Page

Total Tayangan Halaman

Sabtu, 30 November 2013

Konfusianisme Serta Keterkaitannya Dengan Keteraturan Masyarakat pada Dinasti Zhou Timur

Konfusianisme Serta Keterkaitannya Dengan Keteraturan Masyarakat pada Dinasti Zhou Timur
Oleh: Adam Azano Satrio, 0906522861
1.      Introduksi
Cina pada zaman Dinasti Zhou Timur merupakan sebuah negara yang maju, kuat, dan modern. Dinasti ini merupakan dinasti dengan era terpanjang dalam sejarah Cina. Dinasti ini seringkali dianggap sebagai peletak dasar peradaban Cina.
Pada zaman Dinasti Zhou Timur, terutama pada periode akhir Dinasti, tatanan masyarakat sudah sangat maju dan teratur, bahkan sampai kepada tatanan ekonomi, politik, sosial, dan pemerintahan. Hal ini disebabkan doktrin konfusianisme yang membawa persatuan, perdamaian, dan keadilan bagi Cina.[1] Ajaran - ajaran konfusianisme yang kemudian diangkat menjadi ideologi negara, yang muncul pada masa menjelang akhir Dinasti Zhou, menjadi sangat mengakar pada berbagai aspek kehidupan orang Cina. Konfusianisme telah menjadi norma kebiasaan dalam masyarakat. Oleh karena itu, keteraturan pada masa Dinasti Zhou Timur terjadi karena setiap orang mengamalkan ajaran Konfusianisme. Hubungan antara keteraturan masyarakat dalam hal politik, ekonomi, sosial, dan pemerintahan dengan ajaran Konfusianisme dapat kita lihat dari ajaran-ajaran Konfusianisme, yang bahkan telah mengatur, feodalisme positif yang menghasilkan sistem Jing Tian, harmonisme yang tertuang dalam lima hubungan atau Wu Lun, familisme yang mengatur hubungan dalam keluarga, materialisme dan pembagian kerja yang membawa pada teraturnya perekonomian, humanisme yang mengatur hubungan antar sesama, pendidikan, dan juga moral yang menjadikan dasar hukum Zhou Timur.
Bernama asli Khung Qiu/Zhong Ni yang lahir pada zaman Dinasti Zhou 551 SM di desa Chang Ping di negara bagian Lu. Berlatar belakang yatim saat berumur 3 tahun. Hidup miskin dan sangat tertarik dengan ilmu pengetahuan.
Pemikiran filsafat Konfusius begitu besar pengaruhnya pada negara Korea, Jepang, Vietnam, Singapura, Taiwan bahkan sampai benua Eropa. Jika pengaruh Konfusius begitu besar sampai mewarnai sejarah ideologi berbagai negara, pastilah banyak kemajuan yang telah dicapai pada masa ia masih hidup, terutama pada saat Dinasti Zhou Timur (770-221 SM).
Untuk mengetahui apa saja pemikiran konfusianisme dan keadaan serta efek dari pemikirannya pada kebudayaan dimasa Zhou Timur penulis akan membagi menjadi beberapa bagian, yaitu pendidikan, sosial, dan ketatanegaraan,
2.      Pendidikan    
 Bisa dikatakan pendidikan adalah dasar dari segala kemajuan pada Dinasti Zhou Timur. Separuh dari murid-murid Konfusius menjabat sebagai pegawai pemerintahan. Karena memang posisi pegawai pemerintah adalah status yang dapat menaikan martabat dan juga menjadi impian setiap orang pada saat itu.
 Pada masa itu, pendidikan hanya diperuntukan bagi kaum bangsawan. Diskriminasi kesempatan belajar ini dihancurkan oleh ajaran Konfusius dan memberikan fondasi dalam dunia pendidikan dimana tidak ada perbedaan kelas. Setiap orang, apapun latar belakangnya, berhak untuk mendapatkan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan.[2] Sehingga dalam waktu singkat Konfusius dapat merangkul berbagai kalangan menjadi satu untuk dijadikan murid. Dan munculah istilah A Hundred School of the Warring States Period (ratusan sekolah pada zaman negara berperang) yang juga dilengkapi oleh ajaran Mohisme.  
            Murid-murid Konfusius yang berlatar belakang miskin dan bukan bangsawan pada akhirnya dapat menaikan status mereka dengan menduduki staff pemerintahan. Untuk itu, sebelum murid-muridnya terjun pada masyarakat, Konfusius telah memberi bekal agar ketika murid-muridnya yang kelak mendapat jabatan, dapat mengelola pemerintahan yang adil dan berpihak pada kebutuhan rakyat sesuai dengan prinsip-prinsip yang mereka anut.
Terdapat 8 prinsip belajar, yaitu:
1.      Menyelidiki hakikat segala sesuatu.
2.      Bersikap jujur.
3.      Mengubah pikiran.
4.      Membina diri sendiri.
5.      Mengatur keluarga sendiri.
6.      Mengelola negara.
7.      Membawa perdamaian dunia.
Konfusius tidak hanya mengajari pengetahuan dan keahlian, tapi juga cara mengasah pikiran dan memperoleh integritas yang akhirnya mengembangkan watak dan kecerdasan mereka. Metode pembelajarannya adalah dalam bentuk diskusi panel. Murid-muridnya didorong untuk bertanya dan mengemukakan pendapat secara bebas dan mandiri. Sehingga murid-muridnya menjadi kritis dan sangat berguna dalam mempertahankan prinsip yang dianut.
Dalam proses pengajarannya, Konfusius membaginya dalam 4 tahapan, yaitu:
1.      Mengarahkan pikiran dengan cara.
2.      Mendasarkan diri pada kebajikan.
3.      Mengandalkan kebajikan untuk dapat dukungan.
4.      Mencari rekreasi dalam seni.
Konfusius mempercayai bahwa semua orang dapat menarik manfaat dari hasil pengolahan diri dalam belajar. Ia juga memperkenalkan suatu program ajaran moralitas atau kebajikan untuk calon pimpinan negara. Konfusius membuat suatu daftar prioritas dalam menjalani kehidupan bermasyarakat, yaitu:
1.      Kelakuan adalah syarat utama.
2.      Berbicara adalah prioritas kedua.
3.      Memahami soal-soal pemerintah adalah prioritas ketiga.
4.      Kesusasteraan adalah prioritas keempat.

Perilaku dan watak menjadi alasan utama karena menurutnya, seseorang akan menjadi Chun Tzu (orang yang berbudi) bukan atas dasar keturunan. Setiap orang bisa menjadi Chun Tzu. Maka dari itu ia menerima murid dari berbagai kalangan tanpa memandang status.
Konfusisus mendidik muridnya untuk menguasai 6 keterampilan, yaitu:
1.      Tata krama (Li).           
2.      Musik (Yue).
3.      Memanah.
4.      Menunggang kuda.
5.      Kaligrafi.
6.      Aritmatika.
Li merupakan elemen yang sangat penting untuk murid-muridnya. Tanpa sopan santun, orang yang memiliki ilmu pengetahuan dan keahlian tidak ada gunanya. Murid-murid Konfusius yang berasal dari golongan miskin pun diajari tata krama istana agar ketika menduduki jabatan kelak dapat bersikap sejajar dan pantas.
Ide lain dalam bidang pendidikan adalah adanya sistem ujian negara. pendekatan Konfusianisme dalam mengajar sangat efektif karena bukan hanya membentuk banyak individu sangat unggul, tapi juga memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas masyarakat dan mendorong kemajuan ekonomi dan budaya. Banyak orang berpendidikan dengan latar belakang sederhana memperoleh jabatan-jabatan tinggi di pemerintahan. Meskipun orang-orang yang di atas merupakan minoritas, tapi mereka yang dididik di bawah ideologi yang kesemuanya  memegang peranan penting dalam masyarakat. Secara keseluruhan, yang berpendidikan sangat dihormati dan merupakan pilar utama dalam masyarakat Zhou Timur. Beberapa dari mereka mulai membuka sekolah-sekolah, memberikan saran-saran strategis bagi para penguasa, mempraktekkan pengobatan, menjadi seniman. Strata pendidikan masyarakat mempunyai dampak besar pada masyarakat melalui pemikiran dan perbuatan mereka. Nilai sistem mereka berperan penting dalam menjaga stabilitas.
33.      Sosial
Konfusius berpendirian bahwa pada hakikatnya manusia adalah makhluk sosial. Dalam sebuah batas-batas tertentu, manusia dibentuk seperti keadaannya, oleh masyarakat. Dan masyarakat dibentuk seperti keadaannya, oleh seorang yang menyusunnya. Hati nurani seseorang tentu menolak untuk menarik diri dari masyarakat, tetapi juga melarangnya untuk menyerahkan pertimbangan moralnya kepada masyarakat.
