Pertanyaan
Untuk Dianalisa
1.
Apakah
kalian mengerti tentang Heidegger?
2.
Kalau
tidak mengerti, bagian mana yang tidak mengerti?
3.
Apakah
relevan pertanyaan demikian?
4.
Masuk
akal tidak pertanyaan-pertanyaan tersebut?
Analisa Keempat
Pertanyaan
Jika
di asumsikan pertanyaan ke 1 jawabannya adalah tidak, maka kita bisa melanjutkan
ke pertanyaan ke 2, dengan menerangkan persoalan mana yang tidak diketahui
peserta kuliah. Pertanyaan ke 3 dan ke 4 menjadi relevan dan masuk akal dengan
menggunakan anggapan bahwa tugas peserta didik adalah mencari jawaban untuk
perkembangan kemampuan intelegensinya, sedangkan tugas pendidik adalah berusaha
memberikan jawaban yang terbaik untuk memancing intelegensi peserta didik dan
menghasilkan diskusi.
Refleksi
Namun
ketika jawaban pada soal ke 1 adalah iya, maka pertanyaan tersirat yang timbul dalam
kasus ini adalah, mengapa yang ditanyakan diam saat pertanyaan ke 1 diajukam?
Fenomena
“diam” tersebut menunjukan ketidakmungkinan keinginan, kemampuan, dan karakter suatu
individu bisa diketahui yang lain jika tidak diaktualisasikan, dalam kasus ini
tidak mungkin seseorang bisa mengetahui apakah peserta matakuliah ini mengerti
tentang Heidegger, jika usaha berkomunikasi
yang dilakukan dibalas dengan “diam”, dan pada akhirnya hal tersebut bersifat 1
arah.
Tapi
menurut penulis ada hal yang lebih dalam yang bisa diangkat dari timbulnya
keempat pertanyaan tersebut. Penulis membayangkan adanya kemungkinan pengaruh
budaya ataupun tradisi lokal yang menyebabkan bahwa, bertanya jika tidak tahu adalah
aktualisasi kebodohan ataupun bisa juga dengan kebiasan sistem pendidikan yang
bersifat pedagogi, bukan andragogi, yang membiasakan bahwa pendidik sudah pasti
benar, secara hierarkis, sehingga peserta didik tidak perlu lagi mendiskusikan
suatu masalah dan cukup menunggu pendidik untuk memberikan jawabannya. Sistem pendidikan
yang bersifat interaktif, dua arah merupakan hal yang amat sangat asing dalam
kebudayaan kita, belum lagi dengan sebuah imajinasi pemikiran, bahwa kesalahan berpendapat
adalah hal yang tabu untuk untuk ditunjukan, oleh karena itu lebih baik diam
dari pada menunjukan kesalahan diri sendiri.
Kebiasaan
budaya ataupun tradisi tersebutlah yang menyebabkan kita membiasakan diri
menggadaikan akal sehat kita dengan akal sekarat dengan alasan kesopanan,
ataupun malu menunjukan kesalahan yang kesemuanya berakhir pada terciptanya
manusia – manusia penghafal dan bukan menjadi pemikir progresif.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar