Konfusianisme
Serta Keterkaitannya Dengan Keteraturan Masyarakat pada Dinasti Zhou Timur
Oleh:
Adam Azano Satrio, 0906522861
1. Introduksi
Cina pada zaman Dinasti Zhou Timur
merupakan sebuah negara yang maju, kuat, dan modern. Dinasti ini merupakan
dinasti dengan era terpanjang dalam sejarah Cina. Dinasti ini seringkali dianggap
sebagai peletak dasar peradaban Cina.
Pada zaman Dinasti Zhou Timur,
terutama pada periode akhir Dinasti, tatanan masyarakat sudah sangat maju dan
teratur, bahkan sampai kepada tatanan ekonomi, politik, sosial, dan
pemerintahan. Hal ini disebabkan doktrin konfusianisme yang membawa persatuan,
perdamaian, dan keadilan bagi Cina.[1] Ajaran
- ajaran konfusianisme yang kemudian diangkat menjadi ideologi negara, yang
muncul pada masa menjelang akhir Dinasti Zhou, menjadi sangat mengakar pada
berbagai aspek kehidupan orang Cina. Konfusianisme telah menjadi norma
kebiasaan dalam masyarakat. Oleh karena itu, keteraturan pada masa Dinasti Zhou
Timur terjadi karena setiap orang mengamalkan ajaran Konfusianisme. Hubungan
antara keteraturan masyarakat dalam hal politik, ekonomi, sosial, dan
pemerintahan dengan ajaran Konfusianisme dapat kita lihat dari ajaran-ajaran
Konfusianisme, yang bahkan telah mengatur, feodalisme positif yang menghasilkan
sistem Jing Tian, harmonisme yang
tertuang dalam lima hubungan atau Wu Lun,
familisme yang mengatur hubungan dalam keluarga, materialisme dan pembagian
kerja yang membawa pada teraturnya perekonomian, humanisme yang mengatur
hubungan antar sesama, pendidikan, dan juga moral yang menjadikan dasar hukum
Zhou Timur.
Bernama asli Khung Qiu/Zhong Ni
yang lahir pada zaman Dinasti Zhou 551 SM di desa Chang Ping di negara bagian
Lu. Berlatar belakang yatim saat berumur 3 tahun. Hidup miskin dan sangat
tertarik dengan ilmu pengetahuan.
Pemikiran filsafat Konfusius begitu
besar pengaruhnya pada negara Korea, Jepang, Vietnam, Singapura, Taiwan bahkan
sampai benua Eropa. Jika pengaruh Konfusius begitu besar sampai mewarnai
sejarah ideologi berbagai negara, pastilah banyak kemajuan yang telah dicapai
pada masa ia masih hidup, terutama pada saat Dinasti Zhou Timur (770-221 SM).
Untuk mengetahui apa saja pemikiran
konfusianisme dan keadaan serta efek dari pemikirannya pada kebudayaan dimasa
Zhou Timur penulis akan membagi menjadi beberapa bagian, yaitu pendidikan,
sosial, dan ketatanegaraan,
2.
Pendidikan
Bisa dikatakan pendidikan adalah dasar dari
segala kemajuan pada Dinasti Zhou Timur. Separuh dari murid-murid Konfusius
menjabat sebagai pegawai pemerintahan. Karena memang posisi pegawai pemerintah
adalah status yang dapat menaikan martabat dan juga menjadi impian setiap orang
pada saat itu.
Pada masa itu, pendidikan hanya diperuntukan
bagi kaum bangsawan. Diskriminasi kesempatan belajar ini dihancurkan oleh
ajaran Konfusius dan memberikan fondasi dalam dunia pendidikan dimana tidak ada
perbedaan kelas. Setiap orang, apapun latar belakangnya, berhak untuk
mendapatkan kesempatan yang sama untuk mendapatkan pendidikan.[2]
Sehingga dalam waktu singkat Konfusius dapat merangkul berbagai kalangan
menjadi satu untuk dijadikan murid. Dan munculah istilah A Hundred School of
the Warring States Period (ratusan sekolah pada zaman negara berperang) yang
juga dilengkapi oleh ajaran Mohisme.
Murid-murid Konfusius yang berlatar
belakang miskin dan bukan bangsawan pada akhirnya dapat menaikan status mereka
dengan menduduki staff pemerintahan. Untuk itu, sebelum murid-muridnya terjun
pada masyarakat, Konfusius telah memberi bekal agar ketika murid-muridnya yang
kelak mendapat jabatan, dapat mengelola pemerintahan yang adil dan berpihak
pada kebutuhan rakyat sesuai dengan prinsip-prinsip yang mereka anut.
Terdapat
8 prinsip belajar, yaitu:
1. Menyelidiki hakikat segala sesuatu.
2. Bersikap jujur.
3. Mengubah pikiran.
4. Membina diri sendiri.
5. Mengatur keluarga sendiri.
6. Mengelola negara.
7. Membawa perdamaian dunia.
Konfusius tidak hanya mengajari
pengetahuan dan keahlian, tapi juga cara mengasah pikiran dan memperoleh
integritas yang akhirnya mengembangkan watak dan kecerdasan mereka. Metode
pembelajarannya adalah dalam bentuk diskusi panel. Murid-muridnya didorong
untuk bertanya dan mengemukakan pendapat secara bebas dan mandiri. Sehingga
murid-muridnya menjadi kritis dan sangat berguna dalam mempertahankan prinsip
yang dianut.
Dalam
proses pengajarannya, Konfusius membaginya dalam 4 tahapan, yaitu:
1. Mengarahkan pikiran dengan cara.
2. Mendasarkan diri pada kebajikan.
3. Mengandalkan kebajikan untuk dapat
dukungan.
4. Mencari rekreasi dalam seni.
Konfusius mempercayai bahwa semua
orang dapat menarik manfaat dari hasil pengolahan diri dalam belajar. Ia juga
memperkenalkan suatu program ajaran moralitas atau kebajikan untuk calon
pimpinan negara. Konfusius membuat suatu daftar prioritas dalam menjalani
kehidupan bermasyarakat, yaitu:
1. Kelakuan adalah syarat utama.
2. Berbicara adalah prioritas kedua.
3. Memahami soal-soal pemerintah adalah
prioritas ketiga.
4. Kesusasteraan adalah prioritas keempat.
Perilaku dan watak menjadi alasan
utama karena menurutnya, seseorang akan menjadi Chun Tzu (orang yang berbudi) bukan atas dasar keturunan. Setiap
orang bisa menjadi Chun Tzu. Maka
dari itu ia menerima murid dari berbagai kalangan tanpa memandang status.
Konfusisus
mendidik muridnya untuk menguasai 6 keterampilan, yaitu:
1.
Tata krama (Li).
2. Musik (Yue).
3. Memanah.
4. Menunggang kuda.
5. Kaligrafi.
6. Aritmatika.
Li merupakan elemen yang sangat
penting untuk murid-muridnya. Tanpa sopan santun, orang yang memiliki ilmu
pengetahuan dan keahlian tidak ada gunanya. Murid-murid Konfusius yang berasal
dari golongan miskin pun diajari tata krama istana agar ketika menduduki
jabatan kelak dapat bersikap sejajar dan pantas.
Ide lain dalam bidang pendidikan
adalah adanya sistem ujian negara. pendekatan Konfusianisme dalam mengajar
sangat efektif karena bukan hanya membentuk banyak individu sangat unggul, tapi
juga memainkan peran penting dalam menjaga stabilitas masyarakat dan mendorong
kemajuan ekonomi dan budaya. Banyak orang berpendidikan dengan latar belakang
sederhana memperoleh jabatan-jabatan tinggi di pemerintahan. Meskipun
orang-orang yang di atas merupakan minoritas, tapi mereka yang dididik di bawah
ideologi yang kesemuanya memegang
peranan penting dalam masyarakat. Secara keseluruhan, yang berpendidikan sangat
dihormati dan merupakan pilar utama dalam masyarakat Zhou Timur. Beberapa dari
mereka mulai membuka sekolah-sekolah, memberikan saran-saran strategis bagi
para penguasa, mempraktekkan pengobatan, menjadi seniman. Strata pendidikan
masyarakat mempunyai dampak besar pada masyarakat melalui pemikiran dan
perbuatan mereka. Nilai sistem mereka berperan penting dalam menjaga
stabilitas.
33.
Sosial
Konfusius berpendirian bahwa pada
hakikatnya manusia adalah makhluk sosial. Dalam sebuah batas-batas tertentu,
manusia dibentuk seperti keadaannya, oleh masyarakat. Dan masyarakat dibentuk
seperti keadaannya, oleh seorang yang menyusunnya. Hati nurani seseorang tentu
menolak untuk menarik diri dari masyarakat, tetapi juga melarangnya untuk
menyerahkan pertimbangan moralnya kepada masyarakat.
Terdapat asas timbal balik jika
setiap orang bekerja untuk kebahagiaan bersama, maka sudah pasti akan
didapatkan suatu keadaan yang menciptakan kebahagian karena kebahagiaan
merupakan kebaikan dan tujuan utama hidup manusia.
Konfusius menekankan cara menjalani
kehidupan terbaik adalah yang harmonis, dengan mengutamakan moralitas dan
kebajikan. Seseorang dilahirkan untuk menjalani hubungan tertentu. Dalam kitab Wu Lun (lima hubungan utama), ajaran ini
mengajarkan manusia untuk menjaga lima hubungan utama yaitu antara
raja-menteri, bapak-anak, suami-istri, kakak-adik (laki-laki) dan antar teman.
Kehidupan akan selaras jika setiap manusia menyadari akan hubungan atasan dengan
bawahan. Sehingga pada masa itu terbentuklah masyarakat Shen Si (bangsawan) dan Xiao
Ren (orang kecil), dimana mereka dapat berlaku sesuai dengan peran
masing-masing dan kelasnya sehingga Dinasti Zhou menjadi maju.
Lima
hubungan utama ini mengajarkan manusia untuk menjaga lima relasi utama yaitu:
1. Hubungan
raja dan menteri. ( yang masih mempengaruhi hubungan sosial politik di Cina
hingga saat ini)
2.
Hubungan ayah dengan anak.
(Laki-laki)
3.
Hubungan suami dengan istri.
4. Hubungan antara kakak (laki-laki)
dengan adik. (laki-laki)
5 Hubungan teman dengan teman.
Dalam
setiap hubungan, orang yang superior mempunyai kewajiban mengasihi dan menjaga
terhadap orang-orang yang inferior. Pada ruang lingkup berikutnya pola relasi
dalam konteks keluarga itu diterapkan juga dalam konteks sosial. Sang bawahan
harus taat kepada atasannya. Kekecualiannya adalah untuk hubungan antar-teman.
Itupun jika salah satu lebih tua, hubungannya menjadi seperti kakak-adik.
Kewajiban untuk taat itu bukannya tanpa syarat. Karena kewajiban taat Konfusian
itu adalah untuk menjalankan perintah yang baik, perintah yang tidak baik harus
dibantah. Membantah kaisar memang bisa membawa risiko mati. Tetapi dalam
Konfusius juga mengajarka tentang Tiānmìng,
seorang kaisar yang tidak lagi berkebajikan juga bisa digulingkan.[3]
Sesuai tradisi feodal Cina, para penguasa Zhou mengklaim diri mereka sebagai
mandat langit, dimana para penguasa memerintah atas mandat dari langit. Bila
mandat dari langit dicabut, rakyat berhak menggulingkan penguasa tadi.
Lima hubungan ini mengatur manusia
untuk bertindak dan berbuat sesuai dengan posisi dan fungsinya. Ditambah dengan
masing-masing manusia menempati kedudukan sesuai dengan keahliannya demi
ketertiban alam maka akan tercipta harmonisme kehidupan masyarakat. Sehingga
dalam dinasti Zhou Timur tatanan masyarakatnya menjadi harmonis dan teratur,
karena kelima hubungan tersebut selalu dijaga bukan hanya dalam konteks
keluarga itu diterapkan juga dalam konteks sosial. Oleh karena itu, masyarakat
menempatkan diri pada posisi seharusnya dan bekerja dengan sungguh-sungguh,
sehingga terciptalah masyarakat yang maju dalam bidang ekonomi maupun sosial
politik.
Selain itu ajaran sosial lainnya
adalah mengenai keluarga, Keluarga bagi Cina adalah pusat worldview. Keluarga adalah unit terkecil dalam masyarakat Cina.
Menurut ajaran Konfusianisme, keluarga adalah miniatur dari negera, dan negara
adalah keluarga yang besar.[4] Dalam
Konfusius, orangtua dalam sistem keluarga Cina berkewajiban mengajari anggota
keluarganya tentang mekanisme negara agar mereka bisa menerima ororitas negara.
Kultur politik Cina menekankan interdependensi antara pemerintah dan keluarga.
Keluarga berperan untuk mengurangi kekacauan dalam institusi - institusi
publik, orangtua selalu menekankan keteraturan sosial dan kesejahteraan setiap
anggota keluarga.
Hal lain yang dirumuskan oleh
Konfusius adalah pembagian kerja, menurut Konfusius, pembagian pekerjaan di
dalam masyarakat harus jelas, tidak boleh ada orang yang mempunyai pekerjaan
atau jabatan rangkap. Orang mengerjakan satu pekerjaan saja sudah sulit,
bagaimana bisa mengerjakan dua pekerjaan atau lebih dengan hasil baik.
Pekerjaan masyarakat disesuaikan dengan sumber daya alam yang ada di daerahnya.
Misalnya daerah yang cocok untuk pertanian penduduknya menjadi petani. Daerah
yang cocok untuk peternakan, penduduknya berternak. Daerah yang memiliki sumber
untuk membuat keramik penduduknya bekerja membuat keramik, dan seterusnya.
Distribusi barang dan jasa yang diperlukan masyarakat harus lancar agar harga
di produsen tidak terlalu mahal pada konsumen. Oleh karena itu terciptalah
kegiatan ekonomi yang teratur, sehingga mengkondisikan sektor lainnya untuk
teratur juga, seperti di bidang politik pemerintahan, dan lainnya.
Selanjutnya adalah tentang
materialisme timur yang diajarkan oleh Konfusius. Materialisme ini tercermin
dari ajaran Konfusius yang menyebutkan bahwa Orang yang mulia adalah orang yang
kaya, sehingga semua orang ingin dan berusaha menjadi kaya. Ditambah lagi
dengan ajaran Konfusius yang tidak terlalu memikirkan “hidup setelah mati”
karena menghindari berbagai macam spekulasi (merujuk pada pernyataan Konfusius,
belum tahu tentang hidupmu mengapa bertanya tentang kematian). Ajaran ini
membuat masyarakat Zhou Timur menjadi sangat bekerja keras untuk menjadi kaya,
dengan orientasi yang bersifaf duniawi. Semua orang berusaha bekerja sesuai
dengan posisinya, walau nilai konfusius menciptakan suatu lapisan (yaitu
lapisan masyarakat yang terdiri dari (Shen
Shi) cendikiawan, yang jumlahnya hanya 5% dan (Xiao Ren) rakyat jelata, yang jumlahnya 95% yang hanya bisa
direduksi / dinetralisir oleh konfusianisme, yang menyebutkan bahwa hanya ada
dua pekerjaan, yaitu orang bekerja dengan otaknya dan orang yang bekerja dengan
ototnya. Yang bekerja dengan otaknya yang seharusnya dilayani dan yang bekerja
dengan ototnya yang melayani, itulah prinsip yang berlaku di kolong langit.
Sehingga tingkat perekonomian rakyat sangat mumpuni, sehingga negara pun
menjadi maju dan teratur karena pajak yang dibayar oleh rakyat lancar.
Humanisme praktis. Ajaran Konfusius
mengenai humanisme adalah tentang konsep Rén
(cinta kasih). Konsep Rén adalah
konsep yang juga teramat penting dalam ajaran Konfusius, karena pada dasarnya
Konfusius menghendaki bahwa Rén itu
pada akhirnya menjadi cita-cita dari setiap orang.[5] Rén merupakan dasar dalam etika maupun
teori politik Konfusian. Rén
merupakan kebajikan dalam memenuhi kewajiban seseorang terhadap sesamanya dan
sering diterjemahkan sebagai kebaikan atau kemanusiaan. Karena itu konsep Rén ini sebenarnya merupakan pangkal
dari keseluruhan ajaran Konfusius yang menjadikan pendidikan moral individu
sebagai awal untuk mendirikan keluarga yang baik, kemudian berlanjut kepada
penegakan ketertiban negara dan akhirnya membangun tertib dunia. Konsep Rén ini diterapkan pada dinasti Zhou
Timur, setiap tidakan politik, dan kenegaraan, serta kehidupan masyarakat
didasari oleh Rén, sehingga seluruh
keteraturan dan ketertiban didasari oleh kemanusiaan. Menurut Konfusius, dasar
membangun negara adalah cinta kasih (Rén)
dan menjunjung tinggi kebenaran (Yi),
sebagai realisasi dari mengabdi kepada rakyat. Tujuan melayani masyarakat
adalah menyediakan semua kebutuhan hidup masyarakat seluas-luasnya.
44.
Ketatanegaraan
Pada awal dinasti Zhou, seorang
raja sangat berkuasa dan negaranya menikmati kedamaian dan kemakmuran. Tetapi
pada masa Konfusius, Cina terbagi menjadi beberapa negara bagian untuk merebut
kekuasaan. Di dalam satu negarapun selalu terjadi pertegkaran dan perselisihan
antara penguasa dan kaum bangsawan sehingga kesejahteraan rakyat biasa sangat
terabaikan.
Dalam ajaran Konfusius, sistem
pemerintahan yang diterapkan adalah sistem paternalistik (kebapakan), dimana
terjalin sikap saling menghormati dan menghargai antara pemerintahan dan
rakyat. Pemimpin negara harus menciptakan kesempurnaan moral dengan cara
memberi contoh yang benar pada rakyat. Konfusius mempersiapkan murid-muridnya
untuk menjadi pegawai pemerintahan dengan prinsip moral yang tinggi untuk
selalu berpihak pada rakyat.
Konfusius pernah berkata, bila
seorang penguasa benar-benar bersungguh-sungguh dalam menyajikan korban kepada
leluhur mereka, mengapa mereka tidak harus berbuat yang sama juga dalam
memperhatikan pemerintahan kemaharajaan. Bila para menteri memperlakukan
menteri lain secara hormat, mengapa tidak untuk harus memperhatikan kepentingan
rakyat jelata yang menjadi tulang puggung negara.
Ia mengharapkan agar murid-muridnya
bersedia mengorbankan jiwanya demi prinsip-prinsip yang diajarkannya dalam
membela sesuatu yang disebut Jalan (Tao).
Jalan artinya jalan diatas segenap jalan lain yang seharusnya diikuti manusia.
Tujuan yag hendak dicapai ialah kebahagiaan, dalam hidup ini, disini dan kini,
untuk segenap umat manusia. Dalam berabad-abad para Konfunsianis tercatat
sebagai kaum pemberontak atau dihukum mati karena menentang pemerintahan yag
dianggap tidak sesuai dengan Jalan.
Salah seorang murid Konfusius,
Zigong pernah bertanya tentang pemerintah; Konfusius menjawab: “Cukup makan,
cukup perlindungan dan kepercayaan rakyat adalah hal yang terpentig dari
pemerintahan”.
Konfusius pernah menjabat sebagai
walikota di kota Zhongdu. Dalam waktu satu tahun, Zhongdu menjadi kota teladan
tanpa kriminalitas. Dalam menangani kasus hukum, Konfusius bertujuan untuk
mengakhirinya.
Ia juga mengatakan: “Jika orang
hendak memimpin rakyat dengan menggunakan aturan-aturan, dan hendak
mempertahankan ketertiban dengan menggunkan hukuman-hukuman, maka rakyat pasti
hanya berusaha untuk menghindari hukuman tanpa mempunyai rasa wajib moral.
Tetapi jika orang yang memimpin mereka dengan kebajikan dan mendasarkan diri
pada li dalam mempertahankan ketertiban, maka rakyat akan mempunyai rasa wajib
moral untuk memperbaiki diri sendiri”.
Setelah menjadi walikota Zhongdu,
ia dipromosikan sebagai Menteri Kehakiman dan kemudian Perdana Menteri di
negara Lu. Perekonomian negara Lu menjadi sangat maju dibawah pimpinannya.
Konsep pemerintahan Konfusius adalah mempertahankan kejujuran, kerajinan,
kemakmuran, pembagian ketenagakerjaan yang adil dan kasih pada sesama di suatu
negara yang memiliki ribuan kereta perang.
Ia juga sukses dalam urusan
diplomatik ketika dia meneman bangsawan negara Lu di konferensi perdamaian
dengan negara Qi dan menegosiasikan pengembalian tiga kota yang diambil dari
negara Lu. Dalam urusan diplomatik, Konfusius jarang melakukan kekerasan
(perang).
Adipati Lu juga sangat sering
berkonsultasi dengan Konfusius sehingga banyak pemikirannya yang terpakai.
Dalam strategi perang, Konfusius juga cakap dalam memimpin. Ia sebagai pembuat
konsep serangan ketika negara Lu ingin merobohkan tembok 3 negara yang dominan
berkuasa pada saat itu. Ia lebih memikirkan strategi yang efektif dibandingkan
dengan jumlah tentara dan kereta kuda yang banyak.
Tapi ada sebuah kelemahan dalam
sistem politik yang diajarkan oleh Konfusius. Para penguasa memiliki kekuasaan
penuh untuk memilih menteri-menteri mereka untuk mengendalikan pemerintahan.
Dan trik dari penguasa dalam mengendalikan pemerintahan adalah merekrut
murid-murid Konfusius yang cakap dan mengerti urusan pemerintahan, lalu
mengendalikannya sehingga prinsip moral yang diajarkan Sang Guru menjadi kabur
oleh kesenangan duniawi.
5. Kesimpulan
Pandangan Konfusius tentang
pemerintahan dan manusia merupakan elemen terpenting dalam ajarannya. Dia
percaya bahwa tujuan pemerintahan yang sebenarnya adalah mensejahterakan
rakyat. Cara terbaik dalam memerintah adalah dengan nilai moral dan contoh
kehidupan yang baik dari pemimpinnya, bukan dengan cara negatif dari
undang-undag dan penghukuman. Pemerintah yang baik adalah mereka yag memiliki
bekal akan kualitas kemanusiaan dan pengetahuan yang mendalam.
Ajaran konfusius berpusat pada
sekitar sopan santun, toleransi, iman, kerajinan, kebaikan, moderat,
keberanian, kesetiaan dan bakti. Elemen-elemen tersebut dapat diperoleh melalui
pendidikan dan pengembangan diri. Yang terpenting adalah pembelajaran.
Tanpa pendidikan, cinta akan
kebaikan akan menjadi kebodohan; cinta akan keberanian dapat menjadi
kecerobohan; tanpa pembelajaran, cinta akan kejujuran dapat mengarah menjadi
mudah ditipu, cinta akan kebenaran mengarah pada kecerobohan; cinta akan
kebijaksanaan dapat menjurus kepada generlisasi yang dangkal, dan cinta akan
kesetiaan dapat menyebabkan seseorang menyakiti orang lain.
Konfusius yakin bahwa kualitas
moral yan sejati lebih penting dibandingkan dengan penampilan lua seseorang.
Tetapi kebajikan batiniah harus dibuktikan dengan tingkah laku yag baik. Dia
juga percaya bahwa kesopanan yang membentuk manusia. Kesopanan, baik didepan
umum atau tidak, mempunyai pengaruhtidak langsung pada karakter seseorang yang
akan mendorongnya menuju kebaikan dan mencegahnya melakukan kesalahan.
Penekanannya akan pentingnya pendidikan,
pengajarannya tentang prinsip oral, penghormatannya kepada para cendekiawan dan
profesi guru, keyakinannya pada peran keluarga, dan pentingnya pelayanan
masyarakat, memberi pengaruh yang sangat besar selama berabad-abad.
Daftar
Pustaka
Buku
Bauer, Susan Wise. (2010). Sejarah Dunia Kuno-Dari
Cerita-Cerita Tertua Sampai Jatuhnya Roma, Jakarta: PT Elex Media Komputindo.
Creel, H. G. (1989). Alam Pikiran Cina sejak
Confusius sampai Mao Zedong, Yogyakarta: PT Tiara Wacana Yogya (anggota IKAPI).
Lu, Hou Wai. (1959). A Short History of Chinese
Philosophy, Peking: Foreign Languanges Press.
Tang, Michael C. (2000). Kisah-Kisah Kebijaksanaan
China Klasik-Refleksi bagi Para Pemimpin, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama,
anggota IKAPI.
Weber, Max. (1968) The Religion of China, United
States of America: The MacMillan Company.
Yulan, Fung. (1948) A Short History of Chine Philosophy,
USA: MacMillan.
Internet
http://bodhiisvarasuyami.blogspot.com/2012/04/hubungan-antara-konfusianisme-dan.html
http://wihara.com/forum/kong-hu-cu821-ajaran-konfusius.html
http://rujakcingurpedas.blogspot.com/2012/04/konstribusi-ajaran-konfusius-pada.html
[1] H. G. Creel,
Confusius: The Man and The Myth, (London: Routledge &kegan Paul Ltd, 1951),
hal. 15.
[2] Bandingkan dengan eropa pada masa itu.
Walaupun begitu, kesetaraan pendidikan bagi Konfusius terbatas pada laki – laki
saja.
[3] Budiono
Kusumohamidjojo, Konfusianisme dan Zaman Kita, (Jakarta, 2009), hal. 8. Yang
merujuk pada: Ross, Journey to the West, Volume II, [Foreign Languages Press,
Beijing, 1993, 1007, p.711].
[4] Max Weber, The
Religion of China, (United States of America: The MacMillan Company, 1968),
hal. 34-35
[5] Fung Yulan, A
Short History of Chine Philosophy, (USA: MacMillan, 1948), hal. 69.