Page

Total Tayangan Halaman

Selasa, 20 Desember 2011

TUGAS FILSAFAT KETUHANAN Atheisme Sigmund Freud?


TUGAS FILSAFAT KETUHANAN
Atheisme Sigmund Freud?














Oleh :
Aldair zerista H – 0906631811
Audiah Ulfa N - 0906559126
Oktania Tri H - 0906632000
Raden Annisa B – 0906632013
Adam Azano Satrio- 0906522851
Rizky Rachim I - 0906523031
Tutu Citra Resmi - 0906632083
Panji Prasetyo - 0706292492
Biografi
Sigmund Freud dilahirkan pada tanggal 6 Mei 1856 di Freiberg (Austria) dengan nama Yahudi, Schlomo, dan wafat di London pada tanggal 23 September 1939. Ayahnya bernama Jacob Freud dan ibunya bernama Amalie Nathanson. Ia lahir dalam keluarga yang mempunyai perekonomian yang sulit.  Freud dibesarkan oleh tradisi dan keyakinan dari agama Yahudi. Dalam autobiografi Freud yang sebenarnya diterbitkan pada tahun 1925 ia mengatakan bahwa "Orang tua saya adalah orang Yahudi, dan aku tetaplah seorang Yahudi."
Pengaruh masa lalu Freud terhadap pemikirannya tentang Tuhan
1. Semasa muda ia merupakan anak favorit ibunya.  Ia sering disebut dengan “My Golden Sigi” (Jean Chiriac). Dia sangat dekat dengan ibunya. Ia menganggap bahwa hubungan antara ibu dan anak laki-laki adalah hubungan yang sempurna dan bebas dari ambivalensi semua hubungan manusia. Ayah Freud memiliki riwayat perkawinan yang dirahasiakan, dipaparkan bahwa sebenarnya ayah Freud menikah tiga kali dan istri ketiganya (Rebekka) dikabarkan bunuh diri. Ayah Freud menikahi Amalie Nathanson (ibu Freud) setelah ia menghamilinya terlebih dulu. Masa lalu ayahnya yang terkuak ke hadapan Freud menyebabkan rasa malu yang mendalam. Dari sini Freud diam-diam mulai mengembangkan teorinya tentang psikoanalisa khususnya pada kasus Oedipus Complex. Berdasarkan analisanya sendiri, ia mengakui bahwa pada masa kanak-kanaknya ia pernah mengidap Oedipus Complex. Dimana ia mencintai ibu kandungnya sendiri dan cemburu terhadap ayahnya. Oleh sebab itulah ia menilai setiap anak sekitar usia 5 tahun akan mengalami nasib yang serupa seperti dia. Pemikirannya ini akan bersinggungan dengan pandangannya mengenai Tuhan dalam karyanya "Totem and Taboo."
2.Freud adalah orang yang sensitif dan penuh gairah, ia memiliki kemampuan khusus untuk berhubungan intim, pada waktu menjadi siswa, Freud dan temannya, Edward Silberstein membentuk perkumpulan Spanyol dan keduanya memiliki keterikatan khusus, suatu kesatuan yang tidak mempercayai orang lain dan memiliki kecurigaan tentang dunia dan mengenai Tuhan.
3.Freud seperti menggeneralisir semua agama karena sempat mengalami trauma agama pada masa kecil, dimana keyahudiannya menjadi bahan olok-olok oleh teman Kristennya. Pada 1873, setelah menghadiri Universitas di Wina, ia mengatakan bahwa: "Saya merasa diriku rendah dan asing karena saya adalah seorang Yahudi." Freud juga menganggap bahwa keyahudiannya akan membuat peluang-peluangnya di bidang akademik menjadi terbatas. Dari sisi keluarga, Freud tidak pernah mendapat penekanan pada salah satu agama. Keluarganya memberi kebebasan kepadanya untuk berfikir sesuai dengan apa yang diyakini. Wajarlah jika akhirnya ia pun nampak tidak punya pendirian yang jelas mengenai suatu agama. Kaitannya dengan hal ini, Freud beranggapan bahwa agama adalah illusi. Setiap orang yang taat pada agama dianggapnya sebagai orang yang berada dalam ketakutan dan dalam ketidakberdayaan.

Sosok yang menginspirasi
Dalam hidupnya Freud sangat dipengaruhi oleh Darwin (survival) dan Fechner (dasar pengetahuan ilmu jiwa). Freud juga mengagumi filsuf Franz Brentano, yang dikenal karena teori persepsi, serta Theodor Lipps, yang merupakan salah satu pendukung utama ide-ide dari ketidaksadaran dan empati.
Karya-karya yang bersinggungan dengan pandangannya mengenai Tuhan
The Future of an Illusion - 1927. Menurutnya agama itu hanya sekedar ilusi atau iming-iming saja. Agama itu dasar utamanya hanya sekedar angan-angan (wishfulfillment), karena manusia takut mati dan menderita.
Totem and Taboo - 1913. Tuhan itu sebenarnya adalah ciptaan dari daya khayal manusia, sebagai pengganti dari sang ayah. Jadi akar kebutuhan terhadap agama ada di father complex. Seorang Bapak yang berkuasa, adil dan pengasih hal ini menjadi hidup kembali di dalam sosok figur Tuhan. Oleh sebab itulah umat Nasrani paling merasa genah dan cocok dimana mereka diperkenankan untuk menyapa Sang Pencipta dengan panggilan nama "Bapa".
















Pengertian Psikoanalisis

Psikoanalisis ditemukan di Wina, Austria, oleh Sigmund Freud. Psikoanalisis merupakan salah satu aliran di dalam disiplin ilmu psikologi yang memilik beberapa definisi dan sebutan, Adakalanya psikoanalisis didefinisikan sebagai metode penelitian, sebagai teknik penyembuhan dan juga sebagai pengetahuan psikologi.
Menurut Freud, psikoanalisis mempunyai tiga arti (Bertens, 1979: x – xi). Pertama, istilah psikoanalisis dipakai untuk menunjukkan suatu metoda penelitian terhadap proses-proses psikis yang sebelumnya hampir tidak terjangkau oleh penelitian ilmiah. kedua, istilah ini menunjukan juga suatu teknik untuk menyembuhkan gangguan-gangguan jiwa yang dialami pasien neurosis. Ketiga, istilah yang sama juga dalam arti lebih luas lagi untuk menunjukkan seluruh pengetahuan psikologis yang diperoleh melalui metoda dan teknik tersebut.
Psikoanalisis memiliki sebutan-sebutan lain yaitu (1) Psikologi dalam, karena menurut Freud penyebab neurosis adalah gangguan jiwa yang tidak dapat disadari, pengaruhnya lebih besar dari apa yang terdapat dalam kesadaran dan untuk menyelidikinya, diperlukan upaya lebih dalam, (2) Psikodinamika, karena Psikoanalisis memandang individu sebagai sistem dinamik yang tunduk pada hukum-hukum dinamika, dapat berubah dan dapat saling bertukar energi.
Adapun contoh dari Psikoanalisis: Hipnotis, analisis mimpi, mekanisme pertahanan diri.
Pemikiran dan teori
Freud membagi mind ke dalam consciousness, preconsciousness dan unconsciousness. Dari ketiga aspek kesadaran.
Unconsciousness adalah yang paling dominan dan paling penting dalam menentukan perilaku manusia (analoginya dengan gunung es). Di dalam unconsciousness tersimpan ingatan masa kecil, energi psikis yang besar dan insting.
Preconsciousness berperan sebagai jembatan antara conscious dan unconscious, berisi ingatan atau ide yang dapat diakses kapan saja. Consciousness hanyalah bagian kecil dari mind, namun satu-satunya bagian yang memiliki kontak langsung dengan realitas.
Freud mengembangkan konsep struktur mind di atas dengan mengembangkan “mind apparatus”, yaitu yang dikenal dengan struktur kepribadian Freud dan menjadi konstruknya yang terpenting, yaitu id, ego dan super ego.
Id adalah struktur paling mendasar dari kepribadian, seluruhnya tidak disadari dan bekerja menurut prinsip kesenangan, tujuannya pemenuhan kepuasan yang segera. Ego berkembang dari id, struktur kepribadian yang mengontrol kesadaran dan mengambil keputusan atas perilaku manusia. Superego, berkembang dari ego saat manusia mengerti nilai baik buruk dan moral.
Superego merefleksikan nilai-nilai sosial dan menyadarkan individu atas tuntuta moral. Apabila terjadi pelanggaran nilai, superego menghukum ego dengan menimbulkan rasa salah.
Ego selalu menghadapi ketegangan antara tuntutan id dan superego. Apabila tuntutan ini tidak berhasil diatasi dengan baik, maka ego terancam dan muncullah kecemasan (anxiety). Dalam          rangka menyelamatkan diri dari ancaman, ego melakukan reaksi defensif /pertahanan diri. Hal ini dikenal sebagai defense mecahnism yang jenisnya bisa bermacam-macam.
Freud mengkategorisasi tahapan evolusi manusia dari balita sebagai organisme irasional yang berpusat pada kenikmatan menuju kedewasaan yang berorientasi pada realitas :
No
Tahapan
Periode
Dinamika
1
Oral
0-1 Tahun
Kenikmatan pada saat memasukkan sesuatu ke dalam mulut (Menguyah, menggigit, menghisap, dll), menurut Freud ini adalah prototipe karakteristik manusia di masa depan yang menggambarkan keserakahan dan agresifitas.
2
Anal
1-2 Tahun
Belajar untuk buang air kecil di kamar mandi (perjuampaan pertama dengan otoritas eksternal). Ketika anak ini mulai menahan meinginan untuk buang air kecil, maka ini menggambarkan sifat tidak bertanggung jawab dan pelit.
3
Phallic
2-5 Tahun
Kenaikan dorongan seksual yang mengacu pada Oedipus  Complex. Pada tahap ini berkembang suatu elemen pada psikis manusia yang disebut Superego.
4
Latency
5-12 Tahun
Berkat superego, aktivitas id mulai terepresi. Mulai muncul rasa jijik dan malu yang akhirnya membatasi enersi seksual.
5
Genital
>12 Tahun
Cinta altruistik mulai bergabung dengan cinta diri pada tiga tahap pertama. Ketertarikan pada orang lain menjadi sarana pemuas kenikmatan. Muncul dorongan ketertarikan seksual, reproduksi, dan juga sosialisasi.





Munculnya sosok Tuhan dari sudut pandang Sigmund Freud dengan memakai teori Oedipus Complex
Bagi Freud, agama merupakan Oedipus complex-nya umat manusia. Berbagai macam agama hanya merupakan bentuk-bentuk yang berkembang dari totemisme primitive, selalu menyajikan suatu ide tentang Allah, yang sebenarnya hanyalah ide sang ayah manusiawi. Dalam hari depan suatu ilusi, maka Freud menekankan dan menggeneralisasikan teori itu. Sang anak mencari perlindungan pada ayahnya. Orang dewasa menciptakan sosok seorang ayah yang lebih kuat lagi dari pada manusia untuk mengisi kekurangannya. Perasaan patuh dan iri hati anak terhadap ayah di berikan dengan peralihan kepada totem pada usia dewasa.
Sebelum konsentrasi pada masalah agama, lebih dulu Freud melakukan penelusuran panjang tentang, “Apa yang mendasari segala tingkah laku manusia”. Proses panjang telah dilalui dengan berbagai cara. Terapi hipnosis, Preasure Technique, asosiasi bebas, analisis mimpi, dan transferensi adalah rangkaian proses yang dilalui. Freud tidak sia-sia. Ia berhasil menemukan satu kesimpulan besar dari proses panjang tersebut. Kesimpulan itu menyatakan, “Perilaku manusia dipengaruhi oleh dorongan-dorongan tak sadar.” (Dalam Sigmund Freud, Sekelumit Sejarah Psikoanalisa, terj. K. Bertens (Gramedia: Jakarta, 1986). Kesimpulan ini tidak berhenti begitu saja. Freud terus-menurus mengerucutkan temuannya sampai pada satu temuan mendasar. Seksual. Itulah temuan besar Freud. Ia menganggap dorongan-dorongan tak sadar yang mengendalikan seluruh tingkah laku manusia tidak akan beranjak dari masalah seksual. Masalah seksual ini dijelaskan dengan apa yang disebut Oedipus Complex (pada laki-laki atau Electra Complex (pada perempuan).
Oedipus Complex adalah keinginan untuk memiliki ibu. Arti memiliki adalah secara intim. Namun, keinginan ini tidak mungkin dapat dipenuhi oleh anak karena ada sosok ayah yang menghalangi. Keadaan ini kemudian mendorong anak untuk membunuh sang ayah. Begitulah Oedipus Complex. Keinginan untuk memiliki ibu dan membunuh ayah. Pada anak perempuan, yang diberi istilah Electra Complex perbedaannya terletak pada objek.
Namun seseorang tidak mungkin mewujudkan dorongan Oedipusnya. Hal tersebut disebabkan karena mereka direpresi oleh norma, aturan, agama, dan lain sebagainya. Sehingga mereka harus menekan/melupakan/merepresi keinginan tersebut.
Tetapi dorongan itu tidak dapat dihilangkan sampai tuntas. Keinginan memiliki ibu dan membunuh ayah masih terus berlangsung meskipun frekuensinya berkurang. Di waktu yang sama, ke-tidak terhapus-an dorongan Oedipus ini menyebabkan rasa bersalah. Rasa ini terus mengepung sebanyak kepungan norma dan aturan sosial. Di sinilah agama, menurut Freud, dimunculkan. Ia dimunculkan sebagai pengobat perasaan bersalah. Kehadiran tuhan adalah sebagai pengganti ayah (father substitute) atau ayah yang ditinggikan yang disebut Freud dengan istilah tuhan paternal.
Bagi Freud, agama juga merupakan pengobat ketakutan manusia terhadap alam. Manusia merupakan makhluk yang tidak pernah lepas dari ketakutan-ketakutan. Tidak hanya pada masa bayi, pada saat dewasa pun mereka harus menerima serangan-serangan yang menakutkan. Pada masa dewasa, manusia mengalami ketakutan-ketakutan terhadap kekuatan yang mematikan, yaitu alam. Manusia sadar atas ketidakmampuannya menghadapi kerusakan alam yang mematikan. Oleh sebab itu, mereka membutuhkan agama sebagai sandaran. Dengan agama, mereka mendapatkan kenyamanan. Kenyamanan ini tidak hanya dirasakan, tetapi juga diharapkan. Diharapkan terus berlangsung hingga masa setelah mati. Di dalam harapan itu terdapat gambaran-gambaran. Gambaran hidup di surga, bersama malaikat-malaikat dan bidadari. Gambaran-gambaran ini diharapkan menjadi nyata oleh manusia. Inilah yang oleh Freud disebut agama sebagai ilusi. Manusia mempercayai agama karena sangat menginginkan semuanya menjadi benar. Jadi agama bukanlah kebenaran yang diwahyukan oleh Tuhan, apalagi dibuktikan secara ilmiah, melainkan gambaran yang diharapkan kebenarannya.
Untuk lebih jauh mengerti tentang pemikiran Freud terhadap ketuhanan, tentu kita perlu mencari dan membaca jejak jejak tulisannya tentang hal tersebut. Dan seperti yang sudah dijelaskan dalam Introduction terhadap Sigmund Freud, dalam permasalahan ketuhanan, setidaknya ada 5 tulisan yang dikeluarkan oleh Freud yang memberikan pandangannya mengenai ketuhanan. Yaitu:
Obsession Action and Religious Practices (1907)
Dalam tulisan ini Freud mengatakan bahwa, orang-orang yang bertuhan itu sama saja dengan orang-orang yang mengalami sakit Neurosis atau kasarnya orang yang beragama itu juga memiliki masalah kejiwaan. Bagi Freud religiusitas dan neurosis adalah dua hal yang sama, dimana dua hal tersebut sama-sama berasal dari human mind. Seperti yang sudah dijelaskan sebelumya, bahwa Tuhan itu adalah suatu pencarian keamanan yang oleh ketidaksadaran kita diarahkan terhadap sesosok ayah baru yang lebih supra dan hal itu adalah hasil dari kerja unconciousness kita yang sebelumnya selalu merasa bahwa kita mendapatkan suatu sosok yang melindungi dan mengatur kita yaitu ayah, dan unconciousness inilah yang membawa kita menuju suatu sosok ayah baru yang lebih supra ini yaitu yang kita sebut dengan Tuhan. Freud selalu berkata bahwa apa yang terrepresi itu adalah buruk, Tuhan adalah suatu pelarian dan pencarian keamanan diciptakannya konsep Tuhan akhirnya akan menimbulkan super ego yang makin merepresi id kita. Oleh karena itulah manusia yang bertuhan disebut memiliki masalah kejiwaan dimana ia tidak berani untuk hidup dengan caranya sendiri dan melarikan diri dari masalah.

Totem and Taboo (1913)
            Freud memiliki ketertarikan tersendiri terhadap sejarah dan mitos. Hal ini jelas terlihat seperti bagaimana dalam beberapa karyanya ia mencoba memakai pemikiran mitos-mitos seperti oedipus complex untuk menjelaskan atau bahkan digunakan dalam pemikirannya. Salah satu yang menarik adalah bagaimana ia melihat dan mengkritisi tentang Suku Primitif dimana ia melihat bahwa ada kesamaan diantara produk psikis dan mitos suku primitif. Ia mencoba menerangkan tentang bagaimana taboo-taboo yang ada pada suku itu bisa terbentuk.
Untuk memulai penjelasannya ia menggunakan teori darwin yang mengatakan bahwa pada awalnya manusia hidup berkelompok dan dalam kelompok itu selalu dikuasai oleh seorang ayah yang keras dan mengatur segalanya. Kebencian sang anak-anak pada ayah ini akhirnya membuat mereka membunuh si ayah dan bukan hanya itu saja. Malah mereka memakan si ayah itu. Atas perbuatan yang sudah mereka lakukan ternyata mereka merasakan dosa yang sangat menghantui mereka, dan karena tidak adanya sesosok pemimpin akhirnya membuat suku ini mengalami kekacauan yang mengakibatkan perebutan istri dan sebagainya.
Rasa dosa dan kekacauan yang terjadi setelah mereka membunuh si ayah ini membuat mereka berusaha untuk menebus rasa bersalah mereka ini. Dan mereka pun akhirnya membuat sebuah taboo dimana mereka memberikan larangan untuk memakan suatu binatang yang tentu saja binatang ini adalah representasi dari sang ayah. Dimana mereka tidak mau lagi berbuat kesalahan seperti memakan ayah mereka itu. Dan mereka pun membuat taboo untuk menikah dengan satu suku tentu saja ini bercermin dari kekacauan yang terjadi ketika mereka berebut istri setelah si ayah mati.
Bagi Freud hal-hal seperti di ataslah yang kemudian akan membentuk mereka membuat suatu susunan masyarakat, dimana mereka mulai merasakan jika tidak ada yang memimpin akan terjadi Chaos. Mereka membentuk suatu religiusitas suatu pelarian akan dosa mereka dan membuat suatu kepercayaan-kepercayaan, dan mereka akan membentuk moral dimana mereka akan mengerti bahwa membunuh ayah tidak baik. Dan sebagainya. Disini terlihat bahwa Freud ingn menunjukan bahwa agama, atau religiusitas sebenarnya dibentuk oleh ketidaksadaran contohnya dalam kasus tottem and taboo rasa bersalah dalam memakan si ayah inilah yang akhirnya membuat mereka menciptakan taboo dan menjadi religiusitas di suku tersebut.
In The Future of Illusions (1927)
            Buku ini adalah buku yang paling banyak membahas tentang ketuhanan dimata Freud, dan merupakan pandangan umumnya tentang Tuhan. Seperti yang sudah dijelaskan diatas, Freud Melihat bahwa sebenarnya Tuhan hanyalah ilusi. Mengapa tuhan hanya ilusi? Karena sebenarnya ia hanyalah sosok yang diciptakan sendiri oleh manusia. Seperti yang ia katakan semakin dewasa manusia semakin merasakan bahwa banyak permasalahan yang ada di dalam hidup. Dan ia akan merasa butuh perlindungan dimana ia bisa nyaman disana, dan unconciousness mereka yang terbiasa dilindungi oleh sesosok ayah membuat manusia membentuk sosok ayah baru yaitu Tuhan. Namun jelas bagi Freud manusia yang seperti itu adalah manusia yang infantil dan masih payah karena ia masih seperti anak-anak yang belum dewasa karena masih membutuhkan pertolongan dan keamanan dari sosok lain.
Menurut Freud agama itu hanyalah ilusi dan ia berlindung dengan kemisteriusannya dan ketidak bolehannya untuk dikritik sehingga Freud mengatakan agam itu kebal bukti, karena kita tdak boleh mengkritisinya dan hanya boleh menerima dogma apa saja yang kita terima dari agama tersebut mentah-mentah. Freud mengatakan bahwa kedogmatisan agama ini adalah suatu pemberi konstribusi bagi melemahnya intelektual manusia. Lebih jauh Freud mengatakan bahwa ia berharap kedepannya ilmu pengetahuan dapat menggantikan agama, dan reasoning manusia dapat menggantikan dogma-dogma yang ada.
Civilizations and Discontents (1930)
            Buku ini sebenarnya adalah suatu tanggapa Freud dari surat yang dituliskan oleh temannya yang menanggapi tentang pemikiran Freud yang mengatakan bahwa agama hanyalah ilusi. Temannya mengatakan, bahwa dengan agama ia dapat merasakan sensasi oseanistik suatu sensasi rasa tenang dan kenikmatan, dan pada akhirnya Freud mengatakan bahwa manusia memang membutuhkan agama sebagai kebutuhan egoistik anak yang butuh perlindungan. Namun Freud melihat bahwa nantinya religiusitas ini akan dimanfaatkan oleh peradaban dan membuatnya merepresi Id.
            Contohnya manusia melakukan kegiatan religinya demi mencapai ketenangan, tapi hal ini digunakan oleh peradaban untuk melakukan represi-represi. Seperti contohnya membuat suatu institusi agama dengan segala larangan-larangan mereka. Dan jelas walau dalam buku ini Freud agak mengendurkan dan mengatakan bahwa beragama itu wajar namun baginya pada akhirnya keberagamaan akan selalu dimanfaatkan peradaban untuk merepresi id kita.
Moses and Monotheism (1939)
Buku ini banyak bercerita tentang pendapat Freud bahwa baginya Musa bukanlah seorang yang sesungguhnya Yahudi seperti apa yang selalu diceritakan oleh Bible karena bagi Freud, Musa hanyalah sosok yang diadopsi oleh para Yahudi.








Kesimpulan dan refleksi kritis
Ketuhanan dari Freud ini cukup menarik. 'Sosok Bapak', yang walaupun terdengar patriarkal, merupakan penggambaran bagaimana unconsciousness bekerja menafsir Tuhan dalam psikoanalisa, adalah kata kunci penjelasan darinya, yang dengan jelas kita bisa coba membandingkan keduanya dengan memilah-milah sifat dan eksistensi yang ada. Bapak adalah pelindung sekaligus super-ego yang tak jarang menjadi momok dalam kehidupan setiap anak, Freud membawa fenomena ini menuju teori psikoanalisa, yang mana mengacu pada cerita klasik Oedipus. Anda akan dibawa terkatung-katung saat menjelaskan Tuhan melalui ego-superego-it miliknya, kecenderungan yang ada adalah ketiganya seakan-akan mampu di-isi oleh Sosok Bapak tersebut. Mencoba menelaah dengan, sok-kritis, ala Adam Azano, menggabungkan Nietzsche kedalam Freud, pernah ada sebuah teori dalam buku Nietzsche yaitu “Birth of Tragedy” mengenai bagaimana tarian adalah 'output' lain dari hasrat seksualitas yang dikonversikan. Tuhan tampaknya merupakan suatu drive, disaat anda berposisi sebagai individu yang bingung dan merasa tidak stabil, anda membutuhkan suatu pembelaan, atau mungkin 'kambing hitam', bahkan sekalipun itu metafisis dan absurd. Di sinilah konsep Tuhan muncul, atau di”ada”kan sebagai pelepas hasrat dan ketakutan, sebagai drive sama layaknya tarian terhadap hasrat seksual. Ilusi kesadaran, atau dengan kata lain adanya sebuah kesadaran palsu yang menyelubingi diri kita, sebagai individu.

            Setelah cukup dalam, maka anda akan bersentuhan dengan pertanyaan "apakah kepercayaan terhadap tuhan dapat dipertanggung jawabkan?", yang mana bermuara pada "apakah agama benar-benar baik bagi manusia?". Jawaban dari keduanya tidak benar-benar dijawab oleh freud, walaupun Freud menjelaskan mengenai keberadaan Tuhan adalah keberadaan palsu, yang jelas, dalam penjelasannya, adalah manusia tidak seharusnya mempertanyakan keberadaan tuhan, bagaimana ia mempertanyakan keyakinannya, iman-nya, disamping Tuhan, merupakan apa yang dijelaskan Freud mengenai bagaimana manusia tidak terjebak dalam bentuk-bentuk neurosis dan infantil.
            Menurut Freud, bahwa kita menciptakan sosok Tuhan hanya untuk mewujudkan keinginan kita saja, yang mungkin tidak ada di dalam dunia nyata ini. Sosok Tuhan yang diciptakan oleh Freud adalah sosok pengganti Bapaknya, ketika dia mengalami permasalahan dengan Bapaknya sewaktu kecil (Oedipus complex), dan lebih banyak dimanja oleh Ibunya. Dalam salah satu teorinya, Freud menyebutkan bahwa pada tahap lima tahun pertama akan mencerminkan pribadi di masa dewasa. Oleh sebab itu, ketika pada tahap lima tahun pertama, Sigmund Freud memang banyak berselisih dengan ayahnya sewaktu kecil, sehingga dia menciptakan sosok pengganti Bapaknya, yang lebih peduli terhadap keinginan dia. Banyak orang yang memang menciptakan sosok Tuhan berdasarkan pada pengalaman masa lalunya (terutama ketika masa kecilnya), sehingga mereka menciptakan imajinasinya tersebut pada masa dewasanya.
            Perselisihannya terhadap ayahnya membuatnya semakin membutuhkan sosok baru seorang Bapak yang berbeda dengan masa kecilnya, sehingga dia berpikir bahwa sebuah konsep ketuhanan di dalam institusi agama adalah sama dengan apa yang dia pikirkan saat ini, yaitu untuk mewujudkan keinginan manusia dengan membuat sebuah aturan atau norma – norma beragama berdasarkan keinginan mereka sendiri. Oleh sebab itu, atas pertentangan inilah, maka Sigmund Freud dikatakan atheis. Dia tidak menganggap bahwa Tuhan memang ada berdasarkan wahyu yang diturunkan kepada manusia, karena menurutnya bahwa Tuhan itu memang diciptakan oleh benak atau kesadaran manusia sendiri, yang terlahir sejak kecilnya, dan diciptakan ketika dia mulai dewasa.
            Freud memang sependapat dengan Feuerbach, bahwa Tuhan diciptakan lewat kesadaran (ego) manusia, walaupun Feuerbach juga belum tentu menyetujui bahwa Tuhan terlahir dari masa lima tahun pertama. Menurut hemat saya, bahwa Freud memang mendambakan sosok ayah yang baru (yang tidak mengekang segala keinginannya), karena sosok ayah pada masa kecilnya telah membuatnya kecewa (terutama ketika dia tidak dibolehkan untuk berdekatan dengan Ibunya), dan kekecewaan itu terus berlanjut sampai dia dewasa. Namun, ketika ada seorang anak yang masa kecilnya selalu mengalami kebahagiaan atau dia tidak mempunyai pengalaman seperti Sigmund Freud (yang memiliki ayah ataupun ibu), maka dia akan terus menciptakan kebahagiaan untuk dirinya sampai pada masa dewasanya dengan sosok imajinasi yang diyakininya, ketika pada masa kecilnya tersebut (entah itu apa?), karena manusia selalu ingin mendapatkan sebuah keinginan yang utama yaitu “Kebahagiaan” yang memang tidak didapatkan di dalam dunia nyata, atau seperti pendapat sokrates, bahwa hakikat utama manusia adalah mendapatkan “eudaimonia” (kebahagiaan) itu sendiri, terutama kebahagiaan di dalam hidup.
            Namun apa sajakah yang bisa kita pertanyakan dari teori miliknya? Saya akan membuat Thought Experiment seperti ini.
Bagaimana konsep Tuhan itu terbentuk jika:
  1. Seorang anak yang diasuh oleh ibunya dan tidak pernah sekalipun dirawat oleh sosok bapak.
  2. Seorang anak yang memiliki kehidupan seperti Tarzan dimana yang mengasuhnya bukanlah manusia.
  3. Seorang anak yang diasuh dalam republik utopia Plato.
Hal yang kami ingin angkat adalah adanya kecacatan bagi saya dalam teori milik Freud,di mana teori miliknya itu bersifat terlalu sexist dan menggeneralisir, tidak memperhitungkan hal hal yang mungkin terjadi. Dalam statemen pertama saya mempertanyakan. Di mana sosok Tuhan yang bersifat kebapaan itu bisa terjadi? Sedangkan sosok pembentuknya itu tidak ada. Pada statemen kedua dimana anak tersebut diasuh oleh bukan manusia, apakah mungkin adanya suatu sosok Tuhan mengingat sistem relasi sosial manusia berbeda dengan mahluk lainnya. Sedangkan pada penutupnya saya memberikan suatu pertanyaan menggelitik, kita harus mengingat bahwa dalam teori republik utopia milik Plato tidak ada konsep orang tua.
Statemen diatas merupakan sebagian kecil dari kejanggalan bagi kami tentang teori psikoanalisa dan keterhubungannya dengan konsep Tuhan, walaupun begitu teori psikoanalisa miliknya telah banyak membantu dalam menambah kosakata dan pemikiran tentang konsep Tuhan.
Sumber Bacaan 
Yustinus Semiun, OFM, 2006. Teori Kepribadian Dan Terapi Psikoanalitik Freud. Penerbit Kanisius: Yogyakarta.
Website          
http://en.wikipedia.org/wiki/Sigmund_freud
http://en.wikipedia.org/wiki/Freud_and_religion
http://www.eramuslim.com/konsultasi/konspirasi/sigmund-freud-bukan-seorang-atheis.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Filsafat_ketuhanan
http://hanharsa.blogspot.com/2009/04/freud-agama-dan-keberadaan-tuhan.html
http://Wordpress.com/Atheisme Psikologis « MUSLIM MENJAWAB TANTANGAN

1 komentar:

  1. thanks naskahnya.. sebagian saya kutip sebagai pelengkap materi

    BalasHapus