Terdapat asas timbal balik jika setiap orang bekerja untuk kebahagiaan bersama, maka sudah pasti akan didapatkan suatu keadaan yang menciptakan kebahagian karena kebahagiaan merupakan kebaikan dan tujuan utama hidup manusia.
Konfusius menekankan cara menjalani kehidupan terbaik adalah yang harmonis, dengan mengutamakan moralitas dan kebajikan. Seseorang dilahirkan untuk menjalani hubungan tertentu. Dalam kitab Wu Lun (lima hubungan utama), ajaran ini mengajarkan manusia untuk menjaga lima hubungan utama yaitu antara raja-menteri, bapak-anak, suami-istri, kakak-adik (laki-laki) dan antar teman. Kehidupan akan selaras jika setiap manusia menyadari akan hubungan atasan dengan bawahan. Sehingga pada masa itu terbentuklah masyarakat Shen Si (bangsawan) dan Xiao Ren (orang kecil), dimana mereka dapat berlaku sesuai dengan peran masing-masing dan kelasnya sehingga Dinasti Zhou menjadi maju. 
Lima hubungan utama ini mengajarkan manusia untuk menjaga lima relasi utama yaitu:
1.         Hubungan raja dan menteri. ( yang masih mempengaruhi hubungan sosial politik di Cina hingga saat ini)
2.         Hubungan ayah dengan anak. (Laki-laki)
3.         Hubungan suami dengan istri.
4.         Hubungan antara kakak (laki-laki) dengan adik. (laki-laki)
5          Hubungan teman dengan teman.

Dalam setiap hubungan, orang yang superior mempunyai kewajiban mengasihi dan menjaga terhadap orang-orang yang inferior. Pada ruang lingkup berikutnya pola relasi dalam konteks keluarga itu diterapkan juga dalam konteks sosial. Sang bawahan harus taat kepada atasannya. Kekecualiannya adalah untuk hubungan antar-teman. Itupun jika salah satu lebih tua, hubungannya menjadi seperti kakak-adik. Kewajiban untuk taat itu bukannya tanpa syarat. Karena kewajiban taat Konfusian itu adalah untuk menjalankan perintah yang baik, perintah yang tidak baik harus dibantah. Membantah kaisar memang bisa membawa risiko mati. Tetapi dalam Konfusius juga mengajarka tentang Tiānmìng, seorang kaisar yang tidak lagi berkebajikan juga bisa digulingkan.[3] Sesuai tradisi feodal Cina, para penguasa Zhou mengklaim diri mereka sebagai mandat langit, dimana para penguasa memerintah atas mandat dari langit. Bila mandat dari langit dicabut, rakyat berhak menggulingkan penguasa tadi.
Lima hubungan ini mengatur manusia untuk bertindak dan berbuat sesuai dengan posisi dan fungsinya. Ditambah dengan masing-masing manusia menempati kedudukan sesuai dengan keahliannya demi ketertiban alam maka akan tercipta harmonisme kehidupan masyarakat. Sehingga dalam dinasti Zhou Timur tatanan masyarakatnya menjadi harmonis dan teratur, karena kelima hubungan tersebut selalu dijaga bukan hanya dalam konteks keluarga itu diterapkan juga dalam konteks sosial. Oleh karena itu, masyarakat menempatkan diri pada posisi seharusnya dan bekerja dengan sungguh-sungguh, sehingga terciptalah masyarakat yang maju dalam bidang ekonomi maupun sosial politik.
Selain itu ajaran sosial lainnya adalah mengenai keluarga, Keluarga bagi Cina adalah pusat worldview. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat Cina. Menurut ajaran Konfusianisme, keluarga adalah miniatur dari negera, dan negara adalah keluarga yang besar.[4] Dalam Konfusius, orangtua dalam sistem keluarga Cina berkewajiban mengajari anggota keluarganya tentang mekanisme negara agar mereka bisa menerima ororitas negara. Kultur politik Cina menekankan interdependensi antara pemerintah dan keluarga. Keluarga berperan untuk mengurangi kekacauan dalam institusi - institusi publik, orangtua selalu menekankan keteraturan sosial dan kesejahteraan setiap anggota keluarga.
Hal lain yang dirumuskan oleh Konfusius adalah pembagian kerja, menurut Konfusius, pembagian pekerjaan di dalam masyarakat harus jelas, tidak boleh ada orang yang mempunyai pekerjaan atau jabatan rangkap. Orang mengerjakan satu pekerjaan saja sudah sulit, bagaimana bisa mengerjakan dua pekerjaan atau lebih dengan hasil baik. Pekerjaan masyarakat disesuaikan dengan sumber daya alam yang ada di daerahnya. Misalnya daerah yang cocok untuk pertanian penduduknya menjadi petani. Daerah yang cocok untuk peternakan, penduduknya berternak. Daerah yang memiliki sumber untuk membuat keramik penduduknya bekerja membuat keramik, dan seterusnya. Distribusi barang dan jasa yang diperlukan masyarakat harus lancar agar harga di produsen tidak terlalu mahal pada konsumen. Oleh karena itu terciptalah kegiatan ekonomi yang teratur, sehingga mengkondisikan sektor lainnya untuk teratur juga, seperti di bidang politik pemerintahan, dan lainnya.
Selanjutnya adalah tentang materialisme timur yang diajarkan oleh Konfusius. Materialisme ini tercermin dari ajaran Konfusius yang menyebutkan bahwa Orang yang mulia adalah orang yang kaya, sehingga semua orang ingin dan berusaha menjadi kaya. Ditambah lagi dengan ajaran Konfusius yang tidak terlalu memikirkan “hidup setelah mati” karena menghindari berbagai macam spekulasi (merujuk pada pernyataan Konfusius, belum tahu tentang hidupmu mengapa bertanya tentang kematian). Ajaran ini membuat masyarakat Zhou Timur menjadi sangat bekerja keras untuk menjadi kaya, dengan orientasi yang bersifaf duniawi. Semua orang berusaha bekerja sesuai dengan posisinya, walau nilai konfusius menciptakan suatu lapisan (yaitu lapisan masyarakat yang terdiri dari (Shen Shi) cendikiawan, yang jumlahnya hanya 5% dan (Xiao Ren) rakyat jelata, yang jumlahnya 95% yang hanya bisa direduksi / dinetralisir oleh konfusianisme, yang menyebutkan bahwa hanya ada dua pekerjaan, yaitu orang bekerja dengan otaknya dan orang yang bekerja dengan ototnya. Yang bekerja dengan otaknya yang seharusnya dilayani dan yang bekerja dengan ototnya yang melayani, itulah prinsip yang berlaku di kolong langit. Sehingga tingkat perekonomian rakyat sangat mumpuni, sehingga negara pun menjadi maju dan teratur karena pajak yang dibayar oleh rakyat lancar.
Humanisme praktis. Ajaran Konfusius mengenai humanisme adalah tentang konsep Rén (cinta kasih). Konsep Rén adalah konsep yang juga teramat penting dalam ajaran Konfusius, karena pada dasarnya Konfusius menghendaki bahwa Rén itu pada akhirnya menjadi cita-cita dari setiap orang.[5] Rén merupakan dasar dalam etika maupun teori politik Konfusian. Rén merupakan kebajikan dalam memenuhi kewajiban seseorang terhadap sesamanya dan sering diterjemahkan sebagai kebaikan atau kemanusiaan. Karena itu konsep Rén ini sebenarnya merupakan pangkal dari keseluruhan ajaran Konfusius yang menjadikan pendidikan moral individu sebagai awal untuk mendirikan keluarga yang baik, kemudian berlanjut kepada penegakan ketertiban negara dan akhirnya membangun tertib dunia. Konsep Rén ini diterapkan pada dinasti Zhou Timur, setiap tidakan politik, dan kenegaraan, serta kehidupan masyarakat didasari oleh Rén, sehingga seluruh keteraturan dan ketertiban didasari oleh kemanusiaan. Menurut Konfusius, dasar membangun negara adalah cinta kasih (Rén) dan menjunjung tinggi kebenaran (Yi), sebagai realisasi dari mengabdi kepada rakyat. Tujuan melayani masyarakat adalah menyediakan semua kebutuhan hidup masyarakat seluas-luasnya.
44.      Ketatanegaraan
Pada awal dinasti Zhou, seorang raja sangat berkuasa dan negaranya menikmati kedamaian dan kemakmuran. Tetapi pada masa Konfusius, Cina terbagi menjadi beberapa negara bagian untuk merebut kekuasaan. Di dalam satu negarapun selalu terjadi pertegkaran dan perselisihan antara penguasa dan kaum bangsawan sehingga kesejahteraan rakyat biasa sangat terabaikan.
Dalam ajaran Konfusius, sistem pemerintahan yang diterapkan adalah sistem paternalistik (kebapakan), dimana terjalin sikap saling menghormati dan menghargai antara pemerintahan dan rakyat. Pemimpin negara harus menciptakan kesempurnaan moral dengan cara memberi contoh yang benar pada rakyat. Konfusius mempersiapkan murid-muridnya untuk menjadi pegawai pemerintahan dengan prinsip moral yang tinggi untuk selalu berpihak pada rakyat. 
Konfusius pernah berkata, bila seorang penguasa benar-benar bersungguh-sungguh dalam menyajikan korban kepada leluhur mereka, mengapa mereka tidak harus berbuat yang sama juga dalam memperhatikan pemerintahan kemaharajaan. Bila para menteri memperlakukan menteri lain secara hormat, mengapa tidak untuk harus memperhatikan kepentingan rakyat jelata yang menjadi tulang puggung negara.
Ia mengharapkan agar murid-muridnya bersedia mengorbankan jiwanya demi prinsip-prinsip yang diajarkannya dalam membela sesuatu yang disebut Jalan (Tao). Jalan artinya jalan diatas segenap jalan lain yang seharusnya diikuti manusia. Tujuan yag hendak dicapai ialah kebahagiaan, dalam hidup ini, disini dan kini, untuk segenap umat manusia. Dalam berabad-abad para Konfunsianis tercatat sebagai kaum pemberontak atau dihukum mati karena menentang pemerintahan yag dianggap tidak sesuai dengan Jalan.
Salah seorang murid Konfusius, Zigong pernah bertanya tentang pemerintah; Konfusius menjawab: “Cukup makan, cukup perlindungan dan kepercayaan rakyat adalah hal yang terpentig dari pemerintahan”.
Konfusius pernah menjabat sebagai walikota di kota Zhongdu. Dalam waktu satu tahun, Zhongdu menjadi kota teladan tanpa kriminalitas. Dalam menangani kasus hukum, Konfusius bertujuan untuk mengakhirinya.
Ia juga mengatakan: “Jika orang hendak memimpin rakyat dengan menggunakan aturan-aturan, dan hendak mempertahankan ketertiban dengan menggunkan hukuman-hukuman, maka rakyat pasti hanya berusaha untuk menghindari hukuman tanpa mempunyai rasa wajib moral. Tetapi jika orang yang memimpin mereka dengan kebajikan dan mendasarkan diri pada li dalam mempertahankan ketertiban, maka rakyat akan mempunyai rasa wajib moral untuk memperbaiki diri sendiri”.
Setelah menjadi walikota Zhongdu, ia dipromosikan sebagai Menteri Kehakiman dan kemudian Perdana Menteri di negara Lu. Perekonomian negara Lu menjadi sangat maju dibawah pimpinannya. Konsep pemerintahan Konfusius adalah mempertahankan kejujuran, kerajinan, kemakmuran, pembagian ketenagakerjaan yang adil dan kasih pada sesama di suatu negara yang memiliki ribuan kereta perang.
Ia juga sukses dalam urusan diplomatik ketika dia meneman bangsawan negara Lu di konferensi perdamaian dengan negara Qi dan menegosiasikan pengembalian tiga kota yang diambil dari negara Lu. Dalam urusan diplomatik, Konfusius jarang melakukan kekerasan (perang).
Adipati Lu juga sangat sering berkonsultasi dengan Konfusius sehingga banyak pemikirannya yang terpakai. Dalam strategi perang, Konfusius juga cakap dalam memimpin. Ia sebagai pembuat konsep serangan ketika negara Lu ingin merobohkan tembok 3 negara yang dominan berkuasa pada saat itu. Ia lebih memikirkan strategi yang efektif dibandingkan dengan jumlah tentara dan kereta kuda yang banyak.
Tapi ada sebuah kelemahan dalam sistem politik yang diajarkan oleh Konfusius. Para penguasa memiliki kekuasaan penuh untuk memilih menteri-menteri mereka untuk mengendalikan pemerintahan. Dan trik dari penguasa dalam mengendalikan pemerintahan adalah merekrut murid-murid Konfusius yang cakap dan mengerti urusan pemerintahan, lalu mengendalikannya sehingga prinsip moral yang diajarkan Sang Guru menjadi kabur oleh kesenangan duniawi.
5.      Kesimpulan
Pandangan Konfusius tentang pemerintahan dan manusia merupakan elemen terpenting dalam ajarannya. Dia percaya bahwa tujuan pemerintahan yang sebenarnya adalah mensejahterakan rakyat. Cara terbaik dalam memerintah adalah dengan nilai moral dan contoh kehidupan yang baik dari pemimpinnya, bukan dengan cara negatif dari undang-undag dan penghukuman. Pemerintah yang baik adalah mereka yag memiliki bekal akan kualitas kemanusiaan dan pengetahuan yang mendalam.
Ajaran konfusius berpusat pada sekitar sopan santun, toleransi, iman, kerajinan, kebaikan, moderat, keberanian, kesetiaan dan bakti. Elemen-elemen tersebut dapat diperoleh melalui pendidikan dan pengembangan diri. Yang terpenting adalah pembelajaran.
Tanpa pendidikan, cinta akan kebaikan akan menjadi kebodohan; cinta akan keberanian dapat menjadi kecerobohan; tanpa pembelajaran, cinta akan kejujuran dapat mengarah menjadi mudah ditipu, cinta akan kebenaran mengarah pada kecerobohan; cinta akan kebijaksanaan dapat menjurus kepada generlisasi yang dangkal, dan cinta akan kesetiaan dapat menyebabkan seseorang menyakiti orang lain.
Konfusius yakin bahwa kualitas moral yan sejati lebih penting dibandingkan dengan penampilan lua seseorang. Tetapi kebajikan batiniah harus dibuktikan dengan tingkah laku yag baik. Dia juga percaya bahwa kesopanan yang membentuk manusia. Kesopanan, baik didepan umum atau tidak, mempunyai pengaruhtidak langsung pada karakter seseorang yang akan mendorongnya menuju kebaikan dan mencegahnya melakukan kesalahan.
Penekanannya akan pentingnya pendidikan, pengajarannya tentang prinsip oral, penghormatannya kepada para cendekiawan dan profesi guru, keyakinannya pada peran keluarga, dan pentingnya pelayanan masyarakat, memberi pengaruh yang sangat besar selama berabad-abad.

Daftar Pustaka
Buku
Bauer, Susan Wise. (2010). Sejarah Dunia Kuno-Dari Cerita-Cerita Tertua Sampai Jatuhnya Roma, Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Creel, H. G. (1989). Alam Pikiran Cina sejak Confusius sampai Mao Zedong, Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya (anggota IKAPI).
Lu, Hou Wai. (1959). A Short History of Chinese Philosophy, Peking: Foreign Languanges Press.
Tang, Michael C. (2000). Kisah-Kisah Kebijaksanaan China Klasik-Refleksi bagi Para Pemimpin, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, anggota IKAPI.
Weber, Max. (1968) The Religion of China, United States of America: The MacMillan Company.
Yulan, Fung. (1948) A Short History of Chine Philosophy, USA: MacMillan.
Internet         
http://bodhiisvarasuyami.blogspot.com/2012/04/hubungan-antara-konfusianisme-dan.html
http://wihara.com/forum/kong-hu-cu821-ajaran-konfusius.html
http://rujakcingurpedas.blogspot.com/2012/04/konstribusi-ajaran-konfusius-pada.html



[1] H. G. Creel, Confusius: The Man and The Myth, (London: Routledge &kegan Paul Ltd, 1951), hal. 15.
[2]  Bandingkan dengan eropa pada masa itu. Walaupun begitu, kesetaraan pendidikan bagi Konfusius terbatas pada laki – laki saja.
[3] Budiono Kusumohamidjojo, Konfusianisme dan Zaman Kita, (Jakarta, 2009), hal. 8. Yang merujuk pada: Ross, Journey to the West, Volume II, [Foreign Languages Press, Beijing, 1993, 1007, p.711].
[4] Max Weber, The Religion of China, (United States of America: The MacMillan Company, 1968), hal. 34-35
[5] Fung Yulan, A Short History of Chine Philosophy, (USA: MacMillan, 1948), hal. 69.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar