Dikotomi
Mind – Body dan Implikasinya
Pendahuluan
masalah mind-body
Masalah
mind-body berhubungan dengan penjelasan hubungan antara mind atau proses mind dengan body atau
proses body. Tujuan utama filsuf
yang berkelut dalam bidang ini adalah menentukan kodrat mind dan keadaan/proses mind,
dan bagaimana — atau jika — mind
dipengaruhi oleh dan dapat memengaruhi body.
Pengalaman
persepsi kita bergantung kepada stimuli yang
muncul dari dunia luar ke sistem indera, dan stimuli
tersebut mengakibatkan perubahan pada keadaan mind kita, bahkan akhirnya menimbulkan sensasi pada diri kita, yang
menyenangkan maupun tidak menyenangkan. Contohnya, keinginan untuk memperoleh
sebungkus rokok akan
mengakibatkan seseorang menggerakan bodynya
dengan sikap tertentu dan arah tertentu untuk memperoleh apa yang ia mau.
Pertanyaannya, bagaimana mungkin pengalaman di alam sadar muncul dari gumpalan
materi abu-abu yang disertai oleh properti-properti elektrokimia?
Masalah
lain yang berhubungan adalah bagaimana sikap proposisional (misalnya
kepercayaan dan keinginan) mengakibatkan neuron seseorang
mengirimkan pesan (impuls) dan ototnya berkontraksi. Hal tersebut meliputi teka
teki yang menantang epistemolog dan filsuf mind dari masa René Descartes.
Dalam filsafat Barat, perbincangan
pertama mengenai gagasan dualisme dapat ditemui dalam tulisan-tulisan Plato dan Aristoteles. Masing-masing
meyakini, dengan alasan yang berbeda, bahwa "kecerdasan" manusia
(kemampuan mind atau jiwa) tidak
dapat dikenali dengan, atau dijelaskan dalam ranah body fisik mereka. Versi dualisme yang paling dikenal digagas
oleh René Descartes (1641). Ia
meyakini bahwa mind adalah substansi
non-fisik, sebuah "res cogitans". Descartes
adalah orang pertama yang dengan jelas mengidentifikasi mind dengan kesadaran dan kemawasan
diri, dan mampu memisahkannya dari otak,
yang merupakan tempat bermukimnya kecerdasan. Maka ia adalah orang pertama yang
merumuskan masalah mind-body dalam bentuk yang masih ada hingga
kini.
Dikotomi
mind-body
Pemisahan
substansi mind – body menghasilkan implikasi
tentang apakah asal dari mind dan
apakah itu mind secara ontologi?
Bagaimana mind mampu berinteraksi
dengan body ataupun sebaliknya?
Argumen
yang paling sering digunakan untuk mendukung dualisme mind – body adalah bahwa
pandangan tersebut sesuai dengan intuisi, bahwa pengalaman di alam sadar
berbeda dengan materi tidak bernyawa. Apabila ditanya apa itu mind, orang akan menjawab bahwa mind itu adalah diri mereka, kepribadian
mereka, jiwa mereka, atau entitas lainnya yang bersifat spiritual. Mereka akan
menentang bahwa mind itu sesederhana otak,
sehingga gagasan bahwa hanya ada satu entitas ontologis bersifat matter itu terlalu mekanistik.
Argumen
penting lain adalah bahwa mind dan body berbeda, dan mungkin merupakan
properti yang tidak dapat direkonsiliasi. Mind memunyai sifat subjektif, sementara sifat fisik objektif.
Contohnya, seseorang dapat bertanya bagaimana rasanya jari terbakar, atau
seperti apa langit pada senja itu, atau seperti apa lagu yang menarik bagi
seseorang. Sebaliknya, sangatlah tidak berarti, atau paling tidak aneh karena
tidak memiliki makna, untuk mempertanyakan bagaimana rasanya ketika tubuh
memproduksi hormon dopamin.
Filsuf
- filsuf mind menyebut aspek-aspek
subjektif peristiwa mind sebagai Qualia. Ada sesuatu pada hal
seperti merasakan sakit, melihat warna biru yang lazim, dan sebagainya. Qualia terlibat dalam
peristiwa-peristiwa mind ini,
sehingga sulit untuk menyusutkannya ke dalam apapun yang bersifat fisik.
Apabila
keberadaan kesadaran (mind) terpisah
dari realitas fisik (otak), kaitan kesadaran dengan ingatan fisik harus
dijelaskan. Dualisme harus menjelaskan bagaimana kesadaran memengaruhi realitas
fisik. Arnold Geulincx dan Nicolas Malebranche menjelaskan bahwa itu semua
berasal dari keajaiban, bahwa hubungan antara mind dengan body
membutuhkan campur tangan langsung dari Tuhan[1].
Penjelasan lain yang mungkin telah diusulkan oleh C. S. Lewis. Meskipun
pada masa ia menulis karyanya yang bertajuk "Miracle" mekanika kuantum (dan indeterminisme fisik)
belum banyak diterima, Lewis menyatakan kemungkinan logis bahwa jika dunia
fisik terbukti indeterministik, maka ada kemungkinan bahwa peristiwa yang
mungkin/tidak mungkin terjadi secara fisik yang telah dideskripsikan secara
ilmiah dapat dideskripsikan secara filosofis sebagai tindakan entitas non-fisik
terhadap realitas fisik.
Selanjutnya penjelasan tentang zombie[2]. Argumen
zombie didasarkan Thought experiment yang diusulkan oleh Todd Moody, dan
dikembangkan oleh David
Chalmers dalam bukunya The Conscious Mind. Gagasan dasarnya
adalah bahwa seseorang dapat membayangkan bodynya,
dan lalu sebagai akibatnya dapat memikirkan keberadaan bodynya tanpa ada hubungannya dengan kesadaran. Chalmers berargumen
bahwa yang-ada semacam itu sangat mungkin ada karena yang dibutuhkan adalah
semua dan hanya deskripsi-deskripsi sains fisik yang benar mengenai sebuah
zombie. Peralihan dari kemungkinan dibayangkan menjadi kemungkinan keberadaan
itu tidak besar karena konsep-konsep dalam sains fisik tidak mengacu kepada
kesadaran atau keadaan mind lainnya,
dan secara definitif entitas fisik manapun dapat dideskripsikan secara ilmiah
melalui fisika. Filsuf lain seperti Daniel Dennett menentang
gagasan ini dan menyebutnya tidak koheren atau tidak
mungkin. Dalam fisikalisme, seseorang harus meyakini antara bahwa ia dan
orang lainnya mungkin adalah zombie, atau bahwa tidak ada orang yang bisa
menjadi zombie karena keyakinan seseorang dalam menjadi (atau tidak menjadi)
zombie merupakan produk dunia fisik dan maka tidak berbeda dengan yang lain.
Argumen ini telah diungkapkan oleh Dennett yang menyatakan bahwa "Zombie
berpikir bahwa mereka sadar, berpikir bahwa mereka punya qualia, berpikir bahwa
mereka menderita karena rasa sakit dan mereka
zombie itu 'salah' karena yang mereka rasakan tidak dapat ditemukan oleh mereka
maupun kita!" argument ini menunjukan bahwa mind dengan kemampuan uniknya yang disebut dengan qualia dan body adalah hal yang terpisah.
Implikasi
dikotomi mind-body
Pemisahan substansi antara mind – body memungkinkan
bahwa kedua hal tersebut mampu dikaji dan diteliti. Pemisahan mind dan body sebelumnya mampu menunjukan adanya kemungkinan penjelasan fenomena
dan kemungkinan hadirnya fenomena baru. Pada kesempatan ini ada dua fenomena
yang penulis angkat
Penjelasan implikasi pertama yang kita bisa bahas ada pada
pengobatan dunia psikiatris. kita dapat mengetahui bahwa psikiater saat ini
menggunakan metode berbeda dengan dahulu, dengan metode konseling, yaitu dengan
memasukan obat kedalam proses penyembuhan kita dapat melihat bahwa, melalui
pandangan mind body yang terpisah dan memiliki substansi berbeda, maka kita dapat
berkesimpulan bahwa penyembuhan yang dilakukan para psikiater dengan obat tidak
berefek apapun pada mind, atau
penjelasan paling masuk akal yang kita bisa jelaskan bahwa pasien mampu
mensugesti dirinya sendiri dengan memiliki keyakinan bahwa obat tersebutlah
yang menyembuhkan dirinya, atau dengan kata lain obat tersebut adalah placebo.
Penjelasan implikasi kedua adalah dengan kemungkinan
bagaimana jika ada kemampuan untuk memindahkan
atau menggabungkan mind satu dan mind lainnya ataupun menciptakan seuatu
mesin dimana kemampuan mind dapat
ditampung. Penjelasan ini penulis ambil dari serial animasi Neon Genesis Evangelion[3],
dimana ada sistem pertahanan militer bernama MAGI yang mengatur keadaan kota
dari serangan alien luar angkasa. Merupakan hal menarik mengingat proses alat
tersebut menggabungkan kemampuan mind
yang bukan bersifat algoritma logis saja, namun mengambil 3 sifat mind dari manusia, yaitu sebagai seorang
saintis, seorang ibu dan seorang perempuan. Penulis melihat kemungkinan
bagaimana jika mind merupakan suatu
substansi terpisah dengan matter tersebut
mampu ditampung disuatu wadah dan tidak terbatas tubuh manusia saja.
Kesimpulan
dan komentar
Pemisahan mind
dan body kita dapat lihat mampu
menghasilkan suatu dampak sistemik tentang bagaimana penjelasan dan kemungkinan
kemungkinan baru dapat hadir. Walaupun secara sederhana kita dapat merangkum
permasalahan dikotomi ini menjadi permasalahan software dan hardware[4]
Bila
mind adalah software, maka body
adalah hardware. Meskipun keduanya
dituntut kompatibilitas yang memadai agar bisa bekerja, namun sebenarnya
keduanya adalah perangkat independen satu sama lain. Artinya software A bisa bekerja di hardware X atau Z. Kerusakan pada hardware X tidak menyebabkan software A menjadi rusak. Justru, software A ini bisa diinstalasi ulang
pada hardware Z. Pemisahan kedua
substansi tersebut membuka bagaimana kemungkinan kita mampu untuk menjabarkan
bagaimana kehidupan manusia memiliki keunikannya sendiri, namun penulis
beranggapan bahwa ada tendensi bahwa penilaian mind yang bersifat istimewa tersebut seperti sebuah upaya advokasi
terhadap keunikan dan hierarkis manusia dalam kehidupannya.
[1]
Hampir serupa dengan konsep monad milik Leibniz.
[2]
Zombie disini bukan seperti zombie yang digambarkan pada film holywood, namun hamper
serupa dengan cloning, dimana
seseorang bisa dibuat kopiannya yang secara identik serupa. Persoalan ini bisa
membuka pertanyaan apakah yang dirasakan zombie tersebut merupakan hasil
kesadaran murni dirinya atau berdasarkan kopian objek.
[3] Animasi
karya Hideki Anno tahun 1995
[4] Analogi
mind dan body milik Rene Descartes pada
blog Herdito sandi http://herditosandi.wordpress.com/2009/01/03/menggugat-nalar-menggugat-kepenuhan-manusia1/