Page

Total Tayangan Halaman

Kamis, 03 Januari 2013

Dikotomi Mind – Body dan Implikasinya


Dikotomi Mind – Body dan Implikasinya


Pendahuluan masalah mind-body

Masalah mind-body berhubungan dengan penjelasan hubungan antara mind atau proses mind dengan body atau proses body. Tujuan utama filsuf yang berkelut dalam bidang ini adalah menentukan kodrat mind dan keadaan/proses mind, dan bagaimana — atau jika — mind dipengaruhi oleh dan dapat memengaruhi body.

Pengalaman persepsi kita bergantung kepada stimuli yang muncul dari dunia luar ke sistem indera, dan stimuli tersebut mengakibatkan perubahan pada keadaan mind kita, bahkan akhirnya menimbulkan sensasi pada diri kita, yang menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Contohnya, keinginan untuk memperoleh sebungkus rokok akan mengakibatkan seseorang menggerakan bodynya dengan sikap tertentu dan arah tertentu untuk memperoleh apa yang ia mau. Pertanyaannya, bagaimana mungkin pengalaman di alam sadar muncul dari gumpalan materi abu-abu yang disertai oleh properti-properti elektrokimia?

Masalah lain yang berhubungan adalah bagaimana sikap proposisional (misalnya kepercayaan dan keinginan) mengakibatkan neuron seseorang mengirimkan pesan (impuls) dan ototnya berkontraksi. Hal tersebut meliputi teka teki yang menantang epistemolog dan filsuf mind dari masa René Descartes.

Dalam filsafat Barat, perbincangan pertama mengenai gagasan dualisme dapat ditemui dalam tulisan-tulisan Plato dan Aristoteles. Masing-masing meyakini, dengan alasan yang berbeda, bahwa "kecerdasan" manusia (kemampuan mind atau jiwa) tidak dapat dikenali dengan, atau dijelaskan dalam ranah body fisik mereka. Versi dualisme yang paling dikenal digagas oleh René Descartes (1641). Ia meyakini bahwa mind adalah substansi non-fisik, sebuah "res cogitans". Descartes adalah orang pertama yang dengan jelas mengidentifikasi mind dengan kesadaran dan kemawasan diri, dan mampu memisahkannya dari otak, yang merupakan tempat bermukimnya kecerdasan. Maka ia adalah orang pertama yang merumuskan masalah mind-body dalam bentuk yang masih ada hingga kini.

Dikotomi mind-body              
                             
Pemisahan substansi mind – body menghasilkan implikasi tentang apakah asal dari mind dan apakah itu mind secara ontologi? Bagaimana mind mampu berinteraksi dengan body ataupun sebaliknya?
Argumen yang paling sering digunakan untuk mendukung dualisme mindbody adalah bahwa pandangan tersebut sesuai dengan intuisi, bahwa pengalaman di alam sadar berbeda dengan materi tidak bernyawa. Apabila ditanya apa itu mind, orang akan menjawab bahwa mind itu adalah diri mereka, kepribadian mereka, jiwa mereka, atau entitas lainnya yang bersifat spiritual. Mereka akan menentang bahwa mind itu sesederhana otak, sehingga gagasan bahwa hanya ada satu entitas ontologis bersifat matter itu terlalu mekanistik.

Argumen penting lain adalah bahwa mind dan body berbeda, dan mungkin merupakan properti yang tidak dapat direkonsiliasi. Mind memunyai sifat subjektif, sementara sifat fisik objektif. Contohnya, seseorang dapat bertanya bagaimana rasanya jari terbakar, atau seperti apa langit pada senja itu, atau seperti apa lagu yang menarik bagi seseorang. Sebaliknya, sangatlah tidak berarti, atau paling tidak aneh karena tidak memiliki makna, untuk mempertanyakan bagaimana rasanya ketika tubuh memproduksi hormon dopamin.

Filsuf - filsuf mind menyebut aspek-aspek subjektif peristiwa mind sebagai Qualia. Ada sesuatu pada hal seperti merasakan sakit, melihat warna biru yang lazim, dan sebagainya. Qualia terlibat dalam peristiwa-peristiwa mind ini, sehingga sulit untuk menyusutkannya ke dalam apapun yang bersifat fisik.

Apabila keberadaan kesadaran (mind) terpisah dari realitas fisik (otak), kaitan kesadaran dengan ingatan fisik harus dijelaskan. Dualisme harus menjelaskan bagaimana kesadaran memengaruhi realitas fisik. Arnold Geulincx dan Nicolas Malebranche menjelaskan bahwa itu semua berasal dari keajaiban, bahwa hubungan antara mind dengan body membutuhkan campur tangan langsung dari Tuhan[1]. Penjelasan lain yang mungkin telah diusulkan oleh C. S. Lewis.  Meskipun pada masa ia menulis karyanya yang bertajuk "Miracle" mekanika kuantum (dan indeterminisme fisik) belum banyak diterima, Lewis menyatakan kemungkinan logis bahwa jika dunia fisik terbukti indeterministik, maka ada kemungkinan bahwa peristiwa yang mungkin/tidak mungkin terjadi secara fisik yang telah dideskripsikan secara ilmiah dapat dideskripsikan secara filosofis sebagai tindakan entitas non-fisik terhadap realitas fisik.

Selanjutnya penjelasan tentang zombie[2]. Argumen zombie didasarkan Thought experiment yang diusulkan oleh Todd Moody, dan dikembangkan oleh David Chalmers dalam bukunya The Conscious Mind. Gagasan dasarnya adalah bahwa seseorang dapat membayangkan bodynya, dan lalu sebagai akibatnya dapat memikirkan keberadaan bodynya tanpa ada hubungannya dengan kesadaran. Chalmers berargumen bahwa yang-ada semacam itu sangat mungkin ada karena yang dibutuhkan adalah semua dan hanya deskripsi-deskripsi sains fisik yang benar mengenai sebuah zombie. Peralihan dari kemungkinan dibayangkan menjadi kemungkinan keberadaan itu tidak besar karena konsep-konsep dalam sains fisik tidak mengacu kepada kesadaran atau keadaan mind lainnya, dan secara definitif entitas fisik manapun dapat dideskripsikan secara ilmiah melalui fisika. Filsuf lain seperti Daniel Dennett menentang gagasan ini dan menyebutnya tidak koheren atau tidak mungkin. Dalam fisikalisme, seseorang harus meyakini antara bahwa ia dan orang lainnya mungkin adalah zombie, atau bahwa tidak ada orang yang bisa menjadi zombie karena keyakinan seseorang dalam menjadi (atau tidak menjadi) zombie merupakan produk dunia fisik dan maka tidak berbeda dengan yang lain. Argumen ini telah diungkapkan oleh Dennett yang menyatakan bahwa "Zombie berpikir bahwa mereka sadar, berpikir bahwa mereka punya qualia, berpikir bahwa mereka menderita karena rasa sakit  dan mereka zombie itu 'salah' karena yang mereka rasakan tidak dapat ditemukan oleh mereka maupun kita!" argument ini menunjukan bahwa mind dengan kemampuan uniknya yang disebut dengan qualia dan body adalah hal yang terpisah.

Implikasi dikotomi mind-body

            Pemisahan substansi antara mindbody memungkinkan bahwa kedua hal tersebut mampu dikaji dan diteliti. Pemisahan mind dan body sebelumnya mampu menunjukan adanya kemungkinan penjelasan fenomena dan kemungkinan hadirnya fenomena baru. Pada kesempatan ini ada dua fenomena yang penulis angkat

            Penjelasan implikasi pertama yang kita bisa bahas ada pada pengobatan dunia psikiatris. kita dapat mengetahui bahwa psikiater saat ini menggunakan metode berbeda dengan dahulu, dengan metode konseling, yaitu dengan memasukan obat kedalam proses penyembuhan kita dapat melihat bahwa, melalui pandangan mind body yang terpisah dan memiliki substansi berbeda, maka kita dapat berkesimpulan bahwa penyembuhan yang dilakukan para psikiater dengan obat tidak berefek apapun pada mind, atau penjelasan paling masuk akal yang kita bisa jelaskan bahwa pasien mampu mensugesti dirinya sendiri dengan memiliki keyakinan bahwa obat tersebutlah yang menyembuhkan dirinya, atau dengan kata lain obat tersebut adalah placebo.
            Penjelasan implikasi kedua adalah dengan kemungkinan bagaimana jika ada kemampuan untuk memindahkan atau menggabungkan mind satu dan mind lainnya ataupun menciptakan seuatu mesin dimana kemampuan mind dapat ditampung. Penjelasan ini penulis ambil dari serial animasi Neon Genesis Evangelion[3], dimana ada sistem pertahanan militer bernama MAGI yang mengatur keadaan kota dari serangan alien luar angkasa. Merupakan hal menarik mengingat proses alat tersebut menggabungkan kemampuan mind yang bukan bersifat algoritma logis saja, namun mengambil 3 sifat mind dari manusia, yaitu sebagai seorang saintis, seorang ibu dan seorang perempuan. Penulis melihat kemungkinan bagaimana jika mind merupakan suatu substansi terpisah dengan matter tersebut mampu ditampung disuatu wadah dan tidak terbatas tubuh manusia saja.

Kesimpulan dan komentar

            Pemisahan mind dan body kita dapat lihat mampu menghasilkan suatu dampak sistemik tentang bagaimana penjelasan dan kemungkinan kemungkinan baru dapat hadir. Walaupun secara sederhana kita dapat merangkum permasalahan dikotomi ini menjadi permasalahan software dan hardware[4] Bila mind adalah software, maka body adalah hardware. Meskipun keduanya dituntut kompatibilitas yang memadai agar bisa bekerja, namun sebenarnya keduanya adalah perangkat independen satu sama lain. Artinya software A bisa bekerja di hardware X atau Z. Kerusakan pada hardware X tidak menyebabkan software A menjadi rusak. Justru, software A ini bisa diinstalasi ulang pada hardware Z. Pemisahan kedua substansi tersebut membuka bagaimana kemungkinan kita mampu untuk menjabarkan bagaimana kehidupan manusia memiliki keunikannya sendiri, namun penulis beranggapan bahwa ada tendensi bahwa penilaian mind yang bersifat istimewa tersebut seperti sebuah upaya advokasi terhadap keunikan dan hierarkis manusia dalam kehidupannya.



[1] Hampir serupa dengan konsep monad milik Leibniz.
[2] Zombie disini bukan seperti zombie yang digambarkan pada film holywood, namun hamper serupa dengan cloning, dimana seseorang bisa dibuat kopiannya yang secara identik serupa. Persoalan ini bisa membuka pertanyaan apakah yang dirasakan zombie tersebut merupakan hasil kesadaran murni dirinya atau berdasarkan kopian objek.
[3] Animasi karya Hideki Anno tahun 1995
[4] Analogi mind dan  body milik Rene Descartes pada blog Herdito sandi http://herditosandi.wordpress.com/2009/01/03/menggugat-nalar-menggugat-kepenuhan-manusia1/