Page

Total Tayangan Halaman

Minggu, 26 Mei 2013

Paradigma Pendidikan Skolastik


Paradigma Pendidikan Skolastik
Oleh :
A.A.Bagus Pratama Putra, 0906631774
Adam Azano Satrio, 0906522861

Pendahuluan
Dari seluruh aliran filsafat pendidikan berujung pada kelahiran ragam paradigma. Setiap paradigma akan menujukan karakter yang sesuai dengan karakter aliran - aliran yang dianutnya. Paradigma - paradigma pendidikan yang berkembang selama ini bisa dikategorikan dalam tiga kelompok  besar, yaitu paradigma pendidikan konservatif, liberal, dan kritis. Kesemuanya itu memiliki akar filosofis  yang berbeda-beda. Pada kali ini kami memfokuskan untuk membahas pada paradigm pendidikan skolastik dan perkembangannya, yang diakhiri dengan memberikan model pendidikan skolastik yang ada di Indonesia, yaitu pesantren dan seminari.
Perihal paradigma pendidikan skolastik
Akhir abad 12 hingga awal abad 13 berkembang dan berdirinya universitas - universitas pertama di Eropa seperti Bologna di Italia untuk studi hukum, Montpellier, Oxford, Paris studi Teologi, Salerno (Italy), studi kedokteran. Bersamaan dengan itu munculnya ordo-ordo Fransiskan dan Dominikan. Sejak itu, naskah filsafat Yunani yang semula hanya ada dalam bahasa Yunani yang diwarisakann melalui tradisi Byzantium, Eropa Timur dan terjemahan dalam bahasa Arab, diterjemahkan kedalam bahasa Latin. Maka mulai berkembanglah filsafat Yunani di Eropa Barat sebagai modal hadirnya pendidikan berparadigma skolastik.
Hampir semua karya Aristoteles terutama buku-buku komentar karangan Ibnu Sina dan Ibnu Rushd diterjemahkan kedalam bahasa Latin, dipelajari, dikritik dan diteliti dengan cermat oleh Thomas Aquinas (1225-1274).[1] Naskah tersebut telah menjadi bacaan menarik bagi pembaca berbahasa Latin. Sebelumnya hingga abad 12, hanya sedikit sekali karya filsuf Yunani, termasuk karya Aristoteles yang diterjemahkan menjadi bahasa Latin. Perkembangan ajaran Aristoteles tersebut, yang aksesnya terbatas pada akademisi gereja, menyebabkan kuatnya kekuasaan gereja dan menemukan argumen untuk membela agama secara filosofis.
Paradigma pendidikan konservatif yang berkembang menjadi paradigma skolastik di barat tersebut bersifat perenialis sekaligus esensialis.  Ketika peradaban barat didominasi oleh otoritas gereja, pada saat itu manusia tidak memiliki kuasa untuk merubah segala macam  tatanan sosial yang ada. Otoritas sepenuhnya menjadi milik gerja, sehingga para  pendeta seolah mewakili kehendak dan perwujudan Tuhan di dunia. Bahkan bisa dikatakan melewati batas sehingga sangat fatal.
Paradigma skolastik yang bernuansa fatalistik telah menempatkan objek manusia sebagai objek pasif. Kehadiran manusia di dunia sebenarnya hanya sekedar menjalankan sabda Tuhan yang telah termaktub dalam suratan takdir. Inilah karakter perenialistik sehingga dia hanya menjadi pelaksana pasif dari ketentuan - ketentuan Tuhan yang diyakininya benar. Manusia hanya menjalankan Sabda Tuhan itu tanpa banyak melakukan banyak protes, kritik atau harus mengingkarinya.
Dengan membaca karakter paradigma pendidikan skolastik klasik, amat kentara di dalamnya yang bernuansa perenialistis dan esensialis. Akibatnya pendidikan skolastik hanya sebatas perwujudan manusia dalam menjalani hidupnya. Manusia cenderung berfikiran naif atau bahkan magis karena keyakinan untuk mempertahankan norma-norma yang telah mapan sangat kuat. Bahkan pendidikan skolastik yang berorientasi keakhiratan itu telah menenggelamkan eksistensi manusia sebagai pelaku aktif  kehidupannya.[2]
Seiring perkembangan jaman tuntutan untuk mengembangkan model pendidikan yang mengedepankan hal spiritualitas saja dianggap tidak mencukupi, masih dibutuhkannya ilmu pengetahuan yang sifatnya saintifik dan praktikal untuk menjalani kehidupan sebagai manusia. Hal tersebut menyebabkan perkembangan pendidikan skolastik berubah menjadi lebih moderen dengan memasukan ilmu – ilmu non - agama ke dalam kurikulum pendidikannya. Untuk menjabarkan hal tersebut kami akan menjelaskan dua model pendidikan berparadigma skolastik yaitu pesantren dan seminari.
Sistem pendidikan pesantren
Pesantren adalah sebuah tempat pendidikan tradisional yang berbasiskan agama Islam, dimana para murid (yang biasa disebut santri) mendapat pendidikan di bawah bimbingan guru yang biasa di sebut sebagai kiai. Selama masa belajar para murid akan di tempatkan pada sebuah asrama. Karena berbasiskan agama maka area dalam pesantren dilengkapi dengan berbagai macam keperluan beribadah mereka. Dalam perkembangannya, saat ini sistem pendidikan pesantren terbagi dua, sistem pendidikan tradisional dan sistem pendidikan moderen.
Dalam sistem pendidikan tradisional, lembaga pesantren tetap mempertahankan pengajaran kitab Islam klasik sebagai inti pendidikan.[3] Praktek pendidikan dalam sistem ini masih kuat dalam pendalaman terhadap pemikiran ulama, hadist, tafsir, tauhid, dan tasawuf. Dalam sistem ini terdapat beberapa jenis pola pendidikan yang diterapkan, yaitu Sorogan, Bandongan, mentoring, dan hafalan. Sorogan merupakan sistem tradisional di mana pengajaran akan diberikan kepada santri yang sudah mampu membaca Al – Qur’an. Kitab-kitab yang diberikan kepada para santri dibagi berdasarkan kemampuan santri tersebut, dan santri akan diberikan pendidikan bahasa Arab agar dapat membaca teks tersebut. Bandongan adalah suatu proses pembelajaran dimana santri akan mendengarkan seorang kiai yang akan membacakan buku-buku Islam klasik. Disini kiai tersebut yang akan menjelaskan dan santri hanya akan mendengarkan serta mencatat untuk melengkapi keperluan mereka. Mentoring adalah kegiatan semacam kelas tambahan yang diberikan secara sukarela oleh santri (biasanya yang lebih senior) kepada santri (biasanya santri junior) untuk mengulang kembali pelajaran yang telah diberikan kiai mereka. Hafalan adalah salah satu metode yang sering diterapkan santri dalam menerima pelajaran yang diberikan kiai, ataupun kegiatan menghafal surat-surat Al-qur’an.
“Tujuan pendidikan tidak semata-mata memperkaya fikiran murid dengan penjelasan-penjelasan, tetapi untuk meninggikan moral, melatih dan mempertinggi semangat, menghargai nilai-nilai spiritual dan kemanusiaan, mengajarkan sikap dan tingkah laku yang jujur dan bermoral, dan menyiapkan para murid untuk hidup sederhana dan bersih hati. Setiap murid diajar agar menerima etika agama di atas etik-etik lain. Tujuan pendidikan pesantren bukanlah untuk mengejar kepentingan, kekuasaan, uang, dan keagungan duniawi, tetapi ditanamkan kepada mereka bahwa belajar adalah semata-mata kewajiban dan pengabdian kepada Tuhan.”(Dhofir, 1994:21).
Hasil penelitian Dhofir (1994:21) tersebut, memberikan gambaran bahwa tujuan pendidikan dalam sistem tradisional akan sangat berpusat kepada permasalahan kepribadian para santri agar menjadi sesuai dengan ajaran agama Islam. Pada dasarnya pesantren juga merupakan tempat pembinaan individu, dimana pengajaran akan berdasarkan pada pembinaan akhlak individu yang diberikan melalui praktek keagamaan dan kegiatan edukatif beragama lainnya. Pada pesantren-pesantren tradisional tujuan ini tidak dituangkan secara eksplisit tertulis, tetapi secara implisit terekspresikan dari bahan pelajaran yang diberikan, proses dan cara pengajaran, dan norma-norma yang berlaku dalam interaksi pendidikan yang dikembangkan dalam pesantren tersebut.[4]
Sistem Tradisional memang sangat menekankan pada pembinaan individu yang berdasarkan pada ajaran Agama dan tidak terlalu mementingkan pendidikan umum. Sistem pendidikan tradisional ini mengisolasikan diri terhadap perkembangan pendidikan, tidak hanya pendidikan umum tetapi juga pendidikan mengenai agama Islam. Pendidikan dalam sistem ini sangat berpusat kepada kiai, sehingga memiliki banyak kiai dalam sebuah pesantren memberikan nilai lebih bagi pesantren tersebut.
Pesantren yang memiliki sistem pendidikan moderen, kemajuan pesantren tidak dinilai berdasarkan jumlah kiai melainkan pada jumlah santri yang masuk dan keluar serta kemajuan pendidikan dari para santri. Pesantren dengan sistem pendidikan moderen ini memang lebih mirip kepada madrasah. Kurikulum pendidikan yang diberikan tidak hanya pendidikan mengenai agama dan moral beragam saja tetapi juga pendidikan umum seperti sekolah biasa lainnya, sehingga beberapa institusi pesantren juga menyediakan pendidikan umum seperti SMP, SMU, bahkan perguruan tinggi. Pelajaran tentang kitab-kitab klasik Islam tetap menjadi prioritas utama dalam pesantren ini.


Daftar pusaka :
Skripsi :
Narisan. Sistem Pendidikan Pesantren Menurut Nurcholis Madjid.2008. Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga. Yogyakarta
Jurnal :
Rizal, Ahmad S. Tranformasi Corak Edukasi dalam Sistem Pendidikan Pesantren, Dari Pola Tradisi ke Pola Moderen.2011.Jurnal Pendidikan Agama Islam Ta’lim Vol.9 No.2.
Buku :
Wahyoetomo. Perguruan Tinggi Pesantren : Pendidikan Alternatif Masa Depan.1997. Gema Insani Press.Jakarta.
Internet :
McInerny, Ralph., O'Callaghan, John. Saint Thomas Aquinas. 2010. The Stanford Encyclopedia of Philosophy. Winter 2010 Edition, Edward N. Zalta (ed.), di halaman web <http://plato.stanford.edu/archives/win2010/entries/aquinas/> diakses pada tanggal 24 Mei 2013, Pukul 19.00 WIB.
Artikel :
Zuhdi, Mohammad. Ideologi Pendidikan Kontemporer. 2010. Kementrian Agama BDK RI. Publikasi 7 Meil 2010. di halaman web <http://bdksurabaya.kemenag.go.id/file/dokumen/ ideologiPendidikanKontemporer.pdf> diakses pada tanggal 24 Mei 2013, Pukul 19.20 WIB.


[1] Lihat Ralph McInerny dan John O'Callaghan, Saint Thomas Aquinas. Di halaman web  http://plato.stanford.edu/archives/win2010/entries/aquinas/

[2]  Lihat artikel  milik Drs. H. Mohammad Zuhdi, M. Ag,  Ideologi Pendidikan Kontemporer, di halaman web http://bdksurabaya.kemenag.go.id/file/dokumen/IdeologiPendidikanKontemporer.pdf
[3]  Lihat Wahyoetomo, Perguruan Tinggi Pesantren : Pendidikan Alternatif Masa Depan,(Jakarta, : Gema Insani Press, 1997), hal 83.
[4]  Lihat Rizal, Ahmad S. Tranformasi Corak Edukasi dalam Sistem Pendidikan Pesantren, Dari Pola Tradisi ke Pola Moderen.2011
Jurnal Pendidikan Agama Islam Ta’lim Vol.9 No.2.

1 komentar:

  1. Artikel mas Adam di atas aku temukan dengan kata kunci searching digoogle "pendidikan scholastik adalah", bahasan yang sangat menarik untuk dibaca & untuk diketahui, and lebih mantap lagi bila "Sistem pendidikan Seminari" juga Anda paparkan...

    BalasHapus