Page

Total Tayangan Halaman

Rabu, 26 Oktober 2011

Dialektika hegel

Dialektika HegelOleh: Adam Azano Satrio



Perkembangan filsafat tak akan lengkap jika kita tidak membahas Hegel. Hegel telah memberikan suatu metafisika yang diklaim oleh dirinya akan bisa menjawab pertanyaan tentang segala hal dalam universe. Dialektika universal itulah yang dianggap oleh Hegel sebagai jawaban atas semua perkembangan universe ini. Dikatakan bahwa setiap hal di universe ini memiliki sifat sintesis, yang berasal dari suatu tesis, yang akan dilawan oleh antithesis, yang akan menghasilkan sintesis.

Pada saat ini saya mencoba untuk menggunakan term agama, seni, hukum, estetika, seni, dan susila lalu akan coba menemukan rumusan sintesis dari term tersebut.

Etika

Susila       Hukum

Saya membuat susila berantagonis dengan hukum. Pada susila, dasar pemikiran yang digunakan difokuskan pada pencarian “GOOD” pada, untuk, dan dari diri sendiri, serta bersifat tidak bisa memaksakan nilai susilanya pada individu lainnya, maka jika seseorang melakukan tindakan yang melanggar susila maka orang tersebut tidak bias dikenai hukuman, melainkan hanya berupa beban psikis pada dirinya sendiri saja. Pada hukum pemfokusannya pada masalah hak dan kewajiban, serta hukum bias dipaksakan pada individu lainnya, yang jika tidak dilakukan maka individu dapat terkena hukuman karena tidak menjalankan kewajiban. Maka terjadilah sintesis dari hukum dan susila yaitu etika. Di sini etika adalah penggabungan dari hukum yang bersifat keras, tegas yang terkadang harus merelakan nilai susila seperti pembunuhan terhadap manusia, bisa ditentang dan dipikirkan ulang, karena harus memikirkan sudut pandang susila.

Estetika

Seni      Agama

Dialektika selanjutnya adalah dialektika tentang seni dan agama. Pada seni “Truth” merupakan sesuatu yang dirasakan, dan tidak bisa dijabarkan, karena pada saat seorang individu melakukan hal yang berhubungan dengan seni, individu tersebut merasakan suatu tremendum yang bersifat pribadi. Pada Agama, “Truth” di berikan pada manusia secara deskriptif, yang bisa dipahami, tetapi kita tidak merasakan apapun yang bersifat pengalaman individu, karena pada agama, “truth” tersebut berada di luar diri kita. Sintesis kedua term tersebut menghasilkan estetika yang dimana merupakan bentuk pendeskripsian Truth yang bersifat pribadi agar bisa di komunikasikan dan dimengerti dengan individu yang lainnya


Tidak ada komentar:

Posting Komentar