Tugas Matakuliah Hermenetika
Oleh Adam Azano Satrio, 0906522861
How to Read Lacan
Bab I
Kehidupan manusia itu selalu memiliki suatu kenyaatan yang tidak didugaa, Rasa kehebatan manusia, terutama yang diciptakan pada era modern membuat manusia menjadi pusat segalanya. Ada tiga penemualn yang berhasil menampar kesombongan manusia, yaitu heliosentris oleh Copernicus, yang menemukan bahwa bukan bumi ,sebagai tempat manusia hidup, yang menjadi pusat orbit semesta melainkan matahari. dilanjutkan Darwin yang menggagas teori evolusi, yang mengakibatkan manusia harus menyadari bahwa dirinya tak lebih sebagai suatu keberuntungan sehingga mampu berada di hierarkis yang lebih tinggi dibanding mahluk lainnya, lalu yang terakhir adalah Freud, yang menelurkan paham tentang unconcioussness, dimana manusia pada abad modern sangat membanggakan akan kerasionalitasan manusia, maka Freud membalikkan itu semua dengan menyatakan bahwa yang bekerja dalam sistem pemikiran manusia sebenarnnya ketidaksadaran. Pada kali ini Zizek akan membahas bagaimana salah satu ilmu yang berhasil menusuk manusia karena kesombongannya, yaitu psikoanalisa, melalui Lacan. Zizek membaca Lacan dengan berusaha mengabaikan pemikiran Lacan itu sendiri, seperti Lacan membaca Freud, sebab jika Zizek menggunakan paradigma yang sama maka tak ada bedanya dirinya dengan penulis buku pengantar lainnya.
Dalam ajaran utama Lacan, simbol merupakan suatu hal yang dikatakan selalu ada dan menjadi sumber dasar kehidupan manusia, dimana kita di kontrol oleh tatanan simbolik tersebut, seperti Zizek memberikan contoh kasus perang troya, dimana negara tersebut kalah sebab menyangka musuh telah mengakui kehebatan negaranya, padahal patung kuda tersebut berisi pasukan. Seperti itu pulalah kehidupan itu berlaku, dimana simbol itu berlaku sehingga membentuk sistem moral kita, yang terkadang mampu menjebak diri kita sendiri dalam suatu kehancuran. Bagi Lacan, realitas manusia didasari oleh tiga tingkat yang saling terjerat yaitu the simbolik, the Imajiner dan the Real. Tiga serangkai ini dapat diilustrasikan dengan permainan catur. Aturan permainan yang harus diikuti adalah the simbolik. “kuda” hanya didefinisikan dengan membuatnya bergerak sesuai peraturan tertentu. Tingkat ini berbeda dengan imajiner seseorang pada penamaan raja, ratu dan ksatria. Dalam permainan ini mempunyai aturan yang sama namun imajinernya yang berbeda. Ini yang dinamakan sebagai the Imaginer. Akhirnya, the Real adalah himpunan komplek yang mempengaruhi proses permainan seperti kecerdasan para pemain, gangguan yang tidak terduga dan membingungkan salah satu pemain atau langsung menyelesaikan permainan.
Lalu kesemua hal tersebut menghadirkan adanya “Big other” yang beroperasi pada tingkat simbolis. Ketika kita berbicara, kita tidak hanya berinteraksi dengan orang lain. Pertama, ada aturan tata bahasa yang harus menguasai secara buta dan spontan, karena jika hanya diingat sepanjang waktu maka percakapan pun akan terhenti. Kedua, ada latar belakang dalam kehidupan yang sama di dunia yang memungkinkan kita dan partner dalam percakapan untuk saling memahami.
Big other tersebut pada kehiduan nnyatanya menciptakan suatu kebuntuan persepsi dimana kita dibatasi oleh Big other lainnya, seperti jika kita pada suatu pengajian kita tidak mengikuti seperti yang lainnya, melainkan bernyanyi, atau malahan melakukan rap maka, secara tidak langsung, kita telah melawan Big other tersebut, dan biasanya kita akan dianggap orang yang berbeda. Level tertinggi dari symbolic order adalah Empty Gesture yang mengartikan harus ditolak, dalam hal ini ada beberapa dalam social link yang harus ditolak untuk menjaga tatanan sosial. Dalam contoh ada orang menolak sebuah pemberian hadiah dalam persaingan job namun ia merasa tidak enak terhadap teman, pesaingnya yang sekaligus dekat dengannya, akhirnya ia menolak untuk menjaga gap yang jauh diantara mereka. Hal ini disebut Empty Gesture. Empty Gesture ini menitikberatkan pada masalah social link itu sendiri. Yang menghasilkan apa yang namanya sociopath, merupkan sosial yang membentuk adanya kegiatan moralitas dalam mengatur tingkah laku manusia. Dari social link ini sebenarnya muncul adanya performative dimension dari pelakunya itu sendiri yang makananya berada di balik yang nyata itu sendiri. Kesimpulannya Setiap tindakan memilki dimensi performative tersendiri
Lalu bagaimana permasalahan ini bisa dikembangkan? Permasalahan simbolik ini seharusnya bisa dianalisa untuk mengkaji setiap kemungkinan dan karakteristik sesuatu. Seperti pada toilet di Inggris, Prancis, dan Jerman. Toilet tersebut menjelaskan bagaimana karakter Ideologi di negara - negara tersebut.
Bab II
Pada bab selanjutnya dijelaskan bagaimana simbolik itu bekerja dan bagaimana pengaruhnya dalam kehidupan. Simbol tersebut itu bekerja dengan otomatis, seperti di Tibet, dimana doa itu tidak dilakukan dengan verbal melainkan dengan suatu alat sehingga dianggap doa tersebut bisa tersampaikan.
Dalam saat ini interpassivity merupakan suatu fenomena yang terjadi, dimana suatu subjek menggunakan suatu objek untuk menutupi suatu kepasifan dirinya sendiri. Seperti saat seseorang merekam suatu pertandingan sepakbola, dimana orang tersebut sudah puas dengan menyimpan rekaman tersebut. Hal tersebut yang mengaikatkan adanya false activity dan pada pseudo activity, dimana orang tersebut merasa berpastisi pada dalam suatu hal, padahal dalam kenyataaannya dirinya pasif. Hal tersebutlah yang menyebabkan teori Hegel terbantahkan, dimana suatu subjek bisa menjadi aktif melalui Other tetapi pada kali ini Lacan mengatakan bahwa seseorang menjadi pasif karena adanya the Other tersebut.
Fenomena tersebut terjadi seperti dalam persoalan agama, dimana banyak orang yang merasa telah ikut berpartisipasi dalam suatu ritual agama, tetapi sebenarnya dirinya hanya mengikuti suatu ritual yang hampa, tetapi kenapa hal tersebut masih saja dilakukan? Dikatakan karena Big Other memaksa kita untuk melakukan tersebut, seperti Bohr yang tetap menaruh tapal kuda di atas pintu masuknya, walaupun dia mengetehaui bahwa hal tersebut tidak ada gunanya, tapi dia tetap melakukannya karena orang lain mengatakan bahwa hal tersebut berguna.
Bagaimana jika symbol teresebut ditarik dalam kehidupan suatu individu? Bagi Lacan hal tersebut akan mengakibatkan suatu hysteria dalam diri subyek. Sebab kita terpaksa menuruti hal tersebut. Seperti kita tetap menghormati seorang kiai yang mengatakan suatu kebaikan padahal secara objektif kita bisa melihat, bahwa kiai tersebut melakukan suatu kejahatan, tetapi dikarenakan peranan simbolik yang dimilikinya, kita terpaksa harus menghormati dirinya. Ketika simbol tersebut hendak dilepas dari seseorang maka orang tersebut dikatakan akan memiliki kebingungan dengan eksistensi dirinya sendiri.
Simbolik tersebut juga dipengaruhi adanya Desire (hasrat). Hasrat untuk memiliki yang lain, hasrat untuk dimiliki yang lain, dan harsrat untuk memiliki hasrat yang dimiliki yang lain. Hasrat merupakan suatu alasan utama kenapa manusia bisa aktif dan bertindak. Namun hasrat tersebut harus dikebiri dengan adanya simbolik dari the other. Zizek mengatakan bahwa permasalahan hasrat merupakan permasalahan yang harus diperhatikan. Jika dilihat dalam permasalahan politik dimana John Rawls hanya menganggap bahwa dalam demokrasi, hierarki merupakan hal yang lumrah, dan mengijinkan adanya perbedaan selama yang beruntung menolong yang kekurangan. Namun Rawls tidak memperhatikan bahwa permasalahan sebenarnnya merupakan permasalahan dimana yang kurang beruntung berhasrat kepada yang beruntung. Selan tersebut hasrat telah bisa bermodifikasi untuk memuasakan kepuasan semu para subject, seperti adanya kopi tanpa kafeein, rokok tanpa nikotin, dan lainnya.
Lalu dapat disimpulkan bahwa Big other telah mampu menciptakan adanya suatu realitas palsu yang kita harus jalani sekarang yang menyebabkan kita menjadi penuh kebermaknaan palsu.
Bab III
Dalam Lacan sebuah fantasi merupakan dampak sistemik dari teori milik Lacan, dimana hasrat yang terhalang oleh big other tersebut pada akhirnya harus tersalurkan. Dalam permasalahan ini Zizek mengangkat permasalahan bahwa dalam teori Levinas big other itu digambarkan sebagai suatu alasan kenapa kita harus berbuat baik kepada orang lain, yang memaksa kita harus mengubur keinginan terdalam diri kita.
Beberapa hal yang dibahas dalam bab ini adalah, bagaimana kisah cinta bisa dijelaskan? Serta bagaimana cinta itu bisa mengakibatkan suatu kisah traumatis? Seperti suatu kisah dimana bagaimana seseorang bisa mencintai orang yang sebelumnya tidak disukai, dimana ketika seseorang yang disukai seseorang namun dirinya menolak orang tersebut. Terkadang perasaan tersebut bisa dikembangkan menjadi suatu perasaan cinta. Karena bisa jadi dirinya berfantasi bagaimana jika dirinya dan orang yang menyukai dirinya menjadi pasangan, Maka bisa terjadi cinta, karena hasil fantasi yang bergerak sebagai pelampiasan keinginan tertahan. Bagi Lacan Fantasi menjelaskan bagaimana keinginan yang ditahan itu terjadi, dan itulah cara kita untuk menjadi tetap tersadarkan dan bisa menjalani hidup, serta setiap orang harus memiliki fantasinya sendiri - sendiri.
Pada permasalahan selanjutnya lacan menganggap bahwa keinginan manusia itu sendiri tidaklah otonom, melainkan sudah terkonstruksi, dihujamkan dan diprogramkan dalam setiap kesadaran individu. Maka kita terkadang sering bertanya - tanya, apa yang kita inginkan dalam kehidupan sebenarnnya? Apakah yang kita lakukan itu benar - benar pilihan saya? Apakah saya sebenarnnya yang memilih ini atau sesuatu membujuk saya secara halus untuk memilih hal tersebut sebagai keinginan saya? Pada dasarnya kehidupan ini dikuasai oleh Big other yang berhasil mentransformmasikan dirinya kedalam simbol - simbol, atau ke dalam simbol yang paling real seperti hukum, negara dan lain lain.
Dasar yang membedakan sang Liyan Levinas dengan yang lain adalah bahwa the other itu benar-benar bukan alter ego kita, bukan aku yang lain, tapi totally different. Maka relasi yang terjadi antara aku dan the other bukan sesuatu yang timbal balik (resiprositas), tapi sesuatu yang asimetris. Di sinilah Jacques Lacan memaknai cinta yang berarti memberi kepada orang lain apa yang tidak dipunyainya (Love is giving something one doesn’t have…). Lacan memaparkan neighbourhood dengan istilah Thing (das Ding) dimana untuk menunjukan suatu digunakan seseuatu yang paling obyektif dari keinginan-keinginan kita dalam intensitas unbearble. Neighbour bisa dibilang suatu Thing (kejahatan) yang berpotensi mengintai di balik setiap wajah manusia sederhana
Desire yang ditampilkan oleh seseorang, sebenarnya bukanlah apa - apa yang sebenarnya ada dipikiran dia, melainkan desire orang-orang disekitarnya yang digambarkan melalui dirinya. Seperti seorang anak yang sedang makan kue stroberi, ia pikir kenikmatan yang ia rasakan karena memang kue itu terasa enak di mulutnya, ternyata karena ia melihat raut kebahagiaan di wajah orang tuanya saat ia memakan kue yang dibelikan ayah dan ibunya
Bab IV
Pada permasalahan selanjutnya Zizek membahas Lacan tentang permasalahan the real. Dmana Lacan membagi perkembangan manusia menjadi The Real, The Imaginary, dan The Symbolic, dimana dalam 3 tahapan itu manusia akan berhadapan dengan fase cermin, dimana aku berhadapan dengan realitas sosial (the symbolic). Saat manusia masuk dalam tahapan dimana simbolik order itu masuk men-subjektifikasi dirinya, timbulah hasrat untuk melampaui pen-subjektifikasian itu. Dimensi ketubuhan dari hasrat itulah yang Lacan sebut sebagi Lamella, yaitu sebuah organ yang member tubuh pada libido.
. Lamella tersebut merupakan suato organ yang otonom yang mampu berdiri sendiri, dan mampu untuk berubah dari satu medium kemedium lainnya, dan uniknnya seperti energi, dia tak dapat dihancurkan dan tidak terciptakan, sehingga dia tak bisa musnah dan dengan kata lain itu abadi, yang jika Freud katakana hal tersebut seperti dorongan akan kematian. Zizek menjelaskan bahwa Lamella tersebut bergerak dan berlangsung secara terus menerus tanpa ada penjelasan yang pasti, seperti sebuah repetisi yang otomatis, seperti sepatu penari yang membuat diri sang penari tersebut harus mau tidak mau menari, sehingga satu satunya cara sang penari tersebut berhenti adalah memotong kakinya, lalu pertanyaan tentang dimanakah Lamella tersebut? Maka Lacan menjawab hal tersebut berada dalam imaginery dan the real. Hal tersebutlah yang pada akhirnya menciptakan suatu object a, dimana object tersebut kosong, hampa dan tidak memiliki isi apapun tapi berbeda jika kita melihat sudut pandang yang lain. Seperti pada permasalahan keinginan kita menginginkan sesuatu sebab orang lain memilikinya, seperti seseorang ingin memiliki mobil BMW baru karena tetangganya barusaja membeli mobil tersebut. Hal tersebut dibentuk oleh Hasrat maupun Kematian yang membayang - bayangi kita.
Lalu pembahasan selanjutnnya apakah itu real? Jika pada Kant hal tersebut merupakan hal yang objektif dan berada dalam dirinya sendiri (das Ding an sich) maka lacan menganggap real tersebut adalah sebab musabab bagaimana simbol dapat terjadi. Bagaimana kita mengetahui kegunaan suatu alat? Jika kita bertanya - tanya lebih dalam, bagaimana kita ketahui alat yang kita lakukan benar benar penggunaan yang benar? Maka Lacan menggunakan paham Freud tentang kegunaan traumatic. Dikatakan bahwa segala hal yang kita ketahui merupakan proses traumatic, kita mengetahui sesuatu baik itu permasalahan baik, buruk, kegunaan, makna, itu disebabkan traumatic. Seperti seorang anak kecil yang selalu dilarang untuk menggigit jarinya, maka sang anak tersebut akan mengetahui bahwa itu merupakan seusatu hal terlarang, sebab ketika sang anak memasukkan jarinya maka sang ibu menariknya dan terkadang mencubitnnya. Begitulah proses traumatic itu terjadi.
Bab V
Jika kita membaca Lacan, maka mau tidak mau kita terpaksa harus mempelajari pola pikir Freudian, tentang tiga bagian manusia, yaitu ego id super ego. Sebagaimana kita ketahui id merupakan hasrat keinginan manusia yang dikatakan oleh Freud bersumber dari libido dan tidak mengenal nilai moral, lalu ada super ego, yang bergerak sebagai pembatas dalam pola piker hasrat manusia dimana isinya selalu berupa peraturan, dan larangan yang harus dipatuhi. Lalu munculah ego dimana dia bergerak sebagai pengatur dan pemilih keputusan yang berada dalam realitas ini. Bagaimana Zizek menjelaskan proses ini bekerja dalam kehidupan nyata dan apa dampaknya? Lacan mengatakan bahwa super ego itu bukan permasalahan moral, tetapi permasalahan tuntutan kewajiban.
Gap antara ego dan super ego tersebut bias kita sadari dalam kehidupan nyata, dan kita lebih sering mengisinya dengan cara berpikir Id. Seperti dalam suatu film dimana ketika kita melihat seorang laki laki menuju kamar sambil mencium sang perempuan, lalu tepat ketika pengambilan gambar kamera ingin masuk itu layar dirubah menjadi suatu scene bintang - bintang di luar jendela. Lalu saat kamera itu kembali maka di perlihatkan sang laki laki mengunakan pakaiannya dan menghisap rokok. Apa yang kabanyakan orang pikirkan? Seringkali kita menganggap mereka melakukan hubungan sex, padahal bisa jadi mereka setelah berciuman, sang pria mandi, ataupun mereka bermain video games.
Inilah yang di maksud dengan gap dimana jika kita murni memandang dari kacamata super ego, maka kita hanya akan melihat hal tersebut secara bersih, namun teks yang dilemparkan kepada kita mmbuat kita mau tidak mau mengkonstruksikan pikiran kita untuk memasukan imajinasi id kita, dalam film tersebut. Begitu pula pola pikir kita dalam kehidupannyata. Sehingga jika dalam film dimana sensor itu diberlakukan, sebenarnya memaksa kita untuk berimajinasi lebih liar lagi tentang apa yang terjadi di dalam sensor tersebut. Seperti pada film porno jepang yang mensensor bagian kemaluan yang sebenarnnya memancing para penonton untuk berfikir lebih liar lagi di dalamnya. Hal tersebutlah yang mengatakan bahwa kita mampu untuk berpikir suatu hal liar dalam semua teks yang tersajikan dihadapan kita.
Seperti pada permasalahan Bush yang mengatakan bahwa, "Kami tidak melakukan penyiksaan" dan sekaligus memveto RUU, yang diusulkan oleh John McCain, yang hanya melegalkan fakta ini dengan secara eksplisit melarang penyiksaan terhadap tahanan sebagai merugikan kepentingan AS, kita harus menafsirkan inkonsistensi ini sebagai pertanda dari ketegangan antara wacana publik, Ego-Ideal, dan masyarakat cabul atas superego. Ini adalah bukti lainnya, bahwa masih diperlukan aktualitas abadi gagasan superego Freudian,ari sini dapat kita simpulkan bahwa sampai sekarang gagasan dari Freud masih tetap digunakan sampai sekarang.
Bab VI
Bagaimana kita melihat sosok Tuhan? Sebuah pertanyan ini seringkali memunculkan jawaban ini, yaitu segala hal diperbolehkan. Jawaban ini merupakan jawaban paling naïf sebab kita harus menyadari bahwa ada the Big other yang memaksa kita untuk menghargai yang lainnya. Maka hal tersebut meaksa kita untuk menyadari bahwa kita tidak memiliki suatu kebebasan yang mutlak bahkan jika tuhan pun tidak ada.
Hal yang unik jika kita membahas dalam sudut manusia modern yang mengatakan bahwa tuhan telah mati, yang sebenarnnya dirinya menghidupkan tuhan lainnya. Fenomena tersebut dapat kita ketahui dalam ajaran hedonism yang bebas tanpa tekanan paksaan. Kita seharusnya dapat menanyakan mengapa adanya suatu paksaan jika Tuhan sebagai pengatur universal itu telah mati? Jawabannya adalah adanya Big other yang masuk kedalam alam bawah sadar mereka.
Ketika para Marxis bertemu dengan kaum Borjuis di dalam komoditas fetisisme, Marxis mencela mereka bahwa komoditas yang kelihatan oleh kaum borjuis itu sebagai objek metafisis yang dibantu oleh kekuatan spesial, sebenarnya hanyalah sebuah ekspresis reufikasi dari hubungan masyarakat. Marxis mengatakan kepada kaum Borjuis, bagaimana mereka harus berpikir bahwa komoditas yang didapatkan sebagai perwujudan sederhana dari hubungan sosial, contohnya uang, tetapi mereka (kaum Borjuis) tidak melihatnya. Marxis menambahkan, pada realitas sosial yang dihadapi oleh kaum Borjuis, kaum Borjuis ini menjadi saksi dari fakta luar biasa bahwa komoditas benar-benar kelihatan oleh mereka sebagai objek luar biasa yang dibantu oleh kekuatan spesial. Kita bisa bayangkan ketika kaum Borjuis menghadiri perkuliahan dari Marxisme yang mengajarkan tentang tentang komoditas fetisisme. Setelah kelas selesai, mereka menghampiri gurunya dan protes bahwa mereka masih menjadi korban komoditas fetisisme. Kemudian gurunya menanyakan apakah dia sekarang sudah mengetahui dasarnya bahwa komoditas itu hanya ekspresi dari hubungan sosial dimana tidak ada kekuatan metafisis di dalamnya? Muridnya menjawab, tentu saja dia mengetahui, tetapi komoditas yang dia percayai tidak mengetahuinya. Inilah maksud klaim Lacan tentang formula sebenarnya dari materialisme, yaitu bukannya Tuhan tidak ada, tetapi Tuhan itu tidak sadar.
Jika kita pernah mendengar kisah “bobok” dimana sang pemeran utama kebingungan sebab mendengar suara tanpa wujud yang mengucapkan bobok. Lalu sang pemeran utama berusaha mencari tahu dan terkejut, ternyata bobok merupakan suatu bahasa yang digunakan orang mati untuk berbicara dengan sesamanya, dimana para arwah yang mati tersebut bercerita tentang segala hal baik hal yang memalukan bahkan kejahatan dalam kehidupannya.
Lalu pembahasan selanjutnya tentang cybersex, dimana dianggap tidak ada tindak pelecehan terhadap perempuan. Sebab saat melakukan hal tersebut kita tidak benar - benar langsung melakukannya terhadap orang tersebut. Kita merasa selama sesuatu yang di luar kita itu tidak tersakiti, karena pelecehan kita, maka hal tersebut diijinkan. Maka permasalahan dengan begitu, konsep tanggung jawab, yang merupakan tekanan dari orang lain muncul
Justru dewasa ini merupakan jejak-jejak ketidaksadaran yang disembunyikan oleh gaya hidup hedonis, bahwa Tuhan bukannya mati/memang mati, tapi Ia tidak sadar, yang dalam ketidaksadaran-Nya (juga membuat kita tidak sadar), dan tetap “menggaransikan” (dis)-harmonitas. Peraturan Larangan merokok pun bahkan begitu; yang awalnya, kelihatannya, merupakan peraturan supaya orang lain yang tidak merokok, menjadi perokok pasif. Ini menjadi objek penanda penting, kalaupun kita lihat, tidak ada satupun ruang merokok yang dibentuk sebagai kompensasinya.
Kembali ke masalah ketidakjelasan otoritas dari simbolik yang terkatakan (pada si Anak yang dengan kejam ternyata kata hatinya pun diatur oleh sang Ayah), maka dengan melihat masyarakat pasca-modern sekarang, perlu dipertimbangkan lagi kritik para konservatif kultural yang mengadvokasikan kembalinya pendidikan terhadap anak seperti zaman dahulu kala. Karena besarnya kepuasan muncul di saat sang anak memberontak terhadap otoritas tersebut, akhirnya meng-transgresi-kan limitasi itu, saat ketidaksadaran menjalankan fungsi denegasi-nya. Oleh karena itu, psikoanalisis yang dulunya merupakan diskursus untuk melepaskan subjek dari belenggu yang melarangnya untuk menikmati kenikmatan yang normal. Kebalikannya, untuk zaman sekarang yang banyak mempunyai figur ayah pasca-modern, justru diskursus analis, di dalam carut-marut posibilitas untuk menikmati (memperbolehkan subjek untuk tidak menikmati).
Bab VII
Zizek pada bab terakhir ini menunjukan bagaimana system etika itu terjadi dalam lacan. Zizek menggunakan contoh bahwa orang yang berlaku totalitarian merupakan orang berada dalam tingkat yang tinggi dalam rasa kemanusiaan. Walaupun stalin terbukti dalam sejarah melakukan genosida, namun dirinya berhasil membuktikan bahwa seseorang diperlukan untuk bertindak secara tegas untuk menjaga kemanusiaan tersebut.
Pada kondisi semacam ini, keberadaan subyek pelaku akan sangat semu, bahkan tidak lagi layak disebut subyek. Di posisi tersebut subyek telah menjadi obyek oleh kelainan yang terjadi karena adanya struktur yang bersifat mengarahkan subyek pada sado-masokisme ini. Keberadaan ‘saya’ tidak lagi penting dihadapan kepentingan dan keinginan Other’s, keberadaan dari kata ‘saya’ hanyalah pelengkap dari sesuatu yang lebih otentik lagi, ‘saya’ adalah tak lebih dari sekedar instrumen dari kebutuhan,dari, kesejarahan itu sendiri.
Sado-masokisme bersifat melukai subyek namun menimbulkan suatu kenikmatan tersendiri, sehingga keberadaan pain, atau rasa sakit, itu seakan,atau bahkan memang, terobati. Menurut Zizek, satu-satunya yang mengobati para politisi sado-masokis ini adalah bagaimana diri mereka meyakini bahwa semuanya terbayarkan, membebaskan mereka dari semua permasalahan serta rasa sakit, saat kebutuhan dan keinginan the Others berhasil dipenuhi. Menurut Zizek, subyek tidak akan mungkin merasa terluka saat ia memposisikan dirinya sebagai obyek, terlebih lagi subyek, yang sudah menempatkan dirinya menjadi obyek ini, akan larut dalam enjoyment yang ia dapat dari kewajiban yang dikenakan kepadanya.
Diceritakan kelakuan masokis ini dapat terlihat dari kisah para eksekutor nazi, dimana sebenarnnya dirinya itu tidak ingin melakukan hal tersebut, mereka menyadari bahwa mereka berlakukejam, memalukan, tidak manusiawi, namun untuk meringankan bebannya mereka berusaha menikmati kesakitan psikis miliknya.
Beranjak dari kejadian klasik diatas, kita akan masuk kepada salah satu kejadian mengenai kematian seorang pembuat film asal belanda; Theo Van Gogh, yang terbunuh oleh Mohammad Bouyeri, seorang muslim fundamentalis dengan pemikiran yang ekstrim. Dibunuh dengan menggunakan pisau yang mana juga tercantum surat yang juga ditujukan pada seorang teman Hirshi Ali, seorang perempuan berdarah Somalia yang juga memiliki tempat di parlemen, seorang aktivis yang juga tidak lelah menyuarakan perlawanan untuk mendukung hak asasi perempuan muslim. Sekali lagi pembunuhan ini di desain sebagai alat politis untuk menyerukan sebuah pemikiran ekstrim dari Bouyeri ini sendiri. Sekali lagi kepentingan dari pemikiran ini menyerukan kepentingan kelompok, yang seakan-akan membutuhkan tumbal agar dapat terpenuhi.
Lalu ada kejadian unik yang bisa diangkat yaitu Kebenaran dan kebohongan dipisahkan oleh kematian, yang dijelaskan menurut pandangan politik Islam. Ada yang membedakan konsep kebenaran di Barat dan Timur, di Timur kebenaran tidak hanya diukur dengan akurasi, penalaran, tapi juga dengan kepasrahan atau kebenaran takdir – dengan tidak mengingkari takdir. Sedangkan di Barat, kebenaran hanya diukur dengan akurasi atau reasoning. Kaum Katholik mengajarkan culture of life, hal itu yang selalu kita dapatkan dan pelajari yaitu tentang cara hidup dan jalan hidup, tetapi yang sering kita lupakan adalah jalan kematiannya.
Satu hal yang penting adalah bahwa penjelasan ini mengarah ke teori nihilisme, dimana manusia sedang menuju pada suatu ketiadaan. Apakah kita siap untuk menghadapi ketiadaan tersebut? Selama ini kita hanya mempertimbangkan tentang apa yang ada dalam hidup serta pemanfaatannya yang akhirnya manusia jadi terikat dengan materialisme. Sedangkan manusia melupakan sisi spiritual atau religius. Dalam fenomenologi pun kita harus mempersiapkan sebuah nothingness. Jika kita membicarakan tentang culture of life, maka kita membicarakan tentang suatu hal yang taktis, dalam arti jika kita nanti mengalami sebuah kondisi kita mempersiapkan sebuah tindakan untuk menghadapinya dalam kondisi keberadaan kita di dunia.
contoh yang menggambarkan mengenai kepalsuan, terdapat seorang pria yang telah memiliki istri, suatu saat ia pergi untuk bertugas padahal selama berpergian, pria tersebut memiliki hubungan dengan wanita lain tanpa diketahui oleh istrinya. Sementara istrinya mengetahui kalau pria tersebut tinggal di rumah temannya. Setelah mengetahui hal tersebut sang istri marah dan pernikahan yang semula bahagia jadi hancur berantakan. Pria ini harus menyembunyikan perselingkuhannya dan meninggalkan rumah selama beberapa hari untuk bertugas dan mengatakan bahwa ia menginap di rumah temannya. Hal ini menunjukan bahwa appearance mempunyai peranan yang sangat penting. Namun Lacanian memiliki pendapat lain, yaitu bahwa memang benar bahwa appearance adalah yang terlihat paling murni, hal ini terjadi bukan karena kita ingin menyembunyikan suatu kesalahan melainkan pada saat kita berpura-pura untuk menghadapi kesalahan yang disembunyikan. Menurut Lacan, pengertian yang tepat adalah fantasi. Dimana fantasi berada dibalik topeng tersebut. Jadi, secara ekstrim fantasi yang dimiliki seorang pria terhadap wanita bukan karena wanita tersebut bukan tampilan luar yang menggoda namun idea dari appearance yang tersembunyi itulah merupakan misteri yang tidak dapat diperhitungkan.
Komentar
Ketika saya membaca suatu teks, maka saya akan berusaha memaknai teks tersebut dengan cara yang berbeda dengan gaya penulisan awal tersebut. Seperti itu jugalah Zizek berusaha untuk memaparkan pada para pembacanya dengan tulisannya yang berbeda jauh dengan gaya penulisan Lacan. Gaya penulisannya tersebut sangat populer dan menggunakan contoh contoh dari masanya.
Lalu apa saja hal yang bisa diangkat dari karya Zizek tersebut? Kita dapat mengetahui bahwa penjelasan Lacan tentang bagaimana kehidupan itu bekerja dalam dasar simbolik.
Pada bab pertama kita bisa mengetahui bahwa, dasar kehidupan kita sebenarnnya dipengaruhi adanya Big Other yang secara tak langsung mengekang kehidupan kita, dan semua hal tersebut disebabkan adanya symbolic order yang mengontrol kehidupan kita.
Bab kedua membahas tentang simbolik, dimana simbolik tersebut membuat manusia menjadi dikebiri dirinya yang sesungguhnya. Proses simbolik tersebut juga terjadi dengan otomatis, dikatakan simbolisasi tersebut membuat manusia merasa masuk dalam suatu keaktifan semu, serta menekan hasrat manusia yang sebenarnnya.
Bab ketiga menerangkan bagaimana kita bisa menyalurkan hasrat kita yang tertekan oleh the big other. Jawabannya adalah dengan fantasi. Fantasi merupakan jalan agar kita mampu menyalurkan hasrat kita yang ditekan oleh Big other. Fantasi itu sendiri dibahas lebih lanjut dengan pertanyaan – pertanyaan, apakah benar fantasi tersebut ,merupakan fantasi atas hasrat terdalam kita? Atau malah mungkin fantasi itu dipaksakan untuk masuk dalam diri kita?
Bab keempat membahas tentang Lamella, dimana organ tersebut memberikan akses tubuh pada libido, yang dianalogikan sebagai sang penari yang mau tidak mau harus menari dikarenakan menggunakan sepatu yang telah tersihir tersebut. Lalu dilanjutkan tentang pertanyaan apakah Real itu, jika semua hal yang ada adalah symbol, apakah Real tersebut merupakan sesuatu yang nyata dan berdiri sendiri seperti Das Ding an Sich? Real bagi Lacan adalah pertanyaan, apa sebab musabab symbol itu terjadi ? Dan bagi Lacan, Freud merupakan kontributor tepenting dalam persoalan ini, sebab ada kemungkinan hal yang kita rasakan tersebut, tidak lebih dari efek trauma.
Bab kelima pembahasan tentang Freud menjadi lebih dalam dengan pembahasannya tentang Id Ego dan Super Ego, dan bagaimana cara kerjanya. Dalam tulisan ini Zizek menggunakan contoh sensors yang sebenarnya digunakan untuk menyensor bagian porno agar penikmatnya tidak berfikir tentang seks, yang malahan menjadikan bagian Id kita menjadi lebih liar untuk berfantasi liar. Teori ini juga jika dikembangkan bisa menjadi suatu pola pikir yang bersifat mencuriga, seperti pada contohnya saat bush mengatakan bahwa dirinya tidak melakukan intimidasi diluar kemanusiaan terhadap terdakwa terorisme, padahal statement yang dikeluarkannya tersebut membuat orang lain bertanya lebih lanjut dan liar.
Bab keenam diawali tentang pertanyaan ketidakadanya Tuhan, tentang bagaimana hal tersebut akan terjadi. Hal unik yang saya rasakan adalah suatu pernyataan yang lugas tentang Zizek yang mengatkan bahwa Tuhanpun sebagai suatu Big other merupakan hal yang menghambat hasrat manusia, tetapi ketika tuhan itu dimatikan pun maka tetap akan muncul Big other lainnya. Itu menunjukan bahwa bagaimana pun juga Big other akan tetap selalu membatasi kita.
Bab ketujuh dan sekaligus penutup karya ini, menjelaskan tentang bagaimana proses etika itu terjadi dalam pemikiran Lacan dimana Zizek menggunakan kisah unik, tentang orang yang mengidap sadomasokisme, dimana sang manusia menikmati rasa sakit tersebut, seperti seseorang algojo nazi yang sebenarnya membohongi serta menyakiti hati nuraninya sehingga pada akhirnya memilih menikmati rasa sakit tersebut. Lalu melanjutkan dengan permasalahan apakah Kebenaran dalam sudut pandang Lacan? Zizek menggunakan contoh orang yang berusaha menyelamatkan hubungan keluarganya saat orang itu melakukan perselingkuhan. Orang tersebut terpaksa menutupi kebohongannya dengan menampilkan (appearance) dirinya sebagai orang yang sibuk dengan menginap ditempat temannya. Lalu apakah yang benar menurut lacan? Hal tersebut adalah sebuah idea yang berada dibalik topeng appearance tersebut.
Apa saja hal yang kita bongkar dari karya Zizek tersebut? Penulis menemukan dua pertanyaan penting.
1. Apakah jika kita menginterpretasikan suatu teks karya seseorang, kita harus sesuai dengan paradigm teks asli?
2. Bagaimanakah nilai dari suatu teks ketika teks tersebut dibahas dalam suatu fenomena yang berbeda?
Kedua pertanyaan tersebut muncul karena saya melihat suatu fenomena, dimana Zizek telah membuat sesuatu yang saya katakana unik sebab berhasil untuk menjelaskan lacan dengan berusaha tidak serta merta mengikuti contoh langsung dari lacan. Ini mengingatkan saya pada hermenetika Roland Barthes, dimana jika suatu teks telah terlempar pada public maka teks tersebut sudah halal untuk di interpretasikan oleh siapapun dan bagaimanapunjuga tafsirannya. Zizek secara nyata telah membuktikan bahwa hal tersebut merupakan hal yang mungkin dan menambah kasanah kemampuan spekulasi filosofis kita. Zizek dengan tulisannya yang popular tersebut menjelaskan secara tersirat sebenarnnya suatu teks mampu dibahasakan kembali dalam ruang waktu yang berbeda, sehingga makna teks tersebut dapat bernilai bebas dalam ruang dan waktu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar