Page

Total Tayangan Halaman

Senin, 11 Maret 2013

Paper Seminar Etika


Paper Seminar Etika
Bab I
            Etika sebagai cabang filsafat yang membahas tentang baik dan buruk suatu perbuatan, selama ini selalu menjadi bahan perbincangan yang tak akan pernah habisnya. Ajaran filsafat baratpun selalu mencoba untuk membongkar apakah sebenarnya perbuatan baik bagi manusia? Dalam pembahasan etika, pada umumnya selalu membuat dua kutub dalam baik buruknya perbuatan manusia, yaitu deontology dan di kutub lainnya adalah consequentialism. Kedua teori ini menekankan dua hal berbeda tentang perbuatan baik. Jika dalam deontology yang menjadi landasan utama adalah pelaksanaan unsur kewajiban, maka pada consequentialism yang menjadi landasan utama adalah unsur hasil dari suatu perbuatan. Baik deontology dan consequentialism  keduanya memiliki kelemahan yang selama ini kita ketahui.
            Deontology yang menekankan aspek kewajiban, bisa mengijinkan seseorang untuk tetap melaksanakan kewajibannya yang mengijinkan adanya ketidakpedulian terhadap hasil perbuatannya, dan ketika suatu kewajiban tidak dilakukan hal tersebut merupakan hal yang buruk, walau hasilnya menguntungkan diri sendiri dan banyak orang. Kita bisa memberikan contoh hipotetis dengan seorang tentara yang diberikan perintah untuk menekan tombol misil berhulu ledak nuklir untuk ditembakan kesuatu daerah untuk memulai perang dunia. Diasumsikan tentara itu mengetahui dampak dari perbuatannya itu, tetapi dengan menggunakan landasan etika deontology, perbuatan yang dilakukannya dapat dikatakan baik. Ada kesalahan  berbahaya dalam teori ini, penulis pada permasalahan ini tidak akan menyatakan bahwa tentara itu salah dengan melaksanakan kewajibannya, tetapi penulis bertanya, apa yang menjadi pembenaran alasan orang – orang yang berada di daerah yang menjadi tujuan misil tersebut harus menerima resiko yaitu kehilangan nyawa, kecacatan, dan lain sebagainya, dari efek kewajiban tentara tersebut? Ketidakpedulian akan konsekuensi dari perbuatan itu menurut penulis sah dan baik, jika resiko tersebut hanya berdampak bagi orang yang melaksanakan kewajiban tersebut tanpa membawa orang lain yang menjadi efeknya.
Selanjutnya ada etika altruism, yang menekankan kewajiban dan juga pengorbanan sang agen moral untuk keuntungan objek etiknya. Dalam etika altruism dikatakan bahwa manusia sebagai agen moral, dikatakan berbuat baik, jika dampak yang dilakukanya baik terhadap orang lain dan dalam menyejahterakan orang lain tersebut, sang agen moral tidak perlu memperdulikan self interestnya sendiri. Dalam etika ini, manusia adalah murni ingin melakukan kebaikannya agar berguna terhadap semuanya, walaupun pada akhirnya pengorbanan terhadap self - interest diri sendiri, hingga pada pilihan akhir memberikan nyawanya. Namun apakah dalam keterbatasan sebagai manusia, dimungkinkan efek yang yang maksimal bagi manusia lainnya?
            Setelah kita membahas secara sepintas tentang etika deontology, yang dianggap dilematis, bukan pasti mengatakan bahwa consequentialism pastilah terbaik. Dalam consequetialism juga terdapat kelemahan, dengan menekankan pada hasil suatu perbuatan, diijinkannya untuk menggunakan semua metode menjadi sah untuk mendapatkan keuntungan yang terbaik bagi diri sendiri, dan meminimalisir dari kemungkinan kerugian. Consequentialism pada akhirnya bercabang menjadi dua aliran besar yaitu etika utilitarian dengan etika egoism.
            Etika utilitarian menekankan bahwa keuntungan yang terbaik adalah keuntungan yang mampu dirasakan untuk semaksimal orang yang merasakan efek perbuatan tersebut, secara etik memang teori ini mengijinkan bahwa keuntungan haruslah bersifat etik yang tak hanya dirasakan bagi diri sendiri, tetapi juga banyak orang yang merasakan hal tersebut. Hal itu pulalah berarti mengatakan bahwa suatu perbuatan buruk adalah jika perbuatan tersebut merugikan banyak orang. Kelemahan teori ini adalah masih diijinkannya seseorang untuk dikorbankan untuk keuntungan orang banyak, kita dapat membuat contoh kasus seperti ini, jika ada lima orang dalam kelompok disebuah kapal yang bocor, karena terkena badai, dan satu satunya cara agar kapal itu tidak tenggelam adalah dengan cara mengorbankan salah satu orang dalam kapal tersebut, maka kelompok tersebut tetap melakukan hal yang baik dengan mengorbankan salah satu orang tersebut. Teori ini merupakan teori yang mengerikan, karena menunjukan bahwa individu dalam kelompok dianggap tidak ada, setiap individu hanyalah suatu bagian kecil yang bersifat atribut dari suatu kelompok yang sewaktu - waktu masih bisa dikorbankan untuk kepentingan mayoritas dengan rejimnya.
            Selanjutnya etika egoism, dimana hal yang baik bagi tiap orang adalah perbuatan yang menguntungkan self interest bagi dirinya, dan mampu meminimalisir segala hal yang mampu merugikan self interestnya, sedangkan perbuatan buruk adalah perbuatan yang merugikan self interest bagi dirinya. Dalam teori ini tidak adanya hal yang dinamakan altruism kerena setiap perbuatan pasti ada tujuan bagi seseorang, selain itu teori etika ini juga memiliki kelemahan yaitu, masih diijinkannya suatu penindasan dari satu individu kepada yang lainnya untuk mendapatkan self interest bagi individunya sendiri, selain itu kita bisa meninggalkan kewajiban kita untuk mendapatkan self interest milik kita. Seperti contoh hipotetis ini, seorang polisi terpaksa berbohong bahwa tidak ada narkoba yang ditemukan dalam mobil seorang tersangka bandar narkoba, karena jika dibocorkan maka keluarga dan diri polisi tersebut akan dibunuh, dan jika bekerja sama polisi tersebut juga akan mendapat keuntungan bagi hasil dari narkoba itu dan diasumsikan tidak mungkin akan ada kemungkinan ketahuan bagi sang polisi dan juga sang bandar dikemudian hari. Dalam kasus ini terlihat jelas bahwa kebohongan yang dilakukan oleh polisi tersebut adalah benar, mengingat dirinya bisa memaksimalisasi self interestnya, selain terhindar dari kerugian, dimana keluarga dan dirinya dapat dibunuh, dirinya juga dapat keuntungan bagi hasil narkoba itu.
            Hal yang penulis ingin tunjukan dari garis besar teori - teori etika diatas adalah, semua teori etika ini bersifat baik bagi satu pihak saja. teori etika ini tidak menunjukan bagaimana orang lain harus berbuat etik kepada kita dan teori etika tersebut banyak yang menunjukan bahwa individu bebas, berfikir, dan memiliki kehendak bebas tidak ada. Dalam deontology bisa diketahui, walaupun seseorang itu dianggap individu yang otentik dalam menjalankan kewajibannya, individu tersebut tak ada bedanya dengan robot yang hanya memikirkan kewajiban mengerjakan tugasnya tanpa memperdulikan motif dan konsekuensi yang dilakukannya, dalam utilitarianisme, individu tidak ada, karena sesuatu yang baik hanya dapat diketahui dari mayoritas dan berarti tidak mungkin ada kebaikan bagi dirinya sendiri, sedangkan dalam etika egoism, individu merupakan hal yang otentik, ada dan bukan bersifat seperti robot karena individu tersebut memiliki self interest, namun self interest ini mengijinkan orang lain menjadi objek yang ditindas.
            Permasalahan – permasalahan hal diatas yang seringkali  lupa untuk dipikirkan adalah tentang kepraktisan suatu teori etik sebagai landasan suatu perbuatan. Teori etika bagaimanakah yang memungkinan seseorang benar - benar bisa melakukan aktualisasi perbuatannya secara real, berlaku universal, dan tidak menghasilkan kontradiksi dalam perbuatan etiknya sebagai manusia, yang memiliki keterbatasan dari berbagai sisi.
            Melalui Thought experiment pada bab selanjutnyalah, penulis akan memberikan alasan kenapa pada akhirnya akan memfokuskan diri pada etika egoism. Yang pada akhirnya penulis ingin membongkar, apakah mungkin etika egoism yang tetap menganggap manusia itu otentik, individual dan tetap mampu memenuhi self interestnya dengan tetap tidak diijinkannya perbuatan menindas yang lain dan mampu membuat tak hanya diri sendiri yang memiliki kewajiban untuk tidak menindas orang lain, tetapi juga orang lain memiliki kewajiban untuk tidak menindas kita dan tetap orang tersebut mampu mendapatkan self interest dirinya, dan yang paling utama mampu diaktualisasi dalam kasus real tanpa menghasilkan suatu dilemma moral.
            Untuk menjawab hal tersebut penulis harus merumuskan masalah dengan pertanyaan sebagai berikut; Bagaimana pembuktian bahwa teori etika egoismlah yang mampu dilakukan manusia secara real dengan keterbatasannya? Bagaimana bisa dirumuskan etika egoism yang masih memiliki nilai keadilan didalamnya?
Bab II
Dengan menggunakan asumsi bahwa manusia adalah being yang tidak memiliki kebebasan sempurna, serta rasionalitas untuk melakukan melawan keterbatasannya, selain itu manusia dengan rasionalitasnya mengetahui alasan dan kemampuannya untuk melakukan pengorbanan dan alasan perbuatannya bukan bersifat instingtif, serta asumsi bahwa manusia dengan memiliki keinginan dan pilihan eksistensial sebagai bentuk perlawanan terhadap hal yang essensial di dalam dirinya, yang menunjukan bahwa manusia tiap manusia unik dengan tiap cirri khas individualisnya, maka kita akan membahas hukum etik apa yang bisa diterapkan oleh manusia secara aktual?
Etika Altruisme
Dalam etika altruism dikatakan bahwa manusia sebagai agen moral, dikatakan berbuat baik, jika dampak yang dilakukanya baik terhadap orang lain dan dalam menyejahterakan orang lain tersebut, sang agen moral tidak perlu memperdulikan memperdulikan self interestnya sendiri. Dalam etika ini, manusia adalah murni ingin melakukan kebaikannya agar berguna terhadap semuanya, walaupun pada akhirnya pengorbanan terhadap self - interest diri sendiri, hingga pada pilihan akhir memberikan nyawanya. Apa yang menjadi persoalan dalam etika ini? Sebagai manusia telah kita ketahui bahwa kewajiban moral itu dimungkinkan, namun jika kita melakukan hal tersebut maka melalui identitas manusia diatas, sang agen moral tak lagi bisa dikatakan manusia. Karena pengorbanan tersebut harus tidak memikirkan self interest sang agen moral, maka term yang mendekati untuk mengganti term tersebut adalah benda mati. Benda mati adalah being yang mampu melakukan sesuatu hal tanpa harus adanya self interest dari dalam dirinya, selama terpenuhinya syarat – syarat dari hukum alam untuk melakukan kewajibannya maka benda mati itu akan melakukan kewajibannya. Selain itu, jika konsep etika alturis memfokuskan kepada kemampuan untuk membahagiakan semuanya, maka akan mudah untuk menemukan keanehan dalam bertindak, jika pada suatu ketika agen moral itu harus mengorbankan dirinya untuk memenuhi keinginan dari dua objek etik yang meminta hal yang sama pada tempat dan waktu yang sama dirinya dan kemampuan dirinya membatasi dirinya untuk memberikan keuntungan kepada satu objek saja, maka secara teoritis ketika agen moral hanya melakukan hal yang yang menguntungkan pada satu objek saja, maka agen moral telah mengorbanan terhadap objek etik yang lain, dan yang berarti mengingkari bahwa dirinya adalah seorang alturis. Kita dapat menggunakan contoh kasus seperti ini, yaitu dalam gurun pasir dan tidak ada sumber mata air, ketika seorang manusia (A) yang sedang kehausan memiliki air hanya sebanyak 1 liter dan tidak dimungkinkan untuk mendapatkannya lagi, menemukan dua orang lainnya ((B) dan (C)) yang masing - masing membutuhkan pertolongannya untuk mendapatkan air agar bertahan hidup, yang dimana masing - masing orang yang membutuhkan air ((A), (B), dan (C)) tersebut membutuhkan tepat 1 liter untuk kelangsungan hidupnya, maka apa yang dapat dilakukan sang manusia (A) secara aktual?
Kemungkinan yang dilakukan (A), mampu dibagi sebagai berikut:
1.      (A) Tidak meminum air tersebut dan memberikan air tersebut kepada salah satu dari (B) atau (C), yang berkonsekunsi (A) dan salah satu dari (B) atau (C) akan mati.
2.      (A) tidak meminum air tersebut dan membagi sama rata air tersebut kepada (B) dan (C), yang berkonsekunsi (A), (B), dan (C) akan mati
3.      (A) tidak meminum air tersebut dan tidak pula memberikan air tersebut kepada (B) dan (C), yang berkonsekunsi (A), (B), dan (C) akan mati
4.      (A) meminum air tersebut dan tidak memberikan air tersebut kepada (B) dan (C), yang berkonsekunsi (B), dan (C) akan mati
5.      (A), (B), dan (C) meminum sama rata air tersebut, yang berkonsekunsi (A), (B), dan (C) akan mati.
Jika kita berfokus dari pengorbanan diri sendiri dalam altruisme, dimana pengorbanan self interest tidak harus dipenuhi, maka perbuatan altruis akan mengijinkan perbuatan nomor 1, 2, 3, dan 5. Jika kita lanjutkan kembali dengan memfokuskan tentang efek perbuatan altruisme dimana objek etik dalam perbuatan ini harus menguntungkan sang objek etik saja, maka yang dapat diijinkan hanya perbuatan nomor 1 saja, namun ketika kita memfokuskan pada doktrin unik altruism dimana harus menguntungkan semua orang dan tidak boleh mengorban self interest orang lain, maka dalam kasus ini tidak ada kemungkinan yang bisa dilakukan oleh (A) untuk melakukan suatu perbuatan kepada (B) ataupun (C) tanpa mengorbankan salah satu self interest dari (B) ataupun (C).
Konsekuensi - konsekuensi kemungkinan diatas menunjukan bahwa tidak mungkin manusia sebagai agen moral mampu berbuat altruism dalam kehidupan manusia secara universal, andaipun mereka dapat melakukan altruisme hal tersebut hanya dimungkinkan jika hanya ada satu objek etik di dunia yang aktual ini, dan jika ada dua objek etik yang menginginkan perbuatan baik yang sama secara kuantitatif dan kualitatif, maka tidak dimungkinkan sang agen moral untuk memenuhi kebutuhan keduanya sekaligus, pasti ada self interest dari salah satu objek etik yang dikorbankan dan berarti yang berkonsekuensi tidak mungkin adanya altruisme. Hal diatas menunjukan bahwa tidak mungkin manusia sebagai being secara aktual dapat berbuat baik terhadap semua objek etiknya pasti ada salah satu yang dikorbankan, jikalau ada being sebagai agen moral yang mampu melakukan suatu perbuatan yang dapat memenuhi semua self interest dari objeknya secara penuh, maka being tersebut haruslah bersifat mampu mengatasi keterbatasannya hingga taraf paling ekstrim tidak terikat dengan adanya ruang dan waktu, dimana keterikatan ruang dan waktu adalah aktualitas keterbatasan yang tertinggi, maka being yang mampu melakukan hal tersebut hanyalah Tuhan.
Disini altruisme sebagai teori etik tidak bisa digunakan sebagai landasan nilai etik yang berfungsi secara aktual dan dari kasus diatas ditunjukan bahwa manusia tidak dimungkinkan sebagai agen moral karena bersifat keterbatasannya, baik itu keterbatasan kemampuan, ruang, waktu, dan lain sebagainya.
Etika Deontologi
            Deontologi adalah teori etika yang memfokuskan pada berhasil dilakukan atau tidaknya suatu kewajiban dengan maksim – maksim tertentu sebagai penentu bahwa perbuatannya tersebut bernilai baik. Dalam etika ini individu merupakan hal yang penting, karena dianggap tiap individu adalah agen moralnya sendiri, dan kewajiban yang harus dilakukan adalah kewajiban bernilai individu. Permasalahan utama disini adalah kewajiban itu bersikap keras tidak boleh dilanggar walau itu berakibat buruk diakhirnya.
            Kita dapat menggunakan contoh seperti berikut:
            Seorang ayah (A) dijalan melihat anaknya (B) yang meminta dirinya dilindungi dari pembunuh (C) dengan dengan cara disembunyikan dirumah mereka, setelah disembunyikan, ayah (A) tersebut bertemu pembunuh (C) yang menanyakan, dimanakah anaknya (B) itu? Diasumsikan hanya ayah (A) itu yang mengetahui letak anaknya itu (B), dan jika pembunuh (C) itu tidak mengetahui letak anaknya (B) tersebut maka tidak mungkin bagi pembunuh (C) itu mampu membunuh anak (B) itu. Apa saja kemungkinan yang bisa diperbuat ayah (A) tersebut secara aktual?
Kemungkinan yang dilakukan (A), mampu dibagi sebagai berikut:
1.      (A) memberitahu kepada (B) bahwa dirinya menyembunyikan (C) dirumahnya, yang berkonsekunsi (A) berkata jujur terhadap (B), (B) pada akhirnya membunuh (C).
2.      (A) tidak memberitahu kepada (B) bahwa dirinya menyembunyikan (C) dirumahnya, yang berkonsekunsi (A) berbohong terhadap (B), (B) pada akhirnya tidak membunuh (C).
Diasumsikan bahwa melalui maksim Immanuel Kant, bahwa sebagai manusia perbuatan bohong itu buruk secara etik, dan sebagai orangtua membiarkan anaknya untuk terbunuh juga buruk secara etik. Maka sebagai manusia diwajibkan untuk berbuat jujur dan sebagai orang tua tidak boleh menyakiti anaknya itu, maka jika pilihan 1 dipilih berarti dirinya hanya menjalankan  kewajibannya sebagai manusia saja dan tidak menjalankan kewajibannya sebagai orang tua, dan jika hanya menjalankan pilihan 2 maka dirinya hanya menjelankan kewajibannya sebagai orang tua, dan tidak menjalankan kewajibannya sebagai manusia, dikarenakan tidak mungkin seseorang bisa dikatakan baik sekaligus baik, maka apapun yang dilakukan (A) dalam kasus ini tetap akan bernilai buruk apapun yang dilakukannya dalam rumusan deontology, karena tetap ada kewajiban yang tidak dilakukan.
Masih bisa diandaikan tidak akan ada kasus dilematis ini jika (A) hanya memiliki kewajiban pada 1 hal saja, ataupun (A) hanya memilih satu bentuk kewajiban saja, namun ketika (A) hanya memilih satu pilihan saja bisa diartikan bahwa pilihan tersebut mengandung self interest karena hal tersebut menunjukan bahwa (A) menggunakan salah satu dari (B) ataupun (C) sebagai alat memenuhi kewajiban.
Penulis ingin menunjukan bahwa kasus dalam dilemma etik ini terjadi karena identitas manusia sebagai individu memiliki relasi dengan sesuatu yang berada diluar dirinya. Dalam kasus ini (A) tidak hanya memiliki kewajiban perbuatan sebagai manusia tetapi juga memiliki kewajiban sebagai seorang orang tua. Deontology hanya bisa dimungkinkan terjadi, jika manusia secara aktual hanya memiliki satu kewajiban secara essensial saja, namun dalam kehidupan nyata, manusia tidak hanya memiliki satu identitas secara essensial saja. Being yang bisa melakukan perbuatan tersebut hanyalah benda mati, karena benda mati hanya memiliki satu bentuk kewajiban yang telah berbentuk essensial.
Etika Utilitarianisme
            Utilitarianisme menunjukan bahwa perbuatan baik adalah perbuatan yang hasilnya bisa menguntungkan kebahagian banyak orang. Walaupun jika hasil dari suatu perbuatan tersebut mampu menguntungkan diri sendiri, tapi jika secara kuantitatif hasil perbuatan tersebut tidak berdampak kepada kerugian banyak orang maka itu bukan perbuatan baik. Hal tersebut mengijinkan bahwa metode apapun selama berhasil menguntungkan banyak orang secara kuantitatif adalah baik, dan dalam metode ini pengorbanan individu atau kelompok kecil untuk kelompok besar itu adalah yang baik. Permasalahan di dalam etika ini terlihat bahwa tidak ada nilai individu sebagai manusia, yang diaktualisasikan sebagai self interest dalam etika ini, andaipun ada individu hanya bisa dikatakan individu tersebut pastilah berada dalam salah satu dari dua posisi yaitu posisi diuntungkan dalam mayoritas, karena jika dalam posisi dirugikan maka dirinya tidak bisa menunjukan bahwa dirinya memiliki aktualisasi self interest, yang berarti dirinya pada saat posisi tersebut adalah bukan manusia, hanya sebagai sebuah benda mati.
Kita dapat menggunakan contoh seperti berikut:
Tiga orang terdampar disuatu pulau yang tidak memiliki bahan makanan, melalui radio diketahui tim penyelamat baru bisa menyelamatkan mereka 1 minggu kemudian. Untuk bertahan hidup satu minggu tersebut tidak ada pilihan selain memakan salah satu dari ketiga orang tersebut. Kemungkinan apa yang secara aktual mereka bisa lakukan?
1.      Salah satu orang dikorbankan untuk dimakan, demi kelangsungan hidup kedua orang yang lainnya agar bisa diselamatkan tim penyelamat.
2.      Tidak ada orang yang dikorbankan untuk dimakan, yang berkonsekuensi tidak ada seorangpun yang akan hidup ketika tim penyelamat datang.
Dalam utilitarianisme sudah jelas bahwa pilihan 2 adalah bukan pilihan baik, karena secara kuantitatif perbuatan tersebut merugikan semuanya dimana tidak ada orang yang mampu diselamatkan sama sekali, maka pilihan yang baik adalah jika kelompok memilih pilihan ke 1. 
Apa yang menjadi permasalahan dalam teori etika ini? Menurut penulis ketika self interest individu bertindak dinilai mayoritas saja, maka tidak ada lagi yang dinamakan individu, hanya ada nilai kelompok. Selain itu dalam utilitarianisme dengan adanya anggapan bahwa keuntungan mayoritas adalah sama dengan keuntungan individu adalah hal yang memaksakan bagi penulis.
Etika Egoism
            Dalam etika egoism hal yang dikatakan baik, adalah ketika individu tersebut mengejar keuntungan bagi dirinya sendiri. Etika ini mengijinkan bahwa tiap orang berhak mengejar self interest masing – masing tanpa perlu memikirkan self interst yang lain. Dalam etika ini individu ada dan menjadi tujuan utama, karenanya tidak adanya kewajiban untuk memperlakukan orang lain demi keuntungan orang lain tersebut. Dalam etika ini yang menjadi permasalahan adalah masih dimungkinkan adanya penindasan terhadap orang lain, walaupun orang lain tersebut bukanlah dianggap tidak memiliki self interst, melainkan dianggap ketidakmampuan dirinya untuk mengejar self interst tersebut.
Untuk memahaminya kita dapat mempergunakan kasus ini:
Seorang perempuan (A) yang memiliki bayi, melihat ada laki laki (C) tidak dikenal meminta perlindunganya dari seorang pembunuh bayaran (B) dengan cara disembunyikan dirumah perempuan tersebut dan dijanjikan diberikan sejumlah uang. Pada akhirnya perempuan yang menyembunyikan laki - laki tersebut bertemu dengan pembunuh bayaran tersebut, dan pembunuh bayaran tersebut pada akhirnya mengancam untuk membunuh perempuan tersebut dan juga bayinya jika tidak memberitahukan letak persembunyian laki laki itu, selain itu pembunuh bayaran tersebut juga menawarkan akan memberikan dua kali lipat uang yang telah diberikan oleh laki laki tersebut. Diasumsikan pembunuh tersebut adalah orang yang terkenal selalu memegang janjinya, Maka apa yang akan dilakukan perempuan tersebut?
Kemungkinan yang dilakukan (A), mampu dibagi sebagai berikut:
1.      (A) memberitahu kepada (B) bahwa dirinya menyembunyikan (C) dirumahnya, yang berkonsekunsi (A) berkata jujur terhadap (B), (B) pada akhirnya membunuh (C). dan (A) dapat menyelamatkan dirinya dan bayinya serta mendapat keuntungan yang dijanjikan (B).

2.      (A) tidak memberitahu kepada (B) bahwa dirinya menyembunyikan (C) dirumahnya, yang berkonsekunsi (A) berbohong terhadap (B), (B) pada akhirnya membunuh (A) dan bayinya serta tidak mendapatkan keuntungan yang dijanjikan (B).
Sudah dapat dipastikan bahwa pilihan yang baik sudah jatuh pada pilihan 1, karena dalam pilihan tersebut sudah amat jelas bahwa keuntungan maksimal bagi individu dapat dipenuhi dibandingkan dengan pilihan 2, yang pengorbanannya lebih banyak dibandingan keuntungannya
Pada akhirnya dari keempat jenis etika ini, kita dapat temukan bahwa self interest dan nilai individualitas hanya bisa dicapai dengan menggunakan etika utilitarian dan etika egoism, namun dengan penulis mengasumsikan jika interest individu tidak mungkin bisa selalu sama dengan interest kelompok maka pada akhirnya pilihan terbaik jatuh kepada etika egoism. Pertanyaan selanjutnya adalah bagaimana kita mampu membuat adanya nilai kewajiban agar tidak memperlakukan orang lain sebagai alat penindasan demi keuntungan individu kita saja, seperti pada maksim deontology Immanuel Kant. Pada bab selanjutnya penulis ingin mencoba berspekulasi agar nilai individualitas dan self interest tiap - tiap individu mampu didapatkan dalam relasi sebagai manusia dan tanpa mengijinkan adanya penindasan.
Bab III
            Penulis mengasumsikan bahwa keterbatasan manusia akan ruang dan waktu menyebabkan adanya ketidak mungkinan untuk melakukan segala hal sekaligus, yang pada akhirnya berdampak tidak semua orang mampu menjadi ahli dan berkemampuan dalam segala bidang. Dikarenakan keterbatasannya itulah maka manusia tidak akan bisa memenuhi seluruh self interestnya melalui kemampuannya sendiri. Hal tersebut tidak hanya dirasakan oleh satu individu saja tapi dirasakan oleh semua individu. Untuk memenuhi self interest tiap individu yang kemampuannya terbatas tersebutlah terjadi apa yang dinamakan adanya transaksi kemampuan, dimana tiap individu mampu untuk mendapatkan self interestnya melalui kemampuan milik individu lainnya.
            Namun ketika salah satu individu merasa memiliki kemampuan sangat hebat untuk memenuhi self interest milik individu lainnya muncul rasa keinginan untuk diperlakukan lebih dari individu yang membutuhkan dirinya. Diasumsikan jika individu yang membutuhkan dirinya untuk memenuhi self interest tersebut, tidak melakukan negosiasi untuk menyamaratakan posisi, individu yang merasa dibutuhkan tersebut bisa meminta hal yang melebihi self interest awalnya yang mungkin sekedar barang material menjadi sesuatu yang tingkatannya lebih tinggi, yaitu nyawa atau dengan kata lain berhasil menindas orang yang membutuhkannya.
Maka apa yang bisa dilakukan seseorang untuk mencegah dirinya untuk ditindas? Penulis akan menjawab dengan menunjukan bahwa individu yang dibutuhkan sebenarnya memiliki saingan lainnya yang memiliki kemampuan yang sama, atau bahkan lebih, sehingga disini diijinkan adanya pemikiran ulang dari individu yang merasa dibutuhkan tersebut untuk melakukan penindasan terhadap individu yang membutuhkan. Disini konsep self interest akan bekerja, dimana self interest individu yang dibutuhkan itu jika kita tinggalkan maka akan menyebabkan kerugian bagi dirinya sendiri dengan tidak adanya supply self interest untuk dirinya. Maka yang akan terjadi adalah dimana kesempatan self interest individu yang dibutuhkan tersebut akan turun dan akan berhenti pada titik dimana self interest mampu ditransaksikan secara setara.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar