Page

Total Tayangan Halaman

Senin, 09 April 2012

Judith butler C,H,S


Judith butler C,H,S
Dalam pembahasan kali ini Judith butler berusaha untuk melakukan diskursus, tentang hegemoni dari zizek, sebagaimana kita ketahui hegemoni lebih sering dibahas sebagai pertarungan antara kelas, namun sedikit sekali membahas  tentang pertarungan sexualitas. Judith butler berusaha untuk mengejar dan membongkar permasalahan hegemoni yang akan bersinggungan dengan historisitas. Ketiga filsuf iini, yaitu slao zizek , ernest laclau, dan Judith butler, mempercayaain bahwa historisitas merupakan suatu kontingensi, karena dengan adanya kontingensi tersebut mengijinkan adanya diskursus, rethinking, serta daya kritis.
Hegemony traces
Dalam hal ini Judith berusaha mengkritisi pemikiran tentang adanya universalitas dalam historisitas, dikatakan bahwa pemikiran yang terlalu formalism dan positivis ini menyebabkan, kebuntuan akan adanya kemungkinan untuk diskursus, dan seharusnya tidak ada hegemoni, sebab semua telah terberi seadanya. Setelah kita mengijinkan keberpahaman kita tentang historisitas maka persoalan selanjut pembahasan dilanjutkan dengan permasalahan hegemoni. Hegemoni yang di ajarkan gramsci selalu melihat pertentangan antara dua kelas, yang selalu di indentikan menjadi perjuangan buruh, semua kebermungkinan political selalu dimasukkan didalamnya. Persoalan hegemoni itu sendiri jika dipandang oleh zizek tidak hanya persoalan tentang kesadaran, namun harus disadari sebagai kesadaran symbolic seperti lacan.
            Namun pada kali ini Judith ingin mempertanyakan tentang sexual difference, dimana itu berada? Apakah itu termasuk persoalan hegemoni atau tidak? Apakah dalam persoalan hegemoni sexual difference hanya sebagai atribut? Mengingat bahwa hegemoni sering menempatkan sexual difference sebagai kota tua tak berpenghuni yang tak pantas untuk di perebutkan, dan mengizinkan itu sebagai suatu yang given. Disini Judith butler berusaha untuk memperluas horizon paradigm kita terhadap hegemoni dan historisitas dimana ada ranah yang selama ini dimarjinalkan yaitu sexual difference.

 The doubling of sexual difference
Pembahasan dilanjutkan dengan pertanyaan apakah ada sexual, dengan meminjam teori kantian yang bersifat das ding an sich? Iya, jika kita membahas tentang idealist, namun apa yang dapat kita bahas jika itu bersangkutan dengan body? Body merupakan bagian bukan ideal namun kontingensial, sehingga secara umum kita tidak dapat membahas dengan definisi baku formalistic. Namun budaya berkata lain, selalu ada difference yang hadir, atau mungkin dihadirkan, dengan menyatakan bahwa ada norma yang mengatur dalam permasalahan body yang dimana norma tersebut dianggap sebagai persoalan yang universal. Hal yang sederhana menurut pandangan penulis pribadi seperti permasalahan pembagian toilet. Dikatakan pemikiran seperti ini terhadirkan dalam pemikiran lacan, dimana dia menganggap bahwa kehidupan berkebudayaan selalu dimainkan dalam tatanan simbolik yang bersifat mengakar dan menyeluruh, termasuk persoalan body, yang pada akhirnya menjadi persoalan sexual difference. Pembahasan akan sexual difference ini dianggap penting oleh Judith, sebab para pemikir tidak tegas dalam sexual difference sebagai permasalahan yang an sich, transcendent yang bersifat identitas, substansi, universal atau persoalan social structure, yang sebenarnya bersifat kontingensi, tapi kebanyakan orang menganggap hal tersebut sebagai hal essensial.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar