudayaan lokal seperti tentang toleransi, kolektivitas, pluralis, dan gotong royong. Sudah sepantasnya kita sebagai penerus kebudayaan bagi bangsa kita, melakukan perenungan dan pada akhirnya melakukan tindakan perubahan. Semua ini dilakukan agar bangsa ini bisa bersaing dalam era globalisasi dengan tetap memiliki karakteristik yang elegan dan berintergritas.

Rabu, 02 Februari 2011

Tentang Filsafat Dan HAM (lagi)

UJIAN TENGAH SEMESTER
Mata Kuliah Filsafat dan HAM Program S-1 FIB Universitas Indonesia
Pengajar: Taufik Basari, S.H., S.Hum, LL.M
31 Oktober 2010

Bacalah pertanyaan di bawah ini dengan baik, ikuti perintahnya.
1.      Bacalah teks Universal Declaration of Human Rights.
a.       Berikanlah intisari/makna dari masing-masing paragraph Pembukaan DUHAM dengan mempergunakan kata kunci yang telah diberikan (huruf tebal/bold).

UNIVERSAL DECLARATION ON HUMAN RIGHTS
Intisari/Makna
Whereas recognition of the inherent dignity and of the equal and inalienable rights of all members of the human family is the foundation of freedom, justice and peace in the world,

Whereas disregard and contempt for human rights have resulted in barbarous acts which have outraged the conscience of mankind, and the advent of a world in which human beings shall enjoy freedom of speech and belief and freedom from fear and want has been proclaimed as the highest aspiration of the common people,

Whereas it is essential, if man is not to be compelled to have recourse, as a last resort, to rebellion against tyranny and oppression, that human rights should be protected by the rule of law,

Whereas it is essential to promote the development of friendly relations between nations,


Whereas the peoples of the United Nations have in the Charter reaffirmed their faith in fundamental human rights, in the dignity and worth of the human person and in the equal rights of men and women and have determined to promote social progress and better standards of life in larger freedom,

Whereas Member States have pledged themselves to achieve, in co-operation with the United Nations, the promotion of universal respect for and observance of human rights and fundamental freedoms,

Whereas a common understanding of these rights and freedoms is of the greatest importance for the full realization of this pledge,

Now, Therefore THE GENERAL ASSEMBLY proclaims THIS UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS as a common standard of achievement for all peoples and all nations, to the end that every individual and every organ of society, keeping this Declaration constantly in mind, shall strive by teaching and education to promote respect for these rights and freedoms and by progressive measures, national and international, to secure their universal and effective recognition and observance, both among the peoples of Member States themselves and among the peoples of territories under their jurisdiction.
Disini diakui secara tegas bahwa martabat dan kesamaan hak tak bisa dilepaskankan  dari masing- masing manusia, dan  atas  dasar dari itu semua, kemerdekaan, keadilan dan perdamaian  di dunia bisa terjadi,
mengabaikan dan memandang rendah hak asasi manusia  telah mengakibatkan tindakan biadab yang merusak hati nurani umat manusia, dan diharapkan adanya sebuah dunia  yang maju , yang menjadi tujuan umat manusia, dimana semua manusia akan menikmati kebebasan berbicara dan kepercayaan dan kebebasan dari ketakutan.


Pemberontakan melawan tirani dan penindasan , adalah jalan terakhir untuk melindungi hak-hak manusia secara huakum.


Penting untuk ikut serta dalam memajukan hubungan persahabatan antara Negara.

Bahwa PBB dalam Piagam ini menegaskan kembali kepercayaan mereka pada hak asasi manusia, dalam martabat dan nilai seseorang manusia dan dalam hak yang sama dari laki-laki dan perempuan dan telah memutuskan untuk mengembangakan kemajuan sosial dan standar hidup yang lebih baik di kebebasan yang lebih besar,

Negara-negara Anggota telah berjanji untuk mencapai kerjasama dengan Perserikatan Bangsa-Bangsa, untuk saling menghormati  dan taat terhadap hak asasi manusia
dan kebebasan manusia yang fundamental

Untuk benar – benar memahami pandangan tentang hak tersebut dibutuhkan rasa saling mengerti. Dan untuk merealisasikan tersebut  dibutuhkan kesadaran tentang pentinngnya kebebasan.

Karena semua hal itu, UNIVERSAL DECLARATION OF HUMAN RIGHTS dijadikan standar umum untuk semua umat manusia dan semua bangsa. Dengan tujuan mendidik dan menyadarkan semua manusia tentang pentingnya penghargaan tentang kebebasan dan hak asasi umat manusia.

Tentang Filsafat Dan HAM

UJIAN AKHIR SEMESTER
Mata Kuliah Filsafat dan HAM Program S-1 FIB Universitas Indonesia
Pengajar: Taufik Basari, S.H., S.Hum, LL.M
9 Desember 2010

1.       Jelaskan secara singkat masing-masing dalam satu paragraph (4-12 kalimat) intisari pemikiran tokoh di bawah ini. Pergunakan kata kunci yang terdapat dalam jawaban Ujian Tengah Semester: a) Plato b) Aristoteles c) Hugo Grotius d) Thomas Hobbes d) John Locke e) Rousseau

No
Filsuf
Intisari Pemikiran

1
Plato
Plato meyakini bahwa harus ada keadilan yang berlandaskan Virtue dan pada akhirnya menghasilkan kelaslah yang menjamin adanya kedamaian. Keadilan yang dianggap Plato bukanlah keadilan yang dimaksudkan sama rata atas segala hal, melainkan keadilan yang dinilai dari talenta setiap individu. Hal tersebut bisa dicontohkan, jika kita memaksa seseorang yang ahli untuk jadi pemimpin, tapi dipaksa menjadi petani, maka kita telah berbuat tidak adil kepadanya. Selain itu keadilan juga harus ditunjang oleh tujuan yang mulia, dalam kasus ini kebaikan bersama.Dalam hal pembagian golongan oleh Plato ini bisa dikatakan adil. Sebab hanya keahlian seseoranglah yang menjadi syarat seseorang masuk dalam kelas tertentu, sehingga hal seperti gender, ras, dan hal SARA tidak menjadi perhitungan. Pada akhirnya semua pekerjaan yang diberikan pada manusia itu haruslah berlandaskan pada Virtue. Ini merupakan fondasi yang sangat esensial dan bersifat Deontologis, yang menyebabkan seseorang yang tidak melaksanaakan tugasnya secara bertanggung jawab dan tidak memiliki tujuan kebajikan serta kebaikan bersama, akan merusak tatanan keadilan manusia.
2
Aristoteles
Manusia secara alamiah pasti memiliki insting untuk melakukan kegiatan politik dengan kata lain yang membedakan manusia dengan binatang adalah kemampuan manusia dapat melakukan hal-hal politik. Pernyataan Political animal ini memang menjadi landasan utama pemikiran filsafat politik Aristotales. Dia berpendapat bahwa manusia pasti memiliki kencendrungan untuk bersosialisasi terhadap sesamanya, dan melakukan kegiatan berpolitik. Dalam membentuk keadaan politik manusia, diperlukan suatu konstitusi. Konstitusi adalah jaminan bagi warganegara agar kepentingan dan hak nya dipenuhu oleh Negara. Disini sudah terlihat adanya paham tentang pemerintahan yang seharusnya melakukan tugas yang diamanatkan oleh rakyatnya. Aristotales telah membagi model pemerintahan dari siapa yang memimpin, yaitu jika sendirian disebut monarki dan tyrani, sebagian orang, aristokrasi dan oligarki, dan yang terakhir oleh banyak orang yaitu demokrasi dan polity. Dan yang kedua  berdasarkan tujuannya, tujuannya dibagi menjadi tujuan pribadi golongan atau untuk kesejahteraan bersama.
3
Hugo Grotius
Setiap manusia memiliki kualitas moral yang secara alami mengizinkan manusia mempunyai suatu hak istimewa pada melakukan suatu perbuatan. Disini terlihat, karena manusia memahami tentang dan memiliki kualitas moral tertentu. Maka manusia memiliki hak yang didapatkan secara inheren, yang diperoleh dari Tuhan. Kualitas moral yang dimiliki manusia secara sempurna yang diperoleh dari kemampuan akal budinya secara alamiah. Terjadi penyadaran, bahwa hukum moral sudah seperti hukum alam dan pasti berlaku dan disadari tiap manusia yang berfikir rasional.
4
Thomas Hobbes
Seluruh manusia dikatakan tidak bermoral dalam keadaan alamiahnya. Sehingga manusia akan terus hidup dalam kecurigaan, ketidakamanan, dan penuh konflik. Egoisme yang pada akhirnya menjadi kompetisi untuk memperebutkan sumber-sumber material yang jumlahnya terbatas. Karena itu, manusia akan menggunakan segala cara bahkan kekerasan dan pembunuhan untuk mendapatkan kebutuhan ini. Ketakutan terhadap kematian dan kebutuhan barang-barang material membawa kepada kesadaran dibuthkannya sebuah kondisi pemerintahan yang menjamin keamanan. Lalu terjadih suatu kontrak sosial dimana setiap manusia harus melepas kebebasannya kepada suatu pemerintahan atau negara, dengan tujuan mempertahankan kelangsungan hidup manusia.
5
John Locke
Setiap manusia secara alamiah setara dan merdeka. Kehidupan pada saat itu manusia menyadari bahwa manusia memiliki tiga hak dasar yaitu hak kebebasa, hak hidup ,dan hak properti. Namun ada kalanya manusia ingin menguasai hak lainnya. Karena adanya kejahatan itu, manusia mulai menyadari untuk melindungi haknya dengan menciptakan suatu kedaulatan yang disebut sebagai kontrak sosial. Pada tahap ini manusia tidak lagi berada dalam keadaan alamiah ketika manusia membentuk suatu kelompok, dan melepaskan hak alamiahnya kepada pemerintahan tertinggi atau disebut legislatif serta menarik diri ke masyarakat. Hal ini dilakukan untuk melindungi barang yang mereka miliki serta menjaga kebebasan dan kehidupan di dunia.
6
Rousseau
Setiap manusia secara alamiah memiliki kebebasan dan sederajat. Tanpa intervensi atau paksaan siapapun, dan tidak memiliki hasrat akan kepemilikan suatu barang, tetapi kebebasan tersebut hanya dibatasi oleh kemampuan bertahan hidup di alam. Namun ada suatu kondisi kacau yang disebabkan oleh manusia yang mulai mengenal kepemilikan barang dan uang yang membuat ketimpangan sosial, hal ini berujung pada hasrat kekuasaan dan perbudakan. Untuk terhindar dari keadaan tersebut setiap manusia harus membentuk kedaulatan dari kontrak sosial. Kontrak sosial akan menjadi alat utama dari kekuatan dan kebebasan bagi setiap manusia untuk menjamin dirinya tanpa merusak kehidupan mereka.

2.       Bacalah teks-teks yang terdapat dalam buku Philosophy of Human Rights:
a.       Thomas Paine: The Rights of Man
b.      Mary Wollstonecraft: A Vindication of the Rights of Woman
c.       Immanuel Kant: The Principles of Political Right
Buatlah rangkuman teks-teks tersebut di atas masing-masing dalam 2-3 paragraph: 

A.      Thomas Paine : The Right Of Man
Thomas Paine adalah filsuf yang ikut berkontribusi besar dalam peristiwa pemisahaamerika dengan inggris. Dia menulis the Right of Man, yang berisi tentang penolakannya tentang bentuk pemerintahan tirani dan menyatakan bahwa hanya pemerintahan demokratis saja yang bisa menjamin perdamaian dan keadilan, serta menyatakan bahwa demokrasi bisa menjamin hak manusia.
Bagi Thomas Paine manusia secara natural, adalah setara dan tidak memiliki tingkatan yang berbeda, sebab setiap manusia menunjukan adanya eksistensi Tuhan. Dia menjelaskan  kewajiban manusia terbagi menjadi dua, yang pertama adalah kewajiban terhadap Tuhannya, dan kedua adalah kewajiban terhadap sesama manusia. Kemudian manusia memiliki hak yang terbagi menjadi dua, yaitu hak natural, yaitu hak yang diperlukan manusia untuk keberadan eksistensinya, dan hak sipil, yaitu hak yang diberikan terhadap manusia jika dia berada dalam suatu komunitas.

B.      Mary Wollstonecraft: A Vindication of the Rights of Woman
Mary Wollstenecraft adalah seorang filsuf perempuan yang mengkritik pemikiran filsafat pada jamannya, seperti J.J.Rousseau, terutama permasalahan hak asasi perempuan. Mary mengkritik pemikiran yang selalu menganggap perempuan tidak memiliki kemampuan untuk turut serta di ranah publik dan berkontribusi dalam masyarakat., karena dikatakan tidak memiliki kemampuan dalam hal intelektual, seperti laki – laki.
Dalam karyanya A Vindication of the Rights of Woman, diceritakan kenapa bahwa yang menyebabkan perempuan tak bisa memiliki hak yang sama dalam kontribusinya dalam masyarakat adalah, tidak diberikannya kesempatan oleh laki - laki untuk memperoleh pendidikan. Dia percaya bahwa, secara struktural peniadaan akses pendidikan tersebutlah yang menyebabkan, perempuan tidak bisa berpikir secara rasional, tidak bisa mandiri, dan tidak bisa berkontribusi dalam masyarakat. Oleh karena itu dia mengusulkan pendidikan yang sama rata baik untuk perempuan dan laki – laki, dengan tujuan mempersiapkan perempuan untuk masuk dalam kegiatan masyarakat.

C.      Immanuel Kant: The Principles of Political Right

               Immanuel Kant, dalam principles of Political Right. Mengatakan bahwa Pembentukan konstitusi sangat baik untuk manusia, karena konstitusi dapat mengakomodir tujuan bersama umum. Konstitusi dibuat karena manusia memiliki kepentingannya masing-masing terkadang berbenturan satu sama lain. Dengan kontitusi setiap manusia dapat memiliki apa yang ia inginkan dan menjaganya dari perampokan. Konstitusi pada akhirnya akan menciptakan hukum eksternal. Hukum eksternal itu sendiri adalah limitasi dari kebebasan manusia dari manusia lainnya. Inilah yang membentuk situasi sipil yang diatur dengan hukum yang berdasarkan prinsip-prinsip liberty, equality, dan independence.
Kebebasan adalah prinsip pertama dari konstitusi rasional, dimana tidak ada yang boleh memaksakan manusia untuk bahagia dengan cara yang tidak dia kehendaki, tetapi setiap manusia berhak mencari kebebasannya sendiri tetapi kehendak setiap manusia dapat  dipaksakan dengan jalan yang pasif jika diprediksi akan merugikan orang lain. Prinsip selanjutnya yaitu kesamaan, kesamaan ini mengindikasian bahwa, setiap manusia memiliki kesempatan yang sama untuk mendapatkan sesuatu, kesamaan ini mengijinkan manusia untuk memilih hal yang disukainya dan berdasarkan talentanya, sebab tidak ada satu golonganpun yang diberikan hak istimewa dan juga di batasi haknya dalam kehidupan ini. Begitu juga dengan kemerdekaan, semua yang dipandangan bebas dan sama harus berada di bawah hukum publik atau konstitusi.

3.       Bacalah Pasal-Pasal dalam DUHAM baik-baik. Dokumen berbahasa Indonesia dapat diperoleh dalam link ini: http://www.kontras.org/baru/Deklarasi%20Universal%20HAM.pdf kemudian pelajari kompilasi list of rights di bawah ini:
Civil and Political Rights
Economic, Social and Cultural Rights
Compilation
Rights covered
Compilation
Rights covered
Anti-Torture
Freedom from Torture, cruel, inhuman, and degrading treatment and punishment
Right to work
Rights to work; to the enjoyment of just and favorable conditions of work; and to form and join trade unions
Anti-Slavery
Freedom from slavery
Fair Trial and equality before the law
Freedom from being subjected to arbitrary arrest or detention; being imprisoned on the ground of inability to fulfill a contractual obligation;
Right to Equality before the courts; guarantees in criminal and civil proceedings; non-retroactive criminal legislation; and the recognition as a person before the law
Equality before the law and equal protection of the law
Right to Social Security
Right to social security, including social insurance
Women’s Right
Gender equality, including right to marry and to found a family, and the equality of rights and responsibilities of spouses as to marriage, during marriage and at its dissolution
Right of the Family
Right to the widest possible protection and assistance for the family, especially for mothers, children and young persons
Freedom of thought and expression
Rights to freedom of thought, and conscience
Right to freedom of opinion and expression
Right to Standard of Living
Right to an adequate standard of living
Anti Racial –nationality discrimination
Including the prohibition by law of any propaganda for war and of any national and racial hatred
Right to health
Right to the enjoyment of the highest attainable standard of physical and mental health
Freedom of religion
Including the prohibition by law of religious hatred
Right to education
Right to education
Freedom of association
the right of peaceful assembly and the right to freedom of association
Right to culture
Right to take part in cultural life
Non-discrimination (civil & political)
Right to take part in public affairs, to vote and to be elected, and to have access to public service
ADDITIONAL RIGHTS
Children’s Right
Right of Children
Right to Development
Self Determination
Self determination both in political and religion or ethnic sense


Buatlah kompilasi berdasarkan teks pasal-pasal DUHAM dalam kolom di bawah ini dengan mempergunakan pedoman di atas, sebagaimana contoh pada kolom mengenai hak hidup:
Kompilasi Hak-Hak dalam DUHAM

Kompilasi Hak
Pasal dalam DUHAM

Hak Hidup
Pasal 3
 Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai induvidu.

Anti-Penyiksaan
Pasal 5
Tidak seorang pun boleh disiksa atau diperlakukan secara kejam, diperlakukan atau dikukum secara tidak manusiawi atau dihina.

Anti-Perbudakan
Pasal 4
Tidak seorang pun boleh diperbudak atau diperhambakan; perhambaan dan perdagangan budak dalam bentuk apa pun mesti dilarang.

Fair Trial dan persamaan di depan hukum
Pasal 6
Setiap orang berhak atas pengakuan di depan hukum sebagai manusia pribadi di mana saja ia berada.
Pasal 7
Semua orang sama di depan hukum dan berhak atas perlindungan hukum yang sama tanpa diskriminasi. Semua berhak atas perlindungan yang sama terhadap setiap bentuk diskriminasi yang bertentangan dengan Deklarasi ini, dan terhadap segala hasutan yang mengarah pada diskriminasi semacam ini.
Pasal 8
Setiap orang berhak atas pemulihan yang efektif dari pengadilan nasional yang kompeten untuk tindakan-tindakan yang melanggar hak-hak dasar yang diberikan kepadanya oleh undang-undang dasar atau hukum.
Pasal 9
Tidak seorang pun boleh ditangkap, ditahan atau dibuang dengan sewenang-wenang.
Pasal 10
Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas peradilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya.
Pasal 11
(1) Setiap orang yang dituntut karena disangka melakukan suatu tindak pidana dianggap tidak bersalah, sampai dibuktikan kesalahannya menurut hukum dalam suatu pengadilan yang terbuka, di mana dia memperoleh semua jaminan yang perlukan untuk pembelaannya.
(2) Tidak seorang pun boleh dipersalahkan melakukan tindak pidana karena perbuatan atau kelalaian yang tidak merupakan suatu tindak pidana menurut undang-undang nasional atau internasional, ketika perbuatan tersebut dilakukan. Juga tidak diperkenankan menjatuhkan hukuman yang lebih berat daripada hukum yang seharusnya dikenakan ketika pelanggaran pidana itu dilakukan.

Hak Perempuan
Pasal 16
(1) Laki-laki dan Perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di saat perceraian.

Hak Menikah & Persamaan dlm Pernikahan
Pasal 16
(1) Laki-laki dan Perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak untuk menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan, di dalam masa perkawinan dan di saat perceraian.
(2) Perkawinan hanya dapat dilaksanakan berdasarkan pilihan bebas dan persetujuan penuh oleh kedua mempelai.
(3) Keluarga adalah kesatuan yang alamiah dan fundamental dari masyarakat dan berhak mendapatkan perlindungan dari masyarakat dan Negara.

Kebebasan Berpikir dan Berpendapat
Pasal 18
Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaann dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.
Pasal 19
Setiap orang berhak atas kebebasan mempunyai dan mengeluarkan pendapat; dalam hal ini termasuk kebebasan menganut pendapat tanpa mendapat gangguan, dan untuk mencari, menerima dan menyampaikan keterangan-keterangan dan pendapat dengan cara apa pun dan dengan tidak memandang batas-batas.

Anti Rasialisme
Pasal 1
Semua orang dilahirkan merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka dikaruniai akal dan hati nurani dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam persaudaraan.

Kebebasan Beragama
Pasal 18
Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaann dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.

Kebebasan Berserikat
Pasal 20
(1) Setiap orang mempunyai hak atas kebebasan berkumpul dan berserikat tanpa kekerasan.
(2) Tidak seorang pun boleh dipaksa untuk memasuki suatu perkumpulan.

Anti Diskriminasi
Pasal 2
Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun kedudukan lain.
Selanjutnya, tidak akan diadakan pembedaan atas dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan internasional dari negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara yang merdeka, yang berbentuk wilyah-wilayah perwalian, jajahan atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.

Hak Anak
Pasal 25
 (2) Ibu dan anak-anak berhak mendapat perawatan dan bantuan istimewa. Semua anak-anak, baik yang dilahirkan di dalam maupun di luar perkawinan, harus mendapat perlindungan sosial yang sama.

Hak Menentukan Nasib Sendiri
Pasal 28
Setiap orang berhak atas suatu tatanan sosial dan internasional di mana hak-hak dan kebebasan-kebebasan yang termaktub di dalam Deklarasi ini dapat dilaksanakan sepenuhnya.

Hak atas pekerjaan
Pasal 23
(1) Setiap orang berhak atas pekerjaan, berhak dengan bebas memilih pekerjaan, berhak atas syarat-syarat perburuhan yang adil dan menguntungkan serta berhak atas perlindungan dari pengangguran.
(2) Setiap orang, tanpa diskriminasi, berhak atas pengupahan yang sama untuk pekerjaan yang sama.
(3) Setiap orang yang bekerja berhak atas pengupahan yang adil dan menguntungkan, yang memberikan jaminan kehidupan yang bermartabat baik untuk dirinya sendiri maupun keluarganya, dan jika perlu ditambah dengan perlindungan sosial lainnya.
(4) Setiap orang berhak mendirikan dan memasuki serikat-serikat pekerja untuk melindungi kepentingannya.
Pasal 24
Setiap orang berhak atas istirahat dan liburan, termasuk pembatasan-pembatasan jam kerja yang layak dan hari liburan berkala, dengan tetap menerima upah.
Hak atas Jaminan Sosial
Pasal 22
Setiap orang, sebagai anggota masyarakat, berhak atas jaminan sosial dan berhak akan terlaksananya hak-hak ekonomi, sosial dan budaya yang sangat diperlukan untuk martabat dan pertumbuhan bebas pribadinya, melalui usaha-usaha nasional maupun kerjasama internasional, dan sesuai dengan pengaturan serta sumber daya setiap negara.

Hak dalam Keluarga
Pasal 16
(3) Keluarga adalah kesatuan yang alamiah dan fundamental dari masyarakat dan berhak mendapatkan perlindungan dari masyarakat dan negara.

Hak atas standar kehidupan yang layak
Pasal 25
(1) Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.


Hak atas kesehatan
Pasal 25
(1) Setiap orang berhak atas tingkat hidup yang memadai untuk kesehatan dan kesejahteraan dirinya dan keluarganya, termasuk hak atas pangan, pakaian, perumahan dan perawatan kesehatan serta pelayanan sosial yang diperlukan, dan berhak atas jaminan pada saat menganggur, menderita sakit, cacat, menjadi janda/duda, mencapai usia lanjut atau keadaan lainnya yang mengakibatkannya kekurangan nafkah, yang berada di luar kekuasaannya.

Hak atas Pendidikan
Pasal 26
(1) Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.
(2) Pendidikan harus ditujukan ke arah perkembangan pribadi yang seluas-luasnya serta untuk mempertebal penghargaan terhadap hak asasi manusia dan kebebasan-kebebasan dasar. Pendidikan harus menggalakkan saling pengertian, toleransi dan persahabatan di antara semua bangsa, kelompok ras maupun agama, serta harus memajukan kegiatan Perserikatan Bangsa-Bangsa dalam memelihara perdamaian.
(3) Orang tua mempunyai hak utama dalam memilih jenis pendidikan yang akan diberikan kepada anak-anak mereka.

Hak atas kebudayaan
Pasal 27
(1) Setiap orang berhak untuk turut serta dalam kehidupan kebudayaan masyarakat dengan bebas, untuk menikmati kesenian, dan untuk turut mengecap kemajuan dan manfaat ilmu pengetahuan.


4.       Buatlah analisis evaluasi seluruh materi perkuliahan dalam bentuk essay 3-5 paragraph. Kaitkan intisari pemikirian tokoh-tokoh yang disebut dalam soal nomor 1 dan 2 dengan hak-hak yang diuraikan dalam DUHAM.

Dalam DEKLARASI UNIVERSAL HAK-HAK ASASI MANUSIA yang disingkat menjadi DUHAM, menjelaskan bahwa setiap manusia terlahir dengn memiliki hak – hak yang dimilikinya secara inheren. Semua pasal dalam DUHAM terinspirasi dari banyak teori filsuf seperti tentang kesamaan dalam keadilan seperti yang dikatakan oleh Plato dan aristotales, kenyataan tentang manusia yang memiliki hak oleh Hugo Grotius, pemerintahan yang diperlukan untuk menjamin hak – hak manusia seperti yang dicetuskan oleh Thommas Hobbes, John Locke, dan J.J. Russeau, kesetaraan manusia oleh Thomas Paine, isu kesetaraan gender oleh marry Wollstencraft, dan syarat – syarat konstitusional yang menjamin kebebasan, kesamaaan, dan kemandirian oleh Immanuel Kant, dan lain sebagainya. Pada paragraph selanjutnya penulis akan menganalisi teori para tokoh tersebut dengan hak hak yang terdapat pada DUHAM.
Plato dengan aristotales, telah membuka pintu pembahasan masalah Hak Asasi Manusia, dengan mengkaji persoalan keadilan. Plato dan aristotales sepakat bahwa permasalahan mendasar dalam perpolitikan manusia adalah keadilan dan kebajikan. Keduanya yakin bahwa Negara adalah tujuan utama dari kehidupan politik manusia, agar mencapai suatu kebijakan terbesar dan menjamin kehidupan manusia. Disini belum terlihat adanya makna yang ekspilit tentang Hak. Lalu muncul Hugo Grotius yang mengatakan bahwa manusia memiliki kesadaran tentang hak alamiah yang diperoleh dari kemampuan rasionalnya, meliputi kesadaran tentang kebebasan, dan keadilan hal itu sesuai dengan pernyataan dalam DUHAM yaitu, Pasal 3 yang berbunyi “Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan, dan keselamatan atas individu.”  Dan dalam Mukkadimah “Menimbang, bahwa pengakuan atas martabat alamiah dan hak-hak yang sama dan tidak dapat dicabut dari semua anggota keluarga manusia adalah dasar kemerdekaan, keadilan dan perdamaian di dunia”
Lalu munculah para filsuf yang dikenal sebagai para filsuf kontrak sosial, yaitu Hobbes, Locke, dan Rousseau. Dimana teori mereka yang menghasilkan suatu golden rule, yaitu “perlakukanlah orang lain sebagaimana kamu ingin orang lain memperlakukan dirimu”. Hobbes, Locke, dan Rousseau sama-sama membicarakan kondisi alamiah manusia, namun masing-masing memiliki perbedaan. Hobbes mengatakan secara alamiah manusia itu buas, Locke mengatakan manusia itu bermartabat dan memiliki hak pribadi yang dimiliki secara individual dan hidup secara mandiri, dan Rousseau mengatakan manusia itu baik dan bersifat komunal. Namun perbedaan konsep tentang keadaan asali manusia, mereka bersepakat bahwa ada suatu keadaan perang yang pada akhirnya menghasilkan suat keadaan Political Society. Keadaan Political Society itu menghasilkan suatu keadaan damai, yang mensyaratkan manusia untuk menyerahkan hak-haknya kepada negara dengan membentuk sebuah kontrak sosial. Kontrak tersebutlah yang mencipta common good guna melindungi hak setiap manusia. Seperti hak hidup, hak kebebasan, hak milik dan lain sebagainya, seperti dalam Pasal 3 “Setiap orang berhak atas kehidupan, kebebasan dan keselamatan sebagai induvidu,” dan Pasal 17 “(1) Setiap orang berhak memiliki harta, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain. (2) Tidak seorang pun boleh dirampas harta miliknya dengan semena-mena.” Keadaan perang yang diteorikan oleh ketiga filsuf tersebut juga menjadi inspirasi dalam Mukadimah DUHAM dengan tujuan, perlu terjadinya penghargaaan dalam Hak asasi manusia, yaitu “Menimbang, bahwa mengabaikan dan memandang rendah hak-hak manusia telah mengakibatkan perbuatan-perbuatan bengis yang menimbukan rasa kemarahan hati nurani umat manusia...”
Konsep terbentuknya negara dengan memberikan hak-hak warga negara kemudian berkembang menjadi permasalahan tentang hak manusia, hak perempuan, dan hak politik. Permasalahan ini diangkat oleh Thommas Paine, Marry Wollstonecraft, dan Immanuel Kant, mereka mencoba mendalami permasalahan hak yang lebih spesifik. Dimulai  dari Paine dengan membagi “hak alamiah”  dan “hak sipil” karena adanya tekanan otoritas. Banyak sekali Pasal DUHAM yang mengangkat hak-hak sipil, seperti Pasal 21: (1) Setiap orang berhak turut serta dalam pemerintahan negaranya, secara langsung atau melalui wakil-wakil yang dipilih dengan bebas. (2) Setiap orang berhak atas kesempatan yang sama untuk diangkat dalam jabatan pemerintahan negaranya. Berikutnya adalah Marry Wollstonecraft, perempuan ini mengankat permasalahan kesetaraan gender terutama dalam hal kesempatan memperoleh pendidikan. Pemikirannya menjadi cikal bakal munculnya kaum feminis. DUHAM sudah meletakan wanita setara dengan pria, dan ditegaskan lagi, seperti tentang pernikahan pada Pasal 16: “(1) Laki-laki dan perempuan yang sudah dewasa, dengan tidak dibatasi kebangsaan, kewarganegaraan atau agama, berhak menikah dan untuk membentuk keluarga. Mereka mempunyai hak yang sama dalam soal perkawinan dan di saat perceraian,” dan juga dalam persoalan pendidikan seperti dalam pasal Pasal 26 “(1) Setiap orang berhak memperoleh pendidikan. Pendidikan harus dengan cuma-cuma, setidak-tidaknya untuk tingkatan sekolah rendah dan pendidikan dasar. Pendidikan rendah harus diwajibkan. Pendidikan teknik dan kejuruan secara umum harus terbuka bagi semua orang, dan pendidikan tinggi harus dapat dimasuki dengan cara yang sama oleh semua orang, berdasarkan kepantasan.” Terakhir adalah Immanuel Kant, banyak orang yang sudah mengenal pemikirannya, dalam “hak” dia lebih banyak mengangkat permasalahan hak politik, dimana untuk menerapkan “hak warga negara”,  negara harus membuat konstitusi dengan landasan kebebasan, kesamarataan dan kemandirian. Dari konstitusi ini akan terciptanya sebuah hukum untuk menjaga hak seluruh warga negara. Banyak sekali teori Kant yang mempengaruhi Pasal DUHAM, seperti Pasal 13, “Setiap orang berhak atas kebebasan bergerak dan berdiam di dalam batas-batas setiap negara” Pasal 10, “Setiap orang, dalam persamaan yang penuh, berhak atas peradilan yang adil dan terbuka oleh pengadilan yang bebas dan tidak memihak, dalam menetapkan hak dan kewajiban-kewajibannya serta dalam setiap tuntutan pidana yang dijatuhkan kepadanya.” dan Pasal 15, “Setiap orang berhak atas sesuatu kewarganegaraan.”
               
5.       Buatlah 6 buah essay masing-masing terdiri dari 3 paragraph, paragraph pertama berisi latar belakang kasus, kedua berisi akar persoalan dikaitkan dengan teori-teori dasar HAM, paragraph terakhir berisi uraian pendapat pribadi, mengenai kasus-kasus/isu-isu berikut ini:
a.       Hak Perempuan
b.      Pelanggaran HAM masa lalu: kasus Timor Timur
c.       Pelanggaran HAM masa lalu: kasus 65
d.      Hak atas pendidikan
e.      Kebebasan Beragama
f.        Kemiskinan dan Hak Asasi Manusia
Jawab :
A.      Hak Perempuan
        Perkembangan dunia ini, baik dalam hal intelektual, politik dan lain sebagainya, selalu menuliskan dalam sejarahnya dengan kehebatan dan keagungan dengan logika patriakal. Tinta sejarah selalu menuliskan betapa luar biasa kontribusi laki – laki, lalu bagaimana dengan nasib perempuan? Seberapa banyak kita mendengar perempuan bisa berkontribusi dalam kehidupan masyarakat? Kebanyakan peraturan politik – terutama dalam negara kita-, secara teori meniadakan diskriminasi gender, tetapi selalu berat sebelah dalam interpretasinya, dan siapa yang dirugikan? Disadari ataupun tidak objeknya adalah perempuan. Sejarah sendiri banyak membuktikan, seperti doktin pada agama Abrahamik telah mengatakan, bahwa kejatuhan Adam di dunia ini dikarenakan bujukan Hawa, yang menyebabkan laki – laki bisa merendahkan perempuan. Pada era medieval perempuan selalu yang dituduh sebagai penyihir dan diadili secara tidak adil. Dalam era masyarakat Indonesia pra nasionalisme, perempuan dianggap tak perlu mengenyam pendidikan dan cukup bekerja di rumah, seperti yang diprotes R.A. Kartini. Dan yang terjadi belum lama ini adalah, ide anggota dewan di Jambi yang mengusulkan diadakannya tes keperawanan bagi siswi dengan tujuan menangkal kasus seks bebas di kalangan pelajar. Secara tidak langsung ide yang diangkat oleh anggota dewan tersebut mendiskriminasi para pelajar peremuan di Negara ini, dan bisa mengganggu hak asasi manusia yang universal.
        JIka kita kaji fenomena itu, maka akan terlihat adanya benang merah antara kekuasaan dan politik yang menyebab perempuan, secara sadar maupun tak sadar menjadi objek. Yaitu pola pikir pihak yang memegang kekuasaan dan politik, yang mengganggap bahwa perempuan adalah pihak yang lemah, selalu bergantung, dan tidak setara dengan laki – laki. Para pemegang kekuasan dan politik selalu melegalkan polapikirnya dengan banyak legitimasi, salah satunya adalah, doktrin agama yang menganggap penyebab turunnya adam ke dunia, dikarenakan hawa. Belum lagi banyak pemikir – yang kebanyakan laki – laki – terdahulu, selalu menganggap perempuan adalah manusia kelas dua, seperti pada pemikiran Aristotales, yang tidak memasukan perempuan sebagai warga Negara. Kenapa hal itu terjadi dan bagaimana perempuan mendapatkan hak yang sepantasnya? Marry Wollscencraft menjawab, semua itu terjadi karena kekurangan akses perempuan pendidikan. Dia percaya bahwa perempuan tidak bisa melawan, kekurangan kemampuan berpikir, bukan karena keterbatasan akal, tetapi keterbatasan akses pendidikan, dan dari kesamarataan akses pendidikan itulah perempuan bisa berkontribusi. Itu sesuai dengan pernyatan dalam DUHAM pasal 26 ayat satu dan dua, yang memberikan keterangan bahwa semua orang berhak mendapat pendidikan.
        Menurut saya secara pribadi Isu gender ini, merupakan isu yang tidak akan ada habisnya untuk dibahas, dan saya setuju dengan ide Marry Wollstencraft, yang mengatakan bahwa, pendidikan adalah cara agar perempuan bisa berkontribusi dalam masyarakat, dan bisa setara dengan laki – laki dalam ruang publik. Tapi yang menjadi permasalahan selanjutnya adalah, bagaimana dan apa pendidikan yang akan diajarkan. Sebab jika pendidikan yang diajarkan itu tetap menggunakan polapikir patriakal, terutama tentang pendidikan sosial dan karakter, maka pendidikan menjadi senjata untuk melegalkan diskriminasi gender itu berlanjut. Maka diperlukan suatu pendidikan, yang tak hanya untuk perempuan, tetapi juga untuk laki – laki dengan tujuan menghargai hak universal manusia yang setara dan tidak dibatasi oleh jenis kelamin.
B.      Pelanggaran HAM masa lalu: kasus Timor Timur
        Pelanggaran HAM pada kasus Timor Timur adalah bukti penghinaan terhadap hak asasi manusia, yang didasari oleh kekacauan politik. Disini pelaku tindakan amoral tersebut bukan hanya dilakukan oleh kalangan tentara Indonesia, tetapi juga para tentara kemerdekaan timor timor, dan yang mengenaskan adalah korban yang berjatuhan kebanyakan berasal dari warga sipil. Berbagai macam jenis pelanggaran HAM terjadi disana, seperti penangkapan dan penahanan dengan mudah dilakukan terhadap masyarakat sipil tanpa mengindahkan prosedur hukum yang berlaku serta alasan yang tidak jelas. Dari jumlah itu sebagian besar tidak diproses lebih lanjut melalui jalur hukum. lalu ada tindak kekerasan terhadap perempuan, pembumi hangusan tempat tinggal, pembunuhan.

Sesuai yang tertulis dalam KPP HAM, kasus ini merupakaan kasus yang berat. Berdasarkan fakta, dokumen, keterangan dan kesaksian dari berbagai pihak, KPP HAM tak hanya menemukan tindakan yang dapat digolongkan sebagai pelanggaran berat hak asasi manusia atau “gross violation of human rights” yang menjadi tanggung jawab negara (state responsibilities), namun dapat dipastikan, seluruh pelanggaran berat hak asasi manusia itu dapat digolongkan ke dalam universal jurisdiction. Yaitu mencakup pembunuhan, pemusnahan, perbudakan, pengusiran dan pemindahan paksa serta lain-laintindakan tidak manusiawi terhadap penduduk sipil, ini adalah pelanggaran berat atas hak hidup (01: the right to life), hak atas integritas jasmani (02: the right to personalintegrity), hak akan kebebasan (03: the right to liberty) hak akan kebebasan bergerak dan bermukim (05: the right of movement and to residance), serta hak milik (13: the right to property). Berbagai kasus muncul seperti Kasus Pembantaian di kompleks Gereja Liquica, Kasus pembunuhan warga Kailako, Penghancuran massal dan pembunuhan di Maliana, dan Kekerasan terhadap perempuan. Yang patut disayangkan kasus ini terjadi dikarenakan keadaan politik dan kekuasaan, dan warga sipillah yang menjadi korban.

                Dengan adanya dokumen LAPORAN PENYELIDIKAN PELANGGARAN HAK ASASI MANUSIA DI TIMOR TIMUR oleh KOMNAS HAM, menandakan bahwa kesadaran manusia tentang HAM sudah terbuka dan tak mengenal batasan. Lalu yang bisa kita lakukan skarang adalah menjaga dan belajar dari sejarah agar kasus seperti ini tidak terjadi lagi. Kita harus belajar bagaimana cara membuat konflik politik yang pada dasarnya berdasarkan pada kekuatan argument tidak berubah menjadi tindakan kekerasan, selain itu diperlukan kontribusi dari pemerintahan yang terkait dan juga lembaga internasional untuk merehabilitasi korban tersebut.

C.      Pelanggaran HAM masa lalu: kasus 65
                    Pada tanggal 30 september 1965, pemikiran kebanyakan masyarakat di Indonesia masih sangat kental tentang adanya pemberontakan yang dituduhkan pada PKI. Gerakan yang disebut dengan gerakan G-30 S/PKI adalah sejarah dimana enam pejabat tinggi militer Indonesia beserta beberapa orang lainnya dibunuh dalam suatu usaha pemberontakan yang disebut sebagai usaha Kudeta yang dituduhkan kepada anggota Partai Komunis Indonesia. Yang luput dari penglihatan banyak orang adalah kejadian yang terjadi pasca kasus G 30 S. Banyak orang yang dituduh memiliki kaitan langsung dengan pemberontakan tersebut,  dan mengalami ketidakadilan hukum dan banyak terdisriminasi hingga sekarang. Disinilah terlihat dimana kekuasaan bisa merubah sejarah yang kelam, dimana banyak terjadi kasus pelanggaran ham.
 
                    Di dalam kasus G-30 S/PKI yang menjadi pelanggaran hak asasi manusia bukan hanya kasus penangkapan dan pembunuhan para jendral tetapi juga keadaan para warga sipil baik PKI maupun di tuduh  PKI, yang dianggap mengetahui kasus percobaan kudeta tersebut. Mereka ditngkapan secara semena-mena oleh para aparat keamanan tanpa adanya peradilan dari hukum, mereka ada yang langsung dibunuh tanpa mengetahui apa kesalahan mereka, sementara di dalam DUHAM tertulis bahwa setiap manusia memilki hak perlindungan hukum dan mempunyai hak untuk hidup. Pelanggaran hak asasi manusia itu juga terus berlanjut dengan cara yang berbeda. Sebagai contoh, diskriminasi masyarakat kepada keluarga yang berkaitan anggota PKI. Mereka pasti tidak akan pernah mendapatkan sesuatu yang layak. Misalnya, meraka tidak bisa mendapatkan pekerjaan ketika masih diketahui bahwa mereka masih memiliki keturunan dari korban tersebut. hal tersebut juga merupakan pelanggaran hak asasi manusia, karena manusia juga memiliki hak untuk mendapatkan pekerjaan dan hak untuk hidup yang layak.
 
                    Menurut saya, kasus ini merupakan bukti nyata, bahwa kekuasaan bisa menjadi alat untuk melegalkan penindasan HAM. Saking hebatnya kekuasaan tersebut, bisa membuat manusia dikorbankan bagi tujuan sebagian orang. Banyak orang yang kehilangan kesempatannya untuk kehidupan yang layak dikarenakan dia anak dari orang tua yang berfaham Komunnis. Secara tak langsung menyatakan bahwa “anak biologis” pastilah “anak ideologis”, Dan disinilah hebatnya kekuasaan. Selama era orde baru kita selalu di doktrinasi bahwa segala hal yang berhubungan dengan Komunnisme dan PKI adalah hal yang buruk, padahal dalam pembangunan Negara ini tidak sedikit bantuan yang diberikan oleh PKI. Karena ketidakadilan itulah maka dibutuhkan keadilan transisional, dimana korban diberi haknya untuk mendapatkan kebenaran tentang  keadaan keluarganya yang hilang pada masa lalu, hak pemulihan nama baik dan kesempatan dalam masyarakat pada masa ini, dan yang terakhir adalah jaminan bahwa hal yang serupa tak akan terjadi lagi dimasa mendatang.
 
D.      Hak atas pendidikan
                Banyak kasus yang mengangkat tema hak atas pendidikan formal di Indonesia. Banyak siswa yang putus sekolah dikarenakan permasalahan biaya yang terlalu besar. Ada juga yang mendapatkan fasilitas pendidikan yang tidak layak seperti bangunan sekolah yang rusak ataupun tenaga pengajar yang kurang. Mulailah terlihat suatu pemikiran, dimana pendidikan tak lagi berorientasi pada pembentukan karakter dan asupan intelektual, tetapi tak lebih dari hitungan untung rugi ekonomi pasar. Kacamata untung rugi yang digunakan untuk menyelenggarakan pendidikan ini, memiliki imbas tidak adanya kesamarataan akses terhadap pendidikan itu dan lebih menguntungkan pada pihak yang memiliki modal. Hal ini merupakan penghinaan terhadap hak asasi manusia dalam mendapatkan pendidikan.
                Setiap orang memiliki hak untuk mendapatkan pendidikan yang layak, hal ini juga tercantum dalam DUHAM. Tidak peduli apapun alsannya. Hak untuk menjadi yang lebih baik juga terdapat di dalam DUHAM. Setiap orang yang seharusnya mendapatkan pendidikan yang layak itu tidak terganggu haknya untuk mendapatkan pendidikan yang layak oleh apapun, termasuk oleh faktor ekonomi. Seperti pada DUHAM pasal 26, yang menyatakan bahwa setiap orang berhak atas akses pendidikan. Tapi sekali lagi pendidikan di Indonesia menunjukan hal yang sebaliknya. Kita tak bisa memungkiri bahwa pendidikan di negri ini lebih pada orientasi permintaan pasar. Banyak yang bersekolah dengan tujuan mendapatkan pekerjaan, sehingga banyak yang bersaing untuk mendapat pendidikan tersebut. Tetapi yang luput dari pemikiran kita adalah, tidak semua memiliki akses yang sama terhadap pendidikan tersebut sehingga menjadikan kompetisi yang tidak adil, seperti yang dikatakan oleh John Rawls dalam Theory Of Justice dengan Difference Principles. Difference principles tersebut merupakan penyadaran bahwa, walaupun kita hidup dengan hak fundamental yang sama, tetapi kita tak memiliki akses yang sama dalam mendapatkan haknya tersebut. Salah satu contoh ketidakadilan tersebut adalah dengan ketidaksamaan fasilitas pendidikan di kota besar dengan daerah terpelosok. Tak bisa kita pungkiri bahwa akses dan fasilitas pendidikan pada kota besar pastilah lebih terbuka lebar dibandingkan di daerah pelosok, dan apa penyebabnya? Tak lain adalah modal yang dimiliki kedua sarana pendidikan itu berbeda. Maka diperlukan kebijakan pemerintah untuk menjamin akses pendidikan yang sama rata bagi seluruh warga negaranya, yang tak hanya menguntungkan mereka yang beruntung, seperti yang kaya dan pintar, tetapi juga bisa mengangkat derajat mereka yang tidak beruntung, seperti yang miskin dan bodoh.
                Menurut saya, inti permasalahan akses pendididikan ini disebabkan pemerintah tak bisa bersikap tegas dan adill untuk memberikan standarisasi yang sama, baik dalam hal kurikulum hingga hal fasilitas. Yang menjadi keanehan pemerintah adalah mereka menyamaratakan kurikulum tanpa menyamarakan fasilitas terlebih dahulu. Saya akan menganalogikan kebijakan pemerintah tersebut seperti guru yang memberikan tugas tentang internet kepada murid yang tidak memiliki akses internet tersebut.  Disinilah theory of Justice Milik John Rawls bisa dipakai untuk menjawab hal tersebut. Yaitu memberikan kesempatan yang sama kepada semua orang, dengan cara melatih mereka yang kurang beruntung agar bisa memperoleh “garis start” yang sama dengan mereka yang beruntung. Sehingga pendidikan bisa dimiliki dan menjadi hak semua orang.
E.       Kebebasan Beragama
                Banyak kasus atau tindakan criminal yang berhubungan dengan pelanggaran kebebasan beragama di Indonesia, salah satunya adalah saat ada kericuhan antar umat beragama yang saling beradu satu sama lain. Seperti salah satu ormas islam yang melarang adanya kegiatan ibadah agama lain di suatu daerah. Ada juga diskriminasi masyarakat terhadap aliran yang berbeda  dengan masyarakat pada umumnya. Pemerintahan sendiri tidak menyadari bahwa dengan mereka meberikan pengakuan terhadap lima agama besar di Indonesia dan memberikan embel – embel “dan lain lain” pada KTP, mereka secara sadar maupun tak sadar telah mendiskriminasi agama selain lima agama besar  tersebut. Apapun alasannya, hal tersebut tidak pantas untuk dilakukan, karena hal tersebut melanggar hak asasi manusia dalam beragama
                Di dalam DUHAM  terdapat pasal yang mengatur mengenai tentang adanya kebebasan beragama, yaitu pasal 18 yang berbunyi, “Setiap orang berhak atas kebebasan pikiran, hati nurani dan agama; dalam hal ini termasuk kebebasan berganti agama atau kepercayaan, dengan kebebasan untuk menyatakan agama atau kepercayaann dengan cara mengajarkannya, melakukannya, beribadat dan mentaatinya, baik sendiri maupun bersama-sama dengan orang lain, di muka umum maupun sendiri.” Yang jadi masalah adalah bukan Hak Asasi dan Kebebasan beragama yang dilarang  oleh Pemerintah melalui Undang-undang, melainkan keunikan peraturan di Indonesia yang mulai mencampurkan ranah privat dan ranah publik, serta aksi masyarakat untuk mengembalikan orang yang “tersesat” kembali kejalan yang “benar” dengan cara kekerasan. Semua aksi ini disebabkan oleh kurangnnya pendidikan rasa toleransi kita.
                Menurut saya, permasalahan utama adalah pendidikan yang diberikan pada masyarakat terutama agama, hanya kearah ritual dan kesombongan pada agamanya sendiri. Kita tidak terdidik untuk menganggap bahwa semua agama adalah agen perdamaian. Melainkan kita dibiasakan dengan anggapan bahwa agama kita yang paling benar, dan kita harus menganggap agama lain salah, sehingga melegalkan kita untuk mengajak mereka untuk masuk pada agama kita. Padahal agama adalah urusan pribadi. Maka diperlukanlah pendidikan toleransi agama yang bersifat membawa perdamaiaan dimasyarakat. Selain itu kita tak terbiasa untuk memisahakan mana yang urusan pribadi dengan urusan publik. Agama yang berdiri diruang privat, tidak boleh mengganggu dan juga diganggu dalam ruang publik. Hal tersebut bertujuan agar agama itu sendiri tidak dipergunakan untuk kepentingan sebagian pihak. tanggapan yang saya diberikan di atas, diharapkan  bisa meningkatkan kesadaran HAM di negri ini dan menjadikan Agama sebagai agen perdamaian didunia.
                F.  Kemiskinan dan Hak Asasi Manusia
   Dilatarbelakangi oleh sebuah kemiskinan yang ada di dunia saat ini. Terutama di negara-negara berkembang. Hal ini terjadi dari tahun ke tahun seperti sebuah perputaran bumi yang tidak kunjung henti mengingat bahwa apa yang ada tidak kunjung menimbulkan suatu kepositifan justru malah sebaliknya pelanggaran demi pelanggaran HAM  itu terjadi
   Pada dasarnya manusia itu tidak memiliki apa-apa, kemudian dia diberikan akal untuk mengolah dunia menjadi apa yang semestinya. Tetapi apa yang telah diterapkan dalam suatu kerumunan tidak berjalan dengan baik. Maka, timbullah suatu pola negatif dari lapisan masyarakat seperti mencuri, hal tersebut bisa dimasukkan ke dalam bentuk pelanggaran HAM karena pada dasarnya berbentuk sebuah tindak kejahatan.
   Dari piramida kapitalisme ini telah jelas bahwa suatu tindakan dapat bersifat menyeluruh. Dari awal telah jelas bahwa kapitalisme merupakan suatu hal yang menjadi tolak ukur dalam masyarakat melakukan suatu birokrasi, dari birokrasi menjurus kedalam pengusaha kecil dan menengah, dan dari pengusaha kecil dan menengah menujurus kepada buruh. Hal ini dapat kita lihat sejalan, namun pada dasarnya hal tersebut tidak bisa kita pandang begitu saja, tetapi ada suatu permasalahan. Yaitu rasa pengucilan terhadap suatu kelompok yang berada paling bawah dalam piramida tersebut yang dapat mengakibatkan suatu pelanggaran HAM. Karena kapitalisme itu sendiri berdiri dari usaha para buruh, tetapi sering sekali mengorbankan para buruh tersebut. Kita bisa mengetahui, bahwa orang yang paling berat bekerja dalam sistem ini, malah sulit untuk mendapat fasilitas dan keuntungan seperti yang berada diatasnya, hal tersebutlah yang mengizinkan terjadinya pelanggaran HAM.
   Intinya bahwa struktur masyarakat yang belum merata diantara seluruh lapisan yang membuat kemiskinan itu terjadi dan hal tersebut dapat menimbulkan terjadinya proses pelanggaran HAM. Guna mengatasi itu semua balik kepada diri manusia sendiri sebagaimana mereka menentukan bagaimana mereka dapat memberikan sesuatu yang positif  secara umum